Jelas-jelas Darah dan Air Ketuban Mengalir dari Sela Pakaian, Seorang Wanita Harus Kehilangan Buah Hatinya Gegara Petugas Ogah Tangani Karena Belum Rapid Test

Jumat, 21 Agustus 2020 | 15:30
Kolase Freepik/Youtube

(ilustrasi) Jelas-jelas Darah dan Air Ketuban Mengalir dari Sela Pakaian, Seorang Wanita Harus Kehilangan Buah Hatinya Gegara Petugas Ogah Tangani Karena Belum Rapid Test

Sosok.ID - Pasangan muda ini masih dalam suasana berkabung setelah buah hati mereka meregang nyawa sesaat setelah dilahirkan.

Pengalaman yang tak bakal dilupakan oleh pasangan suami istri ini memang sangat pahit.

Hal itu terjadi lantaran aturan mengenai rapid test yang menurut mereka kurang disosialisasikan.

Gusti Ayu Arianti (23) tak pernah menyangka akan kehilangan jabang bayi dalam kandungannya saat setelah dilahirkan.

Apa yang dialaminya tersebut membuat wanita muda tersebut terpukul.

Baca Juga: Awalnya Dikira Korban Kecelakaan, Wartawan Media Online di Mamuju Ditemukan Tewas dengan Tubuh Dipenuhi 17 Luka Tusukan, Sepatu yang Tertinggal di TKP Diduga Milik Sosok Pembunuhnya

Ditambah lagi pengalaman buruk ini lantaran penanganan medis yang menurutnya terlambat hingga mengakibatkan ia gagal melahirkan anaknya dengan selamat.

Warga Pejanggik, Kota Mataram tersebut sebenarnya telah merencanakan persalinan di salah satu rumah sakit di kota tersebut.

Namun saat tiba waktunya bersalin, dan ia dibawa oleh sang suami ke rumah sakit, hal tak terduga terjadi.

Sebelum penanganan medis dilakukan pada dirinya yang sudah akan melahirkan tersebut, ia harus menjalani rapid test.

Baca Juga: Korea Selatan dan Negara-negara Musuh Harus Kian Waspada, Kekuasaan Korea Utara Lambat Laun Diserahkan ke Adik Kim Jong Un yang Disebut Sangat Kejam, Ini Buktinya!

Hal itu dikatakan sudah menjadi tata cara di rumah sakit tersebut sebelum tenaga medis menangani pasien yang baru saja datang.

Tetapi keadaan yang dialami oleh perempuan berusia 23 tahun tersebut berbeda kala itu.

Ia sudah mengalami pendarahan dan pecah ketuban.

Sedikit saja terlambat penanganannya, makan jabang bayi di dalam kandungannya akan tak terselamatkan.

"Ketuban saya sudah pecah, darah saya sudah banyak yang keluar dari rumah, tapi saya tidak ditangani, kata petugas saya harus rapid test dulu," kata Arianti yang dikutip dari Kompas.com, Rabu (19/8/2020) malam.

Baca Juga: Pergi ke Kamar Mandi Saat Mabuk, Gadis 16 Tahun Dibawa ke Kamar Hotel dan Diperkosa 30 Pria, Beberapa Pelaku Abadikan Aksinya di Ponsel

Arianti dan suaminya, Yudi Prasetya (24) pun baru tahu mengenai peraturan tersebut saat berada di rumah sakit.

Hal itulah yang menjadi sebab bayi dari Arianti tersebut terlambat ditangani hingga harus meregang nyawa.

Menurut pasangan muda ini, keduanya tak tahu menahu mengenai peraturan rapid test sejak pemeriksaan kandungan.

"Saya itu kecewa, kenapa prosedur atau aturan ketika kami akan melahirkan tidak diberitahu bahwa wajib membawa hasil rapid test," kata Arianti.

Menurutnya, tak semua ibu hamil yang hendak melahirkan mengetahui aturan tersebut.

Baca Juga: Jatuh Miskin Setelah 4 Tahun Mendekam Dipenjara, Penderitaan Saipul Jamil Bertambah Gegara Harus Jual Semua Harta Demi Kehidupannya di Bui, Ingin Lakukan Ini Saat Bebas!

(FITRI R) via Kompas.com
(FITRI R) via Kompas.com

I Gusti Ayu Arianti(23), warga Lingkungan Pajang, Kelurahan Pejanggik, Kota Mataram, mengaku kecewa karena lambannya penanganan pihak RSAD Wira Bhakti Kota Mataram, yang memintanya rapid tes saat hendak melahirkan.

"Ibu-ibu yang akan melahirkan kan tidak akan tahu ini, karena tidak pernah ada pemberitahuan ketika kami memeriksakan kandungan menjelang melahirkan, " kata Arianti.

Menurut Arianti, aturan itu tak akan memberatkan jika diberitahu sejak awal.

Dirinya pun akan menyiapkan dokumen hasil rapid test beberapa hari sebelum melahirkan.

Kejadian yang dialami olehnya tersebut terjadi pada hari Selasa (18/9/2020) pagi hari.

Baca Juga: Diduga Sudah Kewalahan Urusi Negaranya, Kim Jong Un Angkat Kim Yo Jong Jadi Pimpinan Tertinggi Kedua di Korea Utara

Arianti bersama suami dan ibunya, Jero Fatmawati, berangkat menuju RSAD Wira Bhakti Mataram.

Mereka memilih rumah sakit itu karena putri pertamanya juga lahir di sana.

