Sukses Buat Penjajah Kapok Injakkan Kaki di Tanah Air, Inilah Tradisi Ngeri Suku Pedalaman di Kalimantan, Gemar Penggal Kepala Musuh untuk Dijadikan Koleksi hingga Mahar Pernikahan

Jumat, 01 Mei 2020 | 07:00
Tribun Travel

Suku pemburu kepala manusia di Kalimantan.

Sosok.ID - Sebagian wilayah di Indonesia memang telah berkembang pesat menjadi perkotaan yang memiliki berbagai fasilitas modern.

Namun, sebagian wilayah terutama di hutan belantara, masih terdapat suku-suku yang hidup dengan mengandalkan alam.

Suku-suku ini bahkan menyimpan budaya yang mengerikan.

Seperti suku-suku di Kalimantan ini.

Baca Juga: Ingin Jalani Hidup Layaknya Manusia Primitif, Pria Bule Ini Rela Membuang Kehidupannya yang Sukses Demi Tinggal Bersama Suku Pedalaman di Indonesia

Pada masa lalu, suku-suku di Kalimantan ini memotong kepala korbannya dan mengabadikannya sebagai piala atau untuk tujuan ritual.

Melansir TribunTravel dari laman theculturetrip.com, berikut dasar dan motif di balik perburuan kepala terkenal dan menakutkan di Kalimantan.

Pengayauan di Kalimantan

Pemburu kepala di Kalimantan aktif hingga sekitar satu abad yang lalu.

Baca Juga: Malas Hidup Modern, Bule Ini Pilih Tinggal Bersama Suku Pedalaman Indonesia Demi Jadi Manusia Alam Seutuhnya

Berbagai suku, termasuk Iban Sarawak, Saburut Murut dan Kadazan-Dusun membawa ketakutan bagi penjajah Inggris awal yang menginjakkan kaki di sana.

Inggris Victoria menjuluki Kalimantan sebagai 'Kalimantan Barbaric'.

Beberapa suku suka mengumpulkan kepala prajurit musuh untuk dibawa pulang sebagai piala atau sebagai bukti kemenangan mereka.

Yang lain harus membunuh dan membawa kepala musuhnya kembali ke desa untuk izin menikah.

Baca Juga: KKB Egianus Kogoya Cuma Kroco, Kisah Seorang Kepala Suku Papua Pimpin Pemberontakan Terbesar Bumi Cenderawasih, Namun Akhirnya Jadi Pendukung Indonesia Sejati

Terlepas dari motifnya, praktik pengayauan di Kalimantan telah membangkitkan minat dan menanamkan rasa takut pada orang luar selama beberapa generasi.

Wisatawan yang berkunjung ke rumah adat suku di Kalimantan ini dapat melihat beberapa tengkorak yang masih menggantung di atap.

Bahkan sampai sekarang, komunitas pedesaan masih memelihara kepala yang ditangkap oleh leluhur mereka.

Iban

Baca Juga: Seperti Sangkuriang! Seorang Ibu Nikahi Anak Kandungnya Sendiri Usai Suaminya Mati, Ternyata di Indonesia Juga Ada Suku yang Praktekan Inses

Iban adalah penduduk asli Sarawak dan kelompok etnis dominan di Borneo Malaysia .

Mereka merupakan 30 persen dari populasi Sarawak, meskipun beberapa juga dapat ditemukan di Brunei dan Indonesia .

Dikenal sebagai 'Dayak Laut' di era kolonial, orang - orang Iban terkenal sebagai pemburu kepala yang banyak ditakuti di Kalimantan.

Dengan keterampilan pelaut dan sifatnya yang galak, mereka dianggap sebagai suku Dayak yang terkuat dan tersukses.

