Sosok.ID - Setelah enam bulan sembuh dari virus corona, seorang peneliti nekat menginfeksi dirinya dengan Covid-19.
Hal itu dilakukan untuk membuktikan bahwa imunnya sudah kebal terhadap Covid-19 atau belum.
Dilansir Sosok.ID dari Oddity Central, ialah seorang mantan peneliti di Vector Center of Virology and Biotechnology di Koltsovo, Novosibirsk, Rusia yang bernama Alexander Chepurnov.
Pria 69 tahun itu terinfeksi Covid-19 pada akhir Fenruari 2020 lalu.
Ahli virus itu merasa tidak enak badan, dengan demam tinggi, nyeri di bagian dada, serta kehilangan indra penciumannya saat ia tengah liburan di Perancis.
Kala itu tidak ada fasilitas untuk mengecek virus corona di Eropa.
Jadilah dia pulang ke Novobirsk di mana dia didiagnosis menderita pneumonia ganda.
Dia beruntung karena berhasil pulih dan sebulan kemudian ia melakukan antibodi.
Hasil tes memastikan bahwa dia telah terinfeksi virus yang pertama kali dilaporkan di Kota Wuhan, China itu.
"Saya adalah orang pertama di tim saya yang terinfeksi Covid-19," kata pria yang kini bekerja di Institute of Clinical and Experimental Medicine itu, kepada The Komsomolskaya Pravda.
"Kami mulai mengikuti cara antibodi 'berperilaku' seberapa kuat mereka, dan berapa lama mereka tinggal di dalam tubuh.
"Pengamatan menunjukkan bahwa mereka cepat menurun.
"Pada akhir bulan ketiga sejak saya merasa sakit, antibodi tidak terdeteksi lagi."
Penemuan itu membuat Chepurnov khawatir.
Dia kemudian memutuskan melakukan uji coba untuk melihat bagaimana sistem kekebalannya akan merespons ketika terpapar virus corona untuk yang kedua kalinya hanya dalam beberapa bulan.
Oleh karena itu, dia sengaja berkumpul dengan pasien Covid-19 tanpa menggunakan alat perlindungan diri (APD) sama sekali.
Sayangnya ketakutan terbesarnya terjadi.
"Pertahanan tubuh saya turun tepat enam bulan setelah saya terinfeksi untuk yang pertama kalinya.
"Gejala pertama yang muncul adalah sakit tenggorokan.
"Smear PCR nasofaring menunjukkan reaksi positif terhadap Covid-19 pada siklus ke-27.
"Dua hari kemudian, sudah berada pada siklus ke-17 yang sebuai dengan titer virus yang tinggi.
Parahnya, serangan kedua Covid-19 lebih buruk dari yang pertama.
Chepurnov bahkan harus menjalani rawat inap setelah saturasi oksigennya turun di bawah 93 persen.
Dia mengalami demam lebih dari 39 derajat Celcius selama lima hari berturut-turut, kehilangan indra penciumannya, persepsi rasa berubah dan pneumonia ganda.
Untungnya cobaan itu berlalu agak cepat karena setelah dua minggu Chepurnov sudah sembuh total dari virus corona.
Namun, hasil eksperimen yang mengancam nyawanya itu membuat peneliti Rusia cemas.
Mereka kini percaya bahwa tidak akan ada kekebalan kolektif terhadap virus SARS-CoV-2.
"Kami membutuhkan vaksin yang dapat digunakan berkali-kali, vaksin rekombinan tidak akan cocok," kata Chepurnov kepada media Rusia.
"Setelah disuntik dengan vaksin berbasis vektor adenoviral, kami tidak akan dapat mengulanginya karena kekebalan terhadap pembawa adenoviral akan terus mengganggu."
(*)