Tiba di rumah sakit, perut Arianti semakin sakit. Ia meminta petugas jaga di RSAD segera menanganinya.

"Saya juga lapor kalau ketuban saya pecah dan ada banyak darah, " katanya.

Namun, karena tak ada fasilitas tes cepat, petugas memintanya melakukan rapid test di luar rumah sakit.

Baca Juga: Tak Kuasa Tahan Kesedihan, Komedian Ini Ungkap Rasa Sedih Lihat Nurul Qomar Diborgol Meski Serahkan Diri ke Kantor Polisi: Dia Bukan Penjahat yang Korupsi!

"Mereka bilang tidak ada fasilitas rapid test, tapi tidak menyarankan saya rapid test di laboraturium karena akan lama keluar hasilnya," kata Arianti.

Petugas jaga itu, kata Arianti, menyarankan dirinya melakukan rapid test Covid-19 di puskesmas terdekat.

"Mereka minta saya ke puskesmas terdekat dengan tempat tinggal saya, padahal saya sudah memohon agar dilihat kondisi kandungan saya, bukaan berapa menuju proses kelahiran, mereka tidak mau, katanya harus ada hasil rapid test dulu, " kata Arianti sedih.

Padahal menurutnya, petugas bisa saja menangani dirinya yang bersalin tersebut menggunakan alat pelindung diri (APD) lantaran keadaannya mendesak.

Meski demikian tetap saja Arianti tak bisa apa-apa dan harus kembali ke puskesmas untuk menjalani rapid test.

Baca Juga: Sekolah Nomor Satu Cinta Bisa Kapan Saja, Fitri Carlina Minta Lesty Kejora Selesaikan Kuliah Sebelum Naik Pelaminan dengan Rizky Billar: Lulus Dulu!

Saat berada di puskesmas pun Arianti yang telah meringik kesakitan meminta dokter yang bertugas untuk memeriksa kandungannya.

"Saya bilang waktu itu, dokter bisa tidak minta tolong, bisa tidak saya diperiksa, kira-kira sudah bukaan berapa, apakah saya akan segera melahirkan soalnya sakit, saya bilang begitu. Dokternya tanya, tadi sudah keluar air dan darah, dia bilang belum waktunya tanpa memeriksa saya, saya diminta tunggu hasil rapid test dulu," kata Arianti.

Ia pasrah jika sampai melahirkan di puskesmas.

Karena tidak tahan, Arianti pulang mengganti pembalut dan meminta ibunya menunggu hasil rapid test di Puskesmas Pagesangan.

Keluarganya pun meminta surat rujukan agar bisa ditangani di RSAD Mataram.

Tapi, petugas tak bisa mengeluarkan surat rujukan karena Arianti yang sedang mengganti pembalut tak ada di puskesmas.

Kepala Rumah Sakit ( Karumkit) RSAD Wira Bhakti Kota Mataram Yudi Akbar Manurung tak bisa memberikan penjelasan rinci terkait kasus itu.

Namun, Yudi membenarkan, Arianti mengunjungi RSAD Wira Bhakti saat itu.

Baca Juga: Mobilnya Tetiba Dihantam Kereta Saat Ngelive di Medsos, Penyanyi Ini Tewas di Depan Ratusan Penggemarnya yang Menonton dari Ponsel

"Memang awalnya pasien ini ke RSAD, kemudian ke puskesmas kemudian persalinannya di Rumah Sakit Permata Hati, pasien sempat menjelaskan ada cairan yang keluar, masih pada tahap konsultasi belum melakukan pemeriksaan," kata Yudi saat dikonfirmasi, Kamis (20/8/2020).

"Petugas kami menjelaskan, karena yang bersangkutan pasien umum, rapid test-nya berbayar, tapi kalau yang gratis di puskesmas dan RSUD Kota Mataram, kita sampaikan begitu dan tidak ada masalah, akhirnya dia ke puskesmas, dari puskesmas kemudian memilih ke Rumah Sakit Permata Hati," jelasnya.

Mengutip dari Kompas.com, Kepala Dinas Kesehatan NTB Eka Nurhandini menjelaskan, rapid test wajib bagi ibu hamil yang hendak melahirkan.

Hal itu diberlakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Baca Juga: Geram Dituding Pelihara Banyak Hewan Tak Lazim Sebagai Syarat Pesugihan, Ini yang Buat Ini Kaya Raya, Sebut Satu Transaksi Capai Rp 30 Juta

"Memang dari satgas covid-19 ada surat edaran yang mengatakan bahwa direkomendasikan ibu-ibu yang akan melahirkan melakukan rapid test, karena apa, ibu hamil itu adalah orang yang rentan, yang kemungkinan tertular itu adalah ibu hamil," kata Eka.

Selain itu, rapid test Covid-19 diperlukan untuk menentukan ruangan yang akan digunakan dan APD yang dipakai petugas saat menangani ibu hamil tersebut.

Jika hasil rapid test reaktif, ibu hamil harus dirawat di ruang isolasi, dipisahkan dari pasien lain.

"Kenapa diminta periksa di awal, karena persiapan dan kesiapan untuk proses kelahiran itu lebih prepare, jika reaktif ibu dan anak akan masuk ruang isolasi, petugas juga begitu akan mengunakan APD dengan level yang tinggi untuk perlindungan bagi petugas," kata Eka. (*)

Tag

Editor : Andreas Chris Febrianto Nugroho

Sumber Kompas.com, TRIBUN TIMUR.COM