Sosok.ID - Di tengah ketegangan Laut China Selatan, Prancis mengerahkan kapal selam bertenaga nuklir ke perairan yang disengketakan.
Di sisi lain tindakan agresif Beijing atas Laut China Selatan telah meningkatkan kekhawatiran baru.
Tetapi Angkatan Laut Prancis nekat terlibat memanaskan situasi.
Dilansir dari Express.co.uk, Rabu (21/4/2021), Angkatan Laut Prancis baru-baru ini mengungkapkan bahwa kapal selam serang bertenaga nuklir telah kembali dengan selamat setelah misi ke Laut China Selatan.
Unjuk kekuatan itu terjadi di tengah ketegangan yang memburuk antara China dan negara-negara tetangga di wilayah tersebut atas kendali serangkaian pulau strategis.
Tujuh bulan pengerahan menunjukkan kapal selam kelas Rubis menavigasi melalui perairan yang diperebutkan dengan panas, ketika Militer China berusaha untuk mendorong klaim strategis mereka atas titik nyala geopolitik.
Kapten kapal selam Prancis Antoine Delaveau mengatakan kepada Navy News bahwa kapal selam itu berhasil beroperasi sebagian tanpa terdeteksi.
Dia mengatakan kru telah mengarungi kapal, bernama Émeraude, "dengan diam-diam."
Baca Juga: Ancaman China, Jika Taiwan Merdeka Berarti Perang
Komandan menambahkan, kapal selam tersebut telah muncul ke permukaan sebelum bergerak melalui Selat Sunda antara Jawa dan Sumatera.
Captian Delaveau melaporkan bahwa Émeraude berhasil menyeberangi Laut Cina Selatan tanpa insiden.
Dia mengatakan kepada Navy News bahwa tujuan kapal selam itu adalah untuk memperkuat perjanjian navigasi internasional dengan "berlayar bebas" melalui laut yang saat ini diperebutkan antara China, Vietnam, dan Filipina.
Misi yang berhasil itu datang ketika ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China meningkat secara dramatis setelah rekaman muncul dari para perwira di atas kapal perang Angkatan Laut AS yang "menguntit" sebuah kapal induk militer China di Laut China Selatan.
Bocor ke media sosial, video tersebut menunjukkan kapal induk militer China, Liaoning, melakukan latihan militer hanya beberapa ribu meter dari kapal AS.
Seorang analis, Lu Li-shih, mantan instruktur di Akademi Angkatan Laut Taiwan, mengatakan foto itu adalah sejenis "perang kognitif" dari AS saat ketegangan di China Timur dan Selatan meningkat. (*)