Waduh, Para Tikus Berdasi Pemakan Duit Rakyat Bakal Bebas bersama 30.000 Napi Lain, Menteri Hukum dan HAM sampai Bongkar Aturan Lawas

Kamis, 02 April 2020 | 15:10
pixabay.com/Ichigo121212

Demi mencegah penyebaran virus corona di penjara, Yasonna mewacanakan pembebasan 30.000 napi dewasa dan anak, juga napi korupsi dan narkoba.

Sosok.ID - Merebaknya pandemi Covid-19 di Indonesia, memaksa masyarakat untuk mengurangi aktivitas di luar rumah.

Hal ini dilakukan demi memutus rantai sebaran virus corona.

Warga yang tidak memiliki rencana mendesak, diminta untuk tetap tinggal di rumah.

Polisi juga bakal membubarkan gerombolan orang yang nekat menggelar acara-acara dengan peserta akbar.

Seperti pernikahan, seminar, bahkan sekedar nongkrong di warung kopi.

Baca Juga: Kali Ini Bukan KKB Papua, Petinggi Tingkat RT di Mimika Digelandang Polisi gegara Bikin Rusuh, Ancam Bakal Bakar Wisma Atlet Pasien Corona

Berkerumun dan tak sengaja bersentuhan dengan orang di keramaian diyakini sebagai perantara tercepat untuk menyebarkan virus SARS-Cov-2, penyebab penyakit Covid-19.

Ini juga menjadi dasar atas usulan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly untuk membebaskan narapidana kasus korupsi dan narkoba.

Demi mencegah penyebaran virus corona di penjara, Yasonna mewacanakan pembebasan 30.000 napi dewasa dan anak, juga napi tindak kejahatan serius.

Melansir Kompas.com, untuk mewujudkan wacana tersebut, ia berencana merevisi merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Baca Juga: Pengusaha Lain Merugi di Saat Wabah Virus Corona, Miliarder Ini Malah Tambah Kaya, Ternyata Ini Penyebabnya!

Sebab, pembebasan napi koruptor yang diatur dalam PP, tidak dapat ikut dibebaskan bersama 30.000 napi lain.

"Karena ada beberapa jenis pidana yang tidak bisa kami terobos karena Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012," kata Yasonna dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR yang digelar virtual, Rabu (1/4/2020).

Yasonna telah menerbitkan kepmen yang menjelaskan alasan pembebasan para tahanan, yakni tingginya tingkat hunian di lembaga permasyarakatan, pembinaan khusus anak, dan rumah tangga.

Hal itu dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020 dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.

Baca Juga: Kelimpungannya AS Hadapi Corona Walau Dicap Sebagai Negara Adidaya, Para Gelandangan Disana Disuruh Tidur di Tempat Parkir

Lapas dan rutan dianggap sebagai tempat yang rentan dengan infeksi virus corona.

Yasonna berupaya merevisi PP 99/2012 sebab aturan tersebut mengganjal upaya pembebasan napi khusus korupsi.

"Perkiraan kami bagaimana merevisi PP 99/2012 tentu dengan kriteria ketat sementara ini," ujarnya, dikutip dari Kompas.com.

Kriteria ketat itu menyangkut soal asimilasi yang hanya diberikan kepada napi khusus berusia di atas 60 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidana dengan jumlah sebanyak 300 orang.

"Kami akan laporkan ini di ratas dan akan kami minta persetujuan presiden soal revisi emergency ini bisa kita lakukan," katanya

Baca Juga: 4 Pasien Positif Corona di Semarang Beberkan Kunci Kesembuhan Mereka

Tanggapan KPK

Menanggapi wacana Yasonna tersebut, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengingatkan, pembebasan napi dengan alasan kemanusiaan memang dapat dilakukan.

Namun aspek tujuan pemidanaan dan keadilan tak boleh diabaikan.

"Itu yang saya garis bawahi, asal tetap memperhatikan aspek tujuan pemidanaan dan berkeadilan. Ini kan bukan remisi kondisi normal, ini respons kemanusiaan sehingga kacamata kemanusiaan itu yang dikedepankan," kata Ghufron.

KPK akan menyerahkan mekanisme revisi PP tersebut kepada Kemenkumham.

Baca Juga: China Tidak Kapok! Belum 100 Persen Bebas Corona, Pasar Wuhan Balik Lagi Jual Kelelawar dan Hewan Liar Lainnya, Auto Bikin Resah Masyarakat Dunia

Sementara plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menambahkan, wacana revisi PP tersebut harus dikaji secara matang.

Ia tak ingin koruptor diberi jalan pintas untuk bebas dengan cara yang tidak benar, sedangkan KPK tak pernah dimintai pendapat tentang substansi dan materi yang akan dimasukkan di PP baru.

"KPK berharap jika dilakukan revisi PP tersebut tidak memberikan kemudahan bagi para napi koruptor, mengingat dampak dan bahaya dari korupsi yang sangat merugikan negara dan masyarakat," kata Ali.

Baca Juga: 300 Setukpa Polri Positif Rapid Test, Infeksi Corona Indonesia Sentuh Angka Hampir 2 Ribu, Kabar Baiknya Kasus Sembuh Bertambah menjadi 103 Orang

Pembebasan napi korupsi tidak berpengaruh

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM Zaenur Rohman menilai pembebasan napi korupsi tidak mampu menekan laju sebaran virus.

Sebab warga binaan tindak pidana korupsi tidak sebesar itu untuk mengurangi jumlah penghuni penjara.

"Untuk tindak pidana korupsi menurut saya jangan dibuat persyaratan yang mudah. Kenapa? karena dilihat dari data, warga binaan tindak pidana korupsi itu sangat kecil sehingga tidak signifikan sebagai pengurang jika mereka dikeluarkan," kata Zaenur.

Ia mengatakan, usulan mengeluarkan napi di tengah pandemi memang layak di dukung.

Baca Juga: Jaga Kedaulatan Pangan Nusantara, Petani dan Nelayan adalah Pahlawan yang Selamatkan Kebutuhan Dasar di Tengah Pandemi Corona

Namun napi dengan kejahatan serius seperti kasus korupsi, terorisme, dan narkotika seharusnya tidak disamakan dengan narapidana tindak pidana umum.

"Menurut saya yang harus diutamakan untuk tindak pidana yang tidak serius, tidak serius itu contohnya tindak pidana yang tidak ada korbannya seperti perjudian atau juga tindak pidana sejenis, itu harus dijadikan sebagai prioritas untuk dikeluarkan," ujarnya.

Zaenur lebih lanjut menyampaikan, jika pembebasan narapidana dengan kasus kejahatan beratharus melalui syarat yang lebih ketat.

Misalnya, hanya diberikan bagi mereka yang mempunyai risiko kesehatan.

(*)

Tag

Editor : Rifka Amalia

Sumber Kompas.com