Sosok.ID -Putri Candrawathi diminta jujur oleh keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Hal ini disampaikan oleh pengacara keluarga Brigadir J, Martin Simanjuntak.
Ia mendesak istri Ferdy Sambo itu untuk jujur dalam pemeriksaan kasus pembunuhan berencana ini.
Martin berpendapat, jika Putri terus-terusan menggaungkan narasi kekerasan seksual menjadi latar belakang pembunuhan berencana ini, malah justru memberatkan Putri.
Martin ingatkan kemampuan Jaksa Penuntut Umum dan Hakim dalam pemeriksaan ini sudah tidak perlu diragukan lagi.
Lebih-lebih, ada publik yang terus mengawal kasus pembunuhan Brigadir J.
"Yang paling baik dan paling benar adalah berkata jujur. Karena untuk berbohong itu sulit. Untuk berbohong itu, untuk melakukan argumen kita, kita harus menutupinya lagi untuk kebohongan. Secara spontanitas komunikasi kita akan ada jeda waktu."
"Kemampuan dari Jaksa Penuntut Umum dan Hakim untuk melakukan pemeriksaan itu jangan ditanyakan, mereka hebat-hebat, mereka punya skill disitu. Oleh karena itu berdasarkan kepercayaan publik ini juga penting."
"Karena publik akan terus mengawal baik motif maupun strategi yang mereka gunakan. Kalau masih melakukan narasi kekerasan seksual, bukan meringankan ini malah akan memberatkan mereka," kata Martin dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Minggu (28/8/2022).
Selanjutnya Martin mengingatkan mengenai pentingnya simpati dan empati dari keluarga Brigadir J untuk para tersangka yaitu Putri Candrawathi, Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal, Bharada Eliezer, dan Kuat Ma'ruf.
Jika mereka terus bersikeras tak mau jujur dan terus menggunakan narasi kekerasan seksual, keluarga akan sulit memaafkan mereka.
"Di samping itu selain kapabilitas dari Hakim dan opini publik, hal yang penting saat ini adalah simpati atau empati dari keluarga korban. Ini tidak akan bisa didapat oleh PC, FS, RR, dan KM yang perannya berbeda-beda."
"Keluarga akan sulit bersimpati dan berempati kepada mereka kala dalam hal ini apa yang terjadi masih seperti apa yang mereka sebut, melalui apa yang mereka sudah sampaikan pada rekayasa kasus di Duren Tiga, yaitu kekerasan seksual."
"Saya pastikan kalau ini (kekerasan seksual) masih menjadi narasinya dan strateginya, keluarga tidak akan pernah mau memaafkan mereka," terang Martin.
Dalam persidangan kasus pidana, adanya perdamaian, kesepakatan, atau pemberian maaf dari korban memiliki bobot besar di persidangan.
Hal itu juga bisa meringankan para tersangka, baik dalam persidangan atau terkait vonis hukuman.
"Salah satu pertimbangan hakim itu dalam tindak pidana adanya perdamaian, kesepakatan atau pemberian maaf. Itu bobotnya besar dalam persidangan," pungkasnya.
Dalam pemeriksaan perdananya, Putri Candrawathi bersikukuh menjadi korban pelecehan seksual.
Dia menyebut dirinya adalah korban tindakan asusila, padahal sebelumnya laporan mengenai tindakan pelecehan seksual Brigadir J sudah dihentikan.
Pengakuan Putri Candrawathi ini tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) ketika dirinya menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri.
"Ibu PC menjelaskan dalam pemeriksaan bahwa beliau adalah korban tindakan asusila atau kekerasan seksual dalam perkara ini. Itu dalam BAP disampaikan seperti itu," ujar pengacara keluarga Ferdy Sambo, Arman Hanis di Bareskrim Polri, Sabtu (27/8/2022) dinihari.
Pemeriksaan perdana terhadap Putri Candrawathi berlangsung kurang lebih sekitar 12 jam.
Dalam pemeriksaan itu Putri dicecar sebanyak 80 pertanyaan oleh penyidik.
"Kurang lebih ada 80-an (pertanyaan)," kata Arman.
Briptu Martin Gabe
Disebabkan karena isu pelecehan diungkit lagi oleh Putri Candrawathi, maka nama Martin Gabe kembali menyeruak.
Briptu Martin Gabe turut dilaporkan oleh pengacara Brigadir Yosua, Kamaruddin Simanjuntak, ke Bareskrim Polri, terkait dugaan laporan palsu.
"Hari ini kami buat laporannya tentang persangkaan atau pengaduan palsu sebagaimana dimaksud 317 dan 318 KUHP dengan terlapor Pak Ferdy Sambo, Ibu Putri, dan Briptu Martin Gabe," kata Kamaruddin dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat 26 Agustus 2022.
"Di mana Pak Ferdy Sambo dan Briptu Martin Gabe membuat laporan di Polres Jakarta Selatan tentang ancaman pengancaman pembunuhan atau penodongan katanya kan begitu."
"Demikian Ibu PC (Putri Candrawathi) membuat laporan polisi juga bahwa dia korban pelecehan dan atau kekerasan seksual," beber Kamaruddin Simanjuntak.
Briptu Martin Gabe menurut Kamaruddin membuat laporan model A yang diduga diperintahkan oleh Ferdy Sambo.
"Ini dari Polres Jakarta Selatan membuat LP (laporan) model A pada 8 dan 9 Juli 2022," kata Kamaruddin dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat 26 Agustus 2022 dilansir dari tribunjakarta.com.
Briptu Martin Gabe sebelumnya laporkan Brigadir J atas dugaan tindak pidana percobaan pembunuhan seperti yang dimaksud dalam Pasal 338 KUHP juncto pasal 53 KUHP.
"Martin adalah anggota Polres Jaksel. dia membuat laporan model A diduga atas perintah Sambo. Laporan model A itu kejahatan itu diketahui oleh penyidik dan penyidik yang menjadi pelapor," ujar Kamaruddin.
Kamaruddin menduga jika Briptu Martin Gabe ada di TKP tewasnya Brigadir J.
"Kemungkinan besar (Martin Gabe berada di TKP), makanya dia membuat laporan atau dia diperintah (Ferdy Sambo)," katanya.
Laporan atas percobaan pembunuh Brigadir J terhadap Bharada E itu tak terbukti.
Laporan itu dihentikan seusai penyidik melakukan gelar perkara.
"Berdasarkan hasil gelar tadi perkara ini dihentikan penanganannya," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (12/8/2022).
Artinya, Brigadir J tidak terbukti melakukan tindak pidana percobaan pembunuhan terhadap Bharada E.
"Bukan merupakan peristiwa pidana sebagaimana rekan-rekan ketahui bahwa saat ini juga Bareskrim menangani LP terkait dugaan pembunuhan berencana dengan korban almarhum Brigadir Yosua," ujarnya.
Sejumlah rekan Briptu Martin Gabe sendiri sudah ditindak karena diduga melakukan obstruction of justice.
Antara lain Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto, AKBP Ridwan Soplanit yang sebelumnya menjabat Kasat Reskrim, dan AKP Rifaizal Samual, Kanit 1 Satreskrim.
Kemudian ada Ipda Arsyad Daiva Gunawan, Kasubnit I Unit I Satreskrim.
Kombes Budhi Herdi Susianto dan ketiga anak buahnya itu harus kehilangan jabatan dan kini ditempatkan di Yanma Mabes Polri.