Sosok.ID - Dunia internasional sedang digemparkan oleh kabar pemimpin negara adidaya, Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang terjangkit virus corona.
Tak hanya sendirian, istri Trump pun juga dikabarkan positif terinfeksi covid-19.
Padahal sebelumnya Trump sempat mengikuti debat calon kepala negara yang baru bersama Joe Biden.
Selain itu, Trump juga sempat buat kontroversi saat tak percaya dirinya bisa terinfeksi virus corona.
Presiden Amerika Serikat ( AS) Donald Trump dinyatakan positif Covid-19, hanya sebulan dari pemilihan pilpres (pilpres) AS pada 3 November.
Trump dan istrinya, Melania, mulai hari ini (2/10/2020) bakal menjalani karantina dalam rawat jalan virus corona.
Lantas bagaimana nasib pilpres AS apabila kondisi presiden berusia 74 tahun itu tak membaik atau bahkan meninggal?
Dilansir dari Sky News, catatan kesehatan Trump pada Juni mengkategorikan dia obesitas sehingga berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi serius akibat Covid-19.
Jika dia tak kunjung sembuh atau meninggal akibat infeksi - atau jika situasi yang sama juga menimpa Joe Biden - akan ada konsekuensi yang signifikan dan belum pernah terjadi sebelumnya di pilpres AS.
Meski belum pernah terjadi sebelumnya, ada proses baku yang sudah ditetapkan untuk kondisi seperti ini.
Menurut aturan Komite Nasional Republik (RNC), posisi capres yang kosong karena meninggal akan diisi dengan cara yang sama seperti calon presiden dipilih di konvensi nasional.
Total 168 anggota RNC yakni 3 dari setiap negara bagian AS dan masing-masing 3 dari 6 teritori District of Columbia, Samoa Amerika Guam, Kepulauan Mariana Utara, Puerto Rico, dan Kepulauan Virgin AS - akan memberikan suara mereka dan kandidat bakal dipilih oleh suara mayoritas.
RNC wajib memilih kembali capres baru mereka, yang artinya tidak secara otomatis jatuh ke wakil presiden saat ini yaitu Mike Pence, meski secara konstitusional dia akan diminta mengisi posisi presiden secara interim.
Begitu pun dengan Komite Nasional Demokrat (DNC) yang memiliki aturan serupa.
Total 447 anggotanya akan memilih kandidat baru setelah ketua DNC berkonsultasi dengan para pemimpin di Kongres, dan dengan gubernur negara bagiannya.
Biasanya nama capres akan dicantumkan di surat suara dan pilpres akan berlanjut seperti biasa. Namun prosesnya akan sangat berat jika terjadi tak lama jelang 3 November.
Selain itu, masing-masing negara bagian memiliki tenggat waktu yang berbeda ketika partai mengganti capresnya di surat suara.
Tenggat waktu itu mungkin sudah lewat di sebagian besar negara bagian.
Anggota Electoral College mungkin akan diminta para elektorat untuk menghitung suara capres yang meninggal sebagai suara untuk penggantinya, tetapi tidak diketahui pasti apakah ini sejalan dengan keinginan para pemilih - yang berpotensi menyebabkan perselisihan dan bisa jadi kasusnya dibawa ke meja hijau.
Mungkin juga Kongres menunda pilpres, walau tidak pernah terjadi dalam sejarah "Negeri Paman Sam".
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bagaimana Nasib Pilpres AS jika Trump Meninggal atau Tak Bisa Memimpin?"