Sosok.ID -Ancaman perang China vs Taiwan seakan bisa meletus kapan saja.
Awal Oktober 2021, China mulai mengirim pesawat tempur skala besar mendekati Taiwan.
Melansir Kontan, sejak Jumat (1/10) pekan lalu, selama 4 hari berturut, Taiwan melaporkan total hampir 150 pesawat Angkatan Udara China memasuki zona pertahanan udaranya.
Di antaranya hanya pada Senin (4/10) saja, tercatat sebanyak 59 pesawat tempur China melintas.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Pertahanan Taiwan Chiu Kuo-cheng bahkan menyebut China sudah memiliki kemampuan untuk menyerang Taiwan.
Bukan hanya itu, China diprediksi akan mampu melakukan invasi "skala penuh" pada tahun 2025.
“Pada tahun 2025, China akan membawa biaya dan gesekan ke titik terendah. Ia memiliki kapasitas sekarang, tetapi tidak akan memulai perang dengan mudah, harus mempertimbangkan banyak hal lain,” katanya, seperti dikutip Reuters.
Lantas bagaimana respon warga sipil Taiwan menanggapi gertakan China yang semakin mengkhawatirkan?
Seorang dokter gigi berusia 38 tahun di Taipei, mengatakan China punya alasan untuk tidak menyerang Taiwan, setidaknya dalam waktu dekat.
"China telah berusaha sangat keras untuk mempromosikan inisiatif reunifikasi damai Taiwan. Mereka tidak bisa tiba-tiba menggunakan kekerasan," kata seorang dokter gigi bernama Josh seperti dikutip dari laman Intisari.
"Selain itu, kami memiliki AS di belakang kami, China tidak akan ingin memulai perang dan menyeret AS ke dalamnya," tambahnya.
Ketika ditanya tentang apakah AS akan mengirim pasukan untuk mendukung Taiwan, 46 persen orang di pulau itu percaya ya dan 34 persen berpendapat sebaliknya, menurut survei terbaru.
Jika perang pecah, 48% percaya China daratan akan menang, 8% percaya tidak ada pihak yang akan menang.
China telah berulang kali mengancam pulau itu, tetapi belum ada penembakan sejak Krisis Selat Taiwan 1995-1996.
"Generasi muda Taiwan saat ini tidak pernah mengalami masa-masa penuh tekanan itu. Mereka tidak membentuk pola pikir takut perang," kata J. Michael Cole, peneliti Taiwan di Washington, AS.
Bonnie Glaser, direktur program Asia di Marshall Foundation di AS, mengatakan reaksi anak muda Taiwan tidak mengejutkan, karena mereka belum mengalami bahaya langsung.
"Kepemimpinan Taiwan tidak bisa mengatakan bahwa China akan menyerang besok, membuat orang bingung," kata Glaser.
"Saya tidak berpikir perang akan pecah dalam waktu dekat," tambahnya.
Wayne Tan, seorang profesor politik internasional di Universitas Chung Hsing di Taiwan, mengatakan kehati-hatian harus dilakukan ketika menafsirkan hasil jajak pendapat karena tujuan survei dapat mempengaruhi hasil.
Tan mengatakan China daratan dan Taiwan telah menangguhkan komunikasi bilateral sejak pemimpin Tsai Ing-wen berkuasa, yang berarti ketegangan tidak dapat diselesaikan tanpa intervensi asing, terutama Amerika.
"Itu membuat orang Taiwan optimis," kata Tan