Bukan Terapkan Social Distancing Ataupun Pakai Masker, Presiden Ini Justru Wajibkan Rakyatnya ke Tempat Ibadah Untuk Cegah Covid-19, Ternyata Ampuh Cegah Penyebaran!

Jumat, 23 Oktober 2020 | 17:30
The Strait Times

Bukan Terapkan Social Distancing Ataupun Pakai Masker, Presiden Ini Justru Wajibkan Rakyatnya ke Tempat Ibadah Untuk Cegah Covid-19, Ternyata Ampuh Cegah Penyebaran!

Sosok.ID - Sebuah kabar mengejutkan datang dari salah satu negara di Benua Afrika satu ini.

Kabar itu berkaitan dengan penanganan virus corona yang disebut di luar dugaan manusia.

Presiden Tanzania, John Magufulli menerapkan cara yang tak biasa dalam menangani wabah virus corona di negaranya.

Namun cara yang berbeda dengan apa yang dilakukan oleh negara-negara lain tersebut justru terlihat ampuh.

Oleh kebijakan yang diambil dalam penanganan covid-19 itupun membuat Magufulli kini terpilih kembali jadi presiden.

Baca Juga: Sebut Virus Corona hanya Konspirasi Semata, Seorang Pelajar SMA Nekat Maki-maki Polisi yang Menegurnya Gegara Tak Pakai Masker

Meski covid-19 diketahui telah menyebar di negaranya, Magufulli justru tidak menerapkan aturan jaga jarak ataupun tetap di rumah.

Ia justru mengeluarkan arahan pada rakyatnya untuk datang ke tempat-tempat ibadah seperti gereja dan masjid.

Rakyat sesuai arahan presiden Tanzania tersebut diminta untuk berdoa sesuai keyakinan mereka masing-masing.

" Virus corona, yang merupakan setan, tidak dapat bertahan hidup di dalam tubuh Kristus... Ia akan terbakar seketika," kata Magufuli sebagai pemeluk agama Kristen yang taat pada 22 Maret, dari altar gereja di ibu kota Tanzania, Dodoma.

Bahkan dalam pidatonya belum lama ini, Magufulli membicarakan mengenai tak pentingnya memakai masker dan jaga jarak.

Baca Juga: Negaranya Jadi yang Pertama Bisa Tangani Virus Corona, Xi Jinping Justru Diduga Positif Covid-19, Ini Gejala yang Ditunjukkan Presiden China!

Selain itu ia juga mempertanyakan beberapa pengujian pada hewan maupun buah yang manjur untuk menangani covid-19.

Dalam beberapa waktu sebelumnya, Presiden Tanzania ini pernah mengungkapkan buah-buahan dan hewan yang dinyatakan positif covid-19.

Pria berusia 60 tahun ini telah menjabat sebagai presiden sejak tahun 2015 lalu tidak setuju dengan penutupan perekonomian negara.

Ia pun mengecam tindakan yang diambil oleh negara-negara tetangganya yang memilih menerapkan pembatasan dalam berbagai hal termasuk perekonomian.

Melansir dari BBC, Kamis (22/10/2020), meski dianggap tak masuk akal tapi Magufulli mengaku memang begitulah gayanya dalam menangani pandemi ini.

Baca Juga: Sebut sang Paman Sembrono, Keponakan Donald Trump Beberkan Kecerobohan sang Presiden AS Soal Virus Corona

Menurut data Worldometers, sampai hari ini Tanzania mencatatkan total 509 kasus virus corona dengan 21 kematian dan 183 pasien sembuh.

Tanzania menempati urutan 178 dari 217 negara dan wilayah di dunia dalam jumlah kasus virus corona.

Untuk menekan belanja negara lantaran penurunan ekonomi akibat pandemi, Magufulli juga mengambil kebijakan yang tak biasa lainnya.

Seperti untuk pertama kalinya membatalkan perayaan kemerdekaan sejak 54 tahun Tanzania berdiri.

