Sosok.ID - China yang menikmati kegemilangan di tengah pandemi covid-19 terancam bakal mengalami kemerosotan drastis beberapa tahun kedepan.
Bahkan China bakal kalah jauh dari Indonesia bila momentum itu bisa dimanfaatkan oleh RI.
Bukan tanpa alasan, ternyata ancaman kehancuran China memang benar adanya.
Meski ada ancaman dari luar, tetapi yang lebih menakutkan adalah ancaman dari dalam negeri sendiri.
Hal itu diketahui setelah pertumbuhan penduduk di Tiongkok sebentar lagi mendekati titik nol.
Data pemerintah menunjukkan pada hari Selasa (11/5/2021), ini dikarenakan lebih sedikit pasangan yang memiliki anak.
Kondisi tersebut semakin menambah ketegangan pada masyarakat yang menua dengan tenaga kerja yang menyusut.
Melansir AP yang mengutip Biro Statistik Nasional yang mengumumkan setelah sensus satu dekade, populasi meningkat 72 juta orang selama 10 tahun terakhir menjadi 1,411 miliar pada 2020. Dikatakan pertumbuhan tahunan rata-rata 0,53%, turun 0,04% dari dekade sebelumnya.
Para pemimpin China telah memberlakukan pembatasan kelahiran sejak 1980 untuk menahan pertumbuhan penduduk.
Akan tetapi, hal tersebut dikhawatirkan akan menyebabkan jumlah orang usia kerja turun terlalu cepat, sehingga mengganggu upaya untuk menciptakan ekonomi yang sejahtera.
Pemerintah China kemudian telah meringankan kebijakan pembatasan kelahiran.
Akan tetapi, pasangan suami-istri di China menunda memiliki anak karena biaya yang tinggi, perumahan yang sempit, dan diskriminasi pekerjaan terhadap para ibu.
"Sumber daya tenaga kerja masih melimpah," kata direktur badan statistik, Ning Jizhe, pada konferensi pers seperti yang dikutip AP.
Data statistik China menunjukkan, persentase anak-anak dalam populasi naik tipis dibandingkan dengan tahun 2010, sementara persentase warga berusia 60 tahun ke atas meningkat lebih cepat.
Selain itu, kelompok pekerja potensial berusia 15 hingga 59 tahun menyusut menjadi 894 juta, turun sekitar 5% dari puncak tahun 2011 sebesar 925 juta.
"Perubahan pembatasan kelahiran dan kebijakan lainnya mendorong pemulihan populasi kelahiran,” kata Ning.
Baca Juga: Terlalu Pro, Pria Ini Kencani dan Tipu 20 Wanita, 3 Korbannya Ternyata Tinggal Seatap
Namun, dia mengatakan ada 12 juta bayi yang lahir tahun lalu, turun 18% dari laporan tahun 2019 sebanyak 14,6 juta.
China, bersama dengan Thailand dan beberapa negara berkembang Asia lainnya, menghadapi apa yang oleh para ekonom disebut tantangan apakah ia dapat menjadi kaya sebelum menjadi tua.
Beberapa ahli memperingatkan China bisa menghadapi "bom waktu demografis."
Merefleksikan sensitivitas masalah ini, badan statistik mengambil langkah yang tidak biasa bulan lalu dengan mengumumkan adanya pertumbuhan populasi pada tahun 2020, tetapi tidak memberikan secara rinci jumlah totalnya.
Kebijakan itu tampaknya merupakan upaya untuk menenangkan perusahaan dan investor setelah The Financial Times melaporkan sensus China mungkin akan mencatatkan penurunan yang mengejutkan.
“Kami lebih prihatin tentang penurunan cepat populasi usia kerja,” kata Lu Jiehua, profesor studi populasi di Universitas Peking.
(*)