Sosok.ID - Batas usia bagi seseorang untuk menikah dibuat tentunya karena memiliki alasan yang kuat.
Sebab pernikahan bukanlah hal yang bisa dilakukan seenak hati.
Karena itu, pernikahan yang melibatkan anak-anak di bawah umur dikecam bahkan dilarang.
Kendati demikian, nyatanya masih banyak terjadi pernikahan anak di bawah umur.
Seperti yang terjadi di Filipina ini.
Dilansir Sosok.ID dari Mirror, seorang bocah 13 tahun dinikahkan dengan pria seumuran dengan ayahnya.
Pria itu adalah Abdulrzak Ampatuan yang berusia 48 tahun.
Dia telah memiliki seorang anak yang seumuran dengan gadis itu.
Setelah menikah, Abdulrzak bahkan berharap gadis itu bisa merawat anaknya.
Foto-foto yang beredar menunjukkan suasana pernikahan yang digelar di Mamasapano di provinsi Maguindanao, Filipina pada 22 Oktober lalu itu.
Dalam sebuah foto, terlihat petani itu menggendong istrinya di pelaminan.
Foto lain yang memuakkan menunjukkan dia mencium pipi gadis tersebut.
Meskipun menikahi seorang anak bau kencur, tak terlihat penyesalah sedikit pun dari Abdulrzak.
"Saya senang bisa menemukanya dan menghabiskan hari-hari merawat anak-anak saya bersamanya," katanya.
Abdulrzak sendiri telah berencana untuk memiliki momongan ketika istrinya berusia 20 tahun nanti.
Dia juga berencana untuk menyekolahkan istrinya sembari menunggunya siap memiliki keturunan.
Di beberapa wilayah di Filipina, terutama di kawasan Mindanao yang mayoritas penduduknya Muslim, pernikahan anak di bawah umur diperbolehkan selama mereka telah mencapai pubertas.
Data United Nations Children (UNICEF) menunjukkan bahwa negara itu memiliki jumlah pengantin anak tertinggi ke-12 di dunia.
Di mana sejauh ini sudah tercatat sebanyak 726.000 pernikahan anak.
Kelompok pegiat Girls Not Bride yang berbasis di London mengatakan pernikahan anak melanggar hak kesehatan, pendidikan, dan kesempatan mereka.
Organisasi itu mengatakan: "Pernikahan anak adalah pelanggaran hak asasi manusia yang harus kita akhiri untuk mencapai masa depan yang lebih baik untuk semua.
"Terisolasi dan terkekang, gadis yang sudah menikah sering kali merasa tidak berdaya.
"Hak-hak dasar atas mereka atas kesehatan, pendidikan dan keselamatannya dirampas.
"Pengantin anak belum siap secara fisik maupun emosional untuk menjadi istri dan ibu."
(*)