China Endus Pergerakan Mata-mata di Laut China Selatan, Curiga Kapal Norwegia Buntuti Aktivitas Militer Beijing atas Perintah AS

Rabu, 12 Mei 2021 | 16:37
China Military

(Ilustrasi) Kapal sipil Norwegia dicurigai China memata-matai aktivitas militer mereka atas suruhan AS di Laut China Selatan.

Sosok.ID - China, mencurigai militer Amerika Serikat (AS) menyewa kapal sipil Noerwegia untuk memata-matai mereka.

Media pemerintah China, Global Times, mengabarkan berita tersebut.

Analis pada hari Senin (10/5/2021) memperingatkan bahwa militer AS tampaknya menyewa kapal Norwegia yang misterius untuk pengintaian dekat pulau Taiwan, dan di Laut China Selatan.

Inisiatif Probing Situasi Strategis Laut China Selatan (SCSPI), sebuah lembaga pemikir yang berbasis di Beijing, mengatakan pada hari Minggu menyoroti adanya operasi yang dirahasiakan yang dilakukan Amerika.

Baca Juga: Ada Udang di Balik Batu, Terungkap Sudah Alasan China Terjunkan Kapal-kapal Induknya ke Laut China Selatan, Bukan Sekadar Latihan Militer?

"Grand Canyon II, kapal pendukung konstruksi multiperan yang tampaknya berafiliasi dengan Helix Energy, sebuah perusahaan jasa minyak dan gas AS, dan memiliki banyak koneksi dengan militer AS, telah melakukan operasi yang dirahasiakan selama beberapa bulan terakhir," lapornya.

Pada awal Maret, kapal tersebut tiba di Yokosuka, Jepang, dari Guam untuk membawa helikopter MH-60S Seahawk yang diselamatkan pada 17 Maret setelah jatuh ke laut dalam 92 mil laut di timur ke Okinawa.

Pesawat tersebut jatuh pada 25 Januari 2020 setelah lepas landas dari kapal komando amfibi USS Blue Ridge, kapal bendera Armada ke-7 AS.

Baca Juga: Akan Sulap Pulau di Laut China Selatan jadi Markas Militer hingga Pasang Kamera Pengintai, Filipina: Tujuannya Usir Kapal China dari ZEE Kami

Menurut data pelacakan yang dirilis oleh SCSPI, Grand Canyon II telah beroperasi di dekat pulau Taiwan dan di Laut China Selatan selama sebulan terakhir, yang menimbulkan tanda tanya, memunculkan kecurigaan.

Data menunjukkan, sejak akhir tahun 2020, kapal tersebut telah tinggal di Taichung dan Kaohsiung di pulau Taiwan, serta Nagasaki dan Yokosuka di Jepang.

Kecurigaan ini diperkuat setelah pengamat menunjukkan bahwa Angkatan Laut AS memiliki pelabuhan di Nagasaki dan Yokosuka.

Seorang ahli yang enggan disebutkan namanya, pda Senin melapor kepada Global Times, bahwa Grand Canyon II diduga disewa untuk misi khusus.

Baca Juga: Dominasi di Laut China Selatan, Tiongkok Kirim Kapal Induk Kedua untuk Latihan Militer, Buktikan Agresi Xi Jinping Bukan Gertak Sambal

Hal ini dilihat dari data pelacakan kapal yang menunjukkan kapal itu tinggal di dekat pulau Taiwan untuk waktu yang lama.

Terlebih Grand Canyon II pernah bekerja dengan militer AS, sehingga sangat mungkin armada itu menjadi kapal mata-mata yang disewa oleh militer AS, kata ahli.

Di sisi lain, AS memiliki sejarah menggunakan kapal sipil untuk misi militer.

Wei Dongxu, seorang ahli militer yang berbasis di Beijing mengatakan, kapal khusus ini dapat mendukung Angkatan Laut AS dalam pengintaian dan pengumpulan intelijen di dekat pulau Taiwan.

Baca Juga: Bermasalahdi Laut China Selatan, China dan Indonesia Kepergok Latihan Bersama di Perairan Jakarta, Kok Bisa?

Grand Canyon II, kata Wei, dapat melakukan misi pengintaian dan penyadapan dengan mengumpulkan sinyal radio di sekitarnya.

Ia juga dapat menempatkan perangkat pendeteksi ke laut untuk survei hidrologi atau bahkan menggunakan perangkat sonar untuk melacak aktivitas kapal selam.

Wei mencatat kapal itu juga bisa berfungsi sebagai pangkalan rahasia dan agen khusus dapat menggunakannya untuk transportasi dan operasi rahasia.

SCSPI sebelumnya mengungkapkan bahwa militer AS juga menyewa pesawat pribadi untuk operasi pengintaian jarak dekat di China.

Baca Juga: Mucul Ketakutan Samudra Pasifik Disulap China Jadi Pangkalan Miiliter Armada Drone Pengintai Tak Berawak, Strategi Serupa di Laut China Selatan

Misalnya, pada 31 Maret 2020, perusahaan AS Tenax Aerospace mengerahkan pesawat pengintai maritim Bombardier CL-604 ke Pangkalan Udara Kadena di Okinawa.

Pesawat tersebut melakukan lebih dari 250 flybys pengintai jarak dekat di China sebelum kembali ke AS pada 17 Maret tahun ini.

Laporan luar negeri mengatakan bahwa berurusan di "zona abu-abu" membutuhkan jenis manuver yang lebih fleksibel karena mereka menghadapi lebih sedikit tekanan diplomatik yang dibawa oleh risiko konfrontasi militer langsung.

Ironisnya, kegiatan pengintaian dekat militer AS di China dengan pesawat dan kapal sipil terjadi pada saat AS secara bersamaan meningkatkan ancaman dari "milisi maritim" China.

Baca Juga: Tantang Sikap Sekonyong-konyong China, Filipina Dorong Nelayannya Terus Memancing di Laut China Selatan: Ini Tidak Berlaku Bagi Kami!

AS menyulut masalah ini di tahun 2021 ini, dan mengirim kapal penjaga pantai ke Samudra Pasifik bagian barat.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, selama konferensi pers pada 6 April mengatakan, tuduhan yang diduga "milisi maritim" China mengungkapkan niat jahat yang didorong oleh motif tersembunyi dan manuver ceroboh seperti itu tidak akan berhasil karena seluruh dunia dapat melihatnya.

AS harus melihat lebih dekat pada "milisi maritim" mana yang merupakan ancaman nyata bagi perdamaian dan stabilitas kawasan, kata para analis. (*)

Tag

Editor : Rifka Amalia

Sumber Global Times