Sosok.ID - Pemerintah pusat baru-baru ini mengungkapkan soal aturan yang bakal segera diterapkan soal syarat berpergian ke tempat umum.
Ya, belum lama ini pemerintah melontarkan wacana mengenai kartu sertifikat vaksin yang akan digunakan sebagai syarat masyarakat yang ingin berpergian.
Termasuk untuk bisa berkunjung ke tempat umum seperti pusat perbelanjaan.
Dengan rencana syarat penggunaan kartu sertifikat vaksin tersebut, kini muncul tren baru pencetakan kartu vaksin.
Namun ternyata pencetakan kartu sertifikat vaksin secara sembarangan disebut pakar keamanan siber justru berbahaya.
Hal itu berkaitan dengan kebocoran data melalui kartu vaksinasi yang dicetak tersebut.
Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja mengungkapkan kekhawatirannya tersebut belum lama ini.
Ardi Sutedja mengungkapkan hal tersebut untuk menanggapi maraknya masyarakat menyetak kartu sertifikat vaksinasi covid-19 melalui pihak ketiga.
"Masyarakat harus tahu ada risiko saat menyetak sertifikat vaksin melalui pihak ketiga, ada potensi kebocoran data yang tak diinginkan."
"Karena data mereka bisa disalahgunakan tanpa sepengetahuan pemilik sertifikat."
"Jadi itu masalah yang harus dijelaskan oleh pemerintah terkait boleh tidaknya menyetak sertifikat vaksin," kata Ardi saat dikonfirmasi, Kamis (12/8/2021) dikutip dari Tribunnews.com.
Sangat besar kemungkinan data diri berupa nomor induk kependudukan (NIK) masyarakat dicuri oleh pihak yang tak bertanggungjawab saat pencetakan dilakukan.
"Saya harus sampaikan bahwa sertifikat vaksin itu mengandung data-data pribadi yang tak boleh diketahui orang lain, selain kita. Jadi di luar kita, enggak boleh orang tahu, karena kan ada NIK di sertifikat, kedua ada QR code, itu kan bisa di-scan, ketika di-scan mungkin ada orang yang punya alat membaca QR code itu, keluar lah data pribadi kita. Ini risiko yang harus diwaspadai," ujarnya.
NIK, sambung Ardi, sama seperti layaknya kunci brankas yang menyimpan harta seseorang, sehingga harus dilindungi setiap individu.
Memberikan NIK secara tak berhati-hati diibaratkannya seperti membuka peluang terjadinya kejahatan siber.
Membiarkan kartu sertifikat vaksin disimpan pihak ketiga juga berpotensi diduplikasinya data sehingga seseorang yang belum divaksinasi bisa memiliki kartu sertifikat palsu.
"Kalau memang orang ini sertifikat vaksinnya dipakai orang lain. Dia bisa masuk ke tempat-tempat yang butuh syarat vaksinasi. Kita kan enggak tahu itu orang udah divaksin apa belum, bisa saja disalahgunakan, padahal dia lagi kondisi terpapar, masuk mal, kita enggak tahu. Karena sudah ngeliat sertifikat kartu, sudah boleh gitu saja masuk," kata Ardi.
Hal yang lebih membahayakan adalah ketika data diri tersebut berpindah ke tangan orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya.
(*)