Selain itu kebijakan lainnya seperti kerja bakti massal termasuk dirinya yang ikut memungut sampai di sekitar istana negara.

Baca Juga: Si Kejam Kim Jong Un Menangis Saat Bicarakan Kesulitan Korea Utara Hadapi Bencana, Sanksi, dan Corona

Apa yang dilakukan oleh Magufulli tersebut diungkapnya lantaran mencontoh pendahulunya sebagai seorang pemimpin negara.

Yakni Mwalimu Julius Nyerere yang dikenal memiliki pendirian teguh dalam memimpin negaranya.

"Bapak pendiri kami bukanlah seseorang yang diarahkan untuk diberitahu apa yang harus dilakukan... Mereka yang merancang aturan semacam ini (lockdown) terbiasa membuat arahan yang ditolak oleh pendiri kami," kata Magufuli dikutip dari BBC, merujuk pada kebiasaan Nyerere menolak nasihat negara-negara Barat.

"Saya tahu apa artinya menjadi miskin. Saya akan berusaha membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat," tambah Magufuli, yang semasa kecil tinggal di rumah dari jerami rumput dan ikut menggembalakan ternak serta menjual susu dan ikan untuk menghidupi keluarganya.

Meskipin telah mengumumkan kasus covid-19 pada 16 Maret silam, dan menutup sekolah-sekolah serta lembaga pembelajaran, diketahui pemerintah Tanzania kini tidak lagi mengabarkan mengenai perkembangan penanganan virus corona.

Baca Juga: Dekat dengan Indonesia, Imbas Mengerikan Covid-19 Dialami Negara Ini, dari Perusahaan Penerbangan Ganti Jual Gorengan, Sampai Pulau Hantu!

Pasar dan tempat kerja lainnya tetap buka seperti biasa, begitu pun dengan rumah-rumah ibadah.

"Kami punya sejumlah penyakit virus, termasuk AIDS dan campak. Ekonomi kami harus diutamakan. Tidak boleh tertidur... hidup harus terus berjalan," ujar Magufuli.

"Negara-negara (di wilayah lain) Afrika akan datang ke sini untuk membeli makanan di tahun-tahun mendatang... mereka akan menderita karena mematikan perekonomiannya."

Meski kebijakan yang diambil Magufulli disebut ampuh dalam tanda kutip, namun banyak pakar mengungkapkan hal yang berbeda.

Magufulli justru disebut mematikan nilai demokrasi Tanzania dalam hal berita perkembangan covid-19 di negaranya.

Baca Juga: Covid-19 Bikin Militer AS Ketar-ketir, Pejabat Tertinggi Pentagon Lakukan Karantina karena Corona

Rumah sakit di seluruh Tanzania tampak beroperasi normal, meski media independen dan LSM belum bisa memastikan apakah aksesnya dibatasi.

Di Tanzania hanya sedikit yang berani menentang Magufuli dan siapa pun yang membangkang akan menghadapi konsekuensi berat.

Pernyataan presiden seringkali bersifat final, kata Zitto Kabwe pemimpin opisisi yang telah ditangkap belasan kali sejak 2016.

Baca Juga: Dulu Sepelekan, Trump Merasa 'Luar Biasa' Setelah Tubuhnya Sendiri Terinfeksi Corona, Masih Salahkan China

"Negara ingin kami tetap diam, mereka mengancam kami. Senjata terbaik kami adalah berbicara dan lebih meradikalisasi," katanya kepada kantor berita AP pada Juli.

Jika Magufuli memenangkan masa jabatan keduanya, dia berjanji akan melanjutkan pembangunan infrastruktur dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Akan tetapi jika gaya pemerintahannya tidak berubah, beberapa aktivis oposisi, jurnalis independen, dan kritikus akan khawatir dengan masa depan mereka.

(*)

Tag

Editor : Andreas Chris Febrianto Nugroho

Sumber Associated Press, BBC