Sosok.ID-China, Rusia hingga Tesla, mengincar Bumi Cenderawasih Papua untuk proyek luar angkasa.
Tetapi masyarakat asli wilayah tersebut menolak keras upaya pembangunan stasiun peluncur satelit di tanah mereka.
Seorang kepala suku khawatir pembangunan itu membuat masyarakat Papua disuri dari tanah kelahirannya.
Ia bahkan menyebut bahwa protes yang dilakukan warga Papua mengenai hal itu membuat sebagian dari mereka ditangkapi aparat pemerintahan.
Dilansir dari Intisari, pada tahun 2017 lalu, Indonesia mempertimbangkan untuk kemungkinan kerjasama dengan China dan Rusia untuk mendukung ambisi pemerintah untuk mendirikan stasiun peluncur satelit pertama.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin.
Mengutip The Jakarta Post (10 Agustus 2017), Thomas mengatakan bahwa Indonesia juga akan berbicara dengan negara-negara lain yang memiliki pengalaman luas di bidang aeronautika seperti Jepang, Korea Selatan dan India untuk mendukung proyek tersebut.
Menurut LAPAN, Morotai di Maluku dan Biak di Papua adalah kandidat terkuat sebagai lokasi proyek mengingat kedekatannya dengan Samudra Pasifik.
Elon Musk juga pernah mengincar Papua untuk tempat landasan peluncuran SpaceX.
Namun, orang Papua menolaknya mentah-mentah.
The Guardian, Selasa (9 Maret 2021), melaporkan bahwa masyarakat Papua mengatakan bahwa perusahaan Musk tidak diterima di tanah mereka.
Kehadiran proyek SpaceX di Papua hanya akan menghancurkan ekosistem pulau mereka dan mengusir orang dari rumah mereka.
Pada bulan Desember lalu, Presiden Joko Widodo menawarkan pada Elon Musk untuk menggunakan sebagian pulau kecil Biak di Papua untuk landasan peluncuran SpaceX.
Seorang perwakilan pemerintah Indonesia mengatakan kepada Guardian bahwa pelabuhan antariksa yang direncanakan sedang dikembangkan melalui konsultasi dengan pemerintah Papua dan masyarakat setempat, dan bahwa pembangunan Biak sebagai “Pulau Antariksa” akan “membawa dampak ekonomi positif” bagi penduduk pulau.
Tetapi orang Papua di Biak sangat menentang, dengan alasan landasan peluncuran luar angkasa akan mendorong deforestasi, meningkatkan kehadiran militer Indonesia, dan mengancam masa depan mereka di pulau itu.
Seorang kepala suku di pulau itu, Manfun Sroyer, mengatakan dia khawatir orang Papua akan diusir dari rumah mereka.
“Pelabuhan antariksa ini akan membuat kita kehilangan tempat berburu tradisional kita, merusak alam yang menjadi sandaran hidup kita. Tapi, jika kami protes, kami akan langsung ditangkap.”
Badan antariksa Rusia, Roscosmos, juga bertujuan untuk mengembangkan situs peluncuran roket besar di pulau Biak pada tahun 2024.
“Pada tahun 2002, Rusia menginginkan tanah kami untuk peluncuran satelit. Kami protes dan banyak yang ditangkap dan diinterogasi… sekarang mereka membawanya kembali, dan pelecehan dan intimidasi ini masih berlangsung,” kata Manfun Sroyer.
Biak adalah bagian dari provinsi Papua, di mana kampanye pemisahan diri telah berlangsung selama beberapa dekade melawan pemerintahan Indonesia.
Pantai timur Biak menghadap Samudera Pasifik, dan lokasinya, satu derajat di bawah khatulistiwa.
Ini sangat ideal untuk meluncurkan satelit orbit rendah untuk komunikasi, dengan lebih sedikit bahan bakar yang dibutuhkan untuk mencapai orbit.
Kedekatannya dengan cadangan sumber daya alam juga menjadikannya kandidat utama untuk lokasi peluncuran.
Musk berencana meluncurkan 12.000 satelit pada tahun 2026 untuk menyediakan internet murah berkecepatan tinggi melalui layanan internet Starlink.
Sumber daya alam Papua Barat yang luas termasuk tembaga dan nikel, dua logam terpenting untuk roket serta baterai jarak jauh yang digunakan dalam kendaraan listrik (EV) Tesla.
Tujuan Jokowi lainnya juga untuk memikat Tesla ke Indonesia, mempromosikan cadangan nikelnya, untuk menjadikannya produsen EV terbesar kedua di Asia Tenggara.
Jika berhasil, operasi Tesla dan SpaceX dapat lebih mempercepat ekstraksi sumber daya di Papua dan Papua Barat.
Musk mengatakan kepada pejabat Indonesia pada bulan Juli tahun lalu bahwa Tesla akan menawarkan “kontrak besar untuk jangka waktu yang lama jika Anda menambang nikel secara efisien dan dengan cara yang ramah terhadap lingkungan”.
Tetapi orang Papua dan pakar lingkungan khawatir lokasi peluncuran akan semakin merusak ekosistem pulau.
Baca Juga: NASA Pernah Mendadak Kejutkan Dunia dengan Temuan 'Tulang Paha' di Mars, Benarkah Ada Kehidupan?
“Ini pulau kecil,” kata Benny Wenda, pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) kepada Guardian. “Itu sudah merusak ekosistem dan mengancam kelangsungan hidup masyarakat Biak. Mereka hanya ingin hidup sederhana, tanpa kehancuran ini datang ke pulau.”(*)