Baca Juga: Malang Nasib Balita Ini, Usianya Baru 1 Tahun Malah Dinikahkan dengan Anjing, Baru Boleh Cerai di 'Perkawinan' Selanjutnya

Banyak suku dari negara-negara tetangga diyakini telah dihancurkan oleh orang-orang Ibran atau dipaksa untuk pindah akibat perang brutal dan berdarah.

Mengumpulkan kepala dan membawanya kembali ke desa adalah tanda kejantanan.

Suku Iban percaya bahwa memotong kepala memberi mereka roh yang pada gilirannya membuat sang kolektor lebih kuat.

Larangan yang diterapkan oleh Sir James Brooke dari Inggris pada 1800 menghambat praktik tersebut.

Baca Juga: Terakhir di Dunia, di Indonesia Masih Ada Suku Kanibal yang Eksis Sampai Sekarang, Ini Kegiatan Mereka!

Tapi tradisi kuno dihidupkan kembali selama pendudukan Jepang dalam Perang Dunia II.

Saat ini, sejumlah kecil pria Iban tua memiliki garis berlekuk di punggung tangan mereka.

Ini menunjukkan bahwa mereka telah membunuh dan memotong kepala seseorang sebelumnya.

Murut

Baca Juga: Yakini Bakal Terancam Tak Selamat di Alam Baka, Suku Pribumi Ini Jadikan Kepala Manusia Sebagai Mas Kawin untuk Calon Istri

Di masa lalu, suku Murut di Sabah Borneo ditakuti karena tradisi kuno praktik pengayauan.

Setelah masuk Islam atau Kristen, sebuah undang-undang anti-pengayauan oleh kolonial Inggris telah dilaksanakan, dan sejak itu telah dilarang dan dihilangkan.

Suku Murut adalah kelompok etnis terakhir di Sabah yang meninggalkan pengayauan.

Seperti halnya dengan Iban di Sarawak, mengumpulkan kepala musuh memainkan peran yang sangat penting dalam kepercayaan spiritual Murut, selain menggunakannya untuk melindungi desa mereka dari musuh potensial.

Baca Juga: Benci Laki-laki, Suku Ini Hanya Boleh Dihuni oleh Wanita, Begini Cara Mereka Dapatkan Keturunan Tanpa Suami

Misalnya, seorang pria hanya bisa menikah setelah dia menyerahkan setidaknya satu kepala kepada keluarga gadis yang diinginkan.

Mereka yang tidak mendapatkan kepala akan dikucilkan.

Kadazan

Perburuan kepala Kadazan di Kalimantan diikuti pendekatan yang lebih spiritual.

Baca Juga: Sejarah Baru Militer Indonesia, Mimpi 3 Anak Suku Baduy Terwujud Setelah Lulus Calon Prajurit TNI AD, Kalahkan Ratusan Orang Dari Jabar dan Banten

Kepala dikumpulkan dari musuh yang menyerang dan ditawarkan sebagai bukti kemenangan.

Korban Kadazan hampir selalu pejuang.

Anggota suku ini adalah rohaniawan dan percaya tubuh memiliki beberapa roh yang berangkat ke Gunung Kinabalu segera setelah kematian.

Seorang prajurit muda Kadazan perlu memenggal kepala korbannya dalam keadaan hidup untuk melestarikan semangatnya.

Baca Juga: Pulau Ini Dihuni Suku Paling Berbahaya di Dunia, Parahnya Bertetangga Dekat dengan Indonesia

Masyarakat mengadakan upacara khusus untuk menenangkan jiwa kepala.

Mereka percaya jika mereka menjaga semangat, itu akan melindungi desa mereka dari bencana.

Beberapa Kadazan masih melestarikan kepala yang dikumpulkan oleh leluhur mereka.

(TribunTravel/Ambar Purwaningrum)

Artikel ini telah tayang di Tribun Travel dengan judul Menelusuri Sejarah Pemburu Kepala di Tanah Kalimantan

Editor : Dwi Nur Mashitoh

Sumber : Tribun Travel

Baca Lainnya