Sosok.ID - Peristiwa meninggalnya pimpinan jenderal tertinggi Iran membuat Presiden Korea Utara ketakutan.
Serangan yang disebut-sebut mampu memicu Perang Dunia III ini memang berbuntut panjang.
Enggan ambil resiko yang memungkinkan negaranya terseret dalam masalah, membuat Kim Jong Un menerapkan beberapa aturan agar negaranya tak dapat diakses dunia luar.
Korea Utara (Korut) dilaporkan melarang penggunaan ponsel, setelah jenderal Iran Qasem Soleimani dibunuh AS pada Januari lalu.
Sejak pembunuhan Soleimani, Washington dikabarkan memonitor setiap pergerakan Pemimpin Korut Kim Jong Un melalui segala bentuk pengumpulan intelijen.
Harian Dong-A Ilbo melaporkan Rabu (19/2/2020), situasi itu disebut membuat Kim begitu gugup dan syok mengetahui kabar kematian Qasem Soleimani.
Karena itu, sumber internal AS menuturkan bahwa otoritas Korea Utara melarang warganya menggunakan ponsel selama beberapa pekan.
Sumber itu menuturkan, mereka mengetahuinya setelah menganalisa informasi di dalam gawai yang dipakai oleh masyarakat negeri komunis itu.
Pyongyang melarang penggunaan ponsel selain untuk mencegah adanya ancaman eksternal, juga melindungi adanya informasi dari luar.
Ini pertama kalinya ada laporan dinas intelijen AS bisa mengetahui kondisi mental Kim Jong Un, maupun pimpinan Korea Utara lainnya.
AdapunSoleimani tewasdalam serangan udaradimana drone tempur AS menembakkan rudal yang menghantam mobil yang ditumpangiSoleimani di Bandara Baghdad, Irak, pada 3 Januari lalu.
Jenderal Iran berusia 62 tahun itu tewas bersama dengan wakil pemimpin jaringan milisi Irak Hashed al-Shaabi, Abu Mahdi al-Muhandis.
Buntut dari pembunuhan komandan Pasukan Quds, cabang elite dari Garda Revolusi Iran itu, Teheran kemudian melakukan langkah balasan.
Pada 8 Januari dini hari, Garda Revolusi mengumumkan mereka menembakkan hingga puluhan rudal ke Pangkalan Ain al-Assad dan Irbil milik AS.
Presiden Donald Trump dalam konferensi pers sempat mengaku tidak ada korban luka.
Namun Pentagon mengakui ada 109 tentara AS mengalami cedera otak.
Sebelumnya diketahui bahwa Qassem Soleimani, seorang Mayor Jenderal yang menjabat Kepala Pasukan Quds Korps Garda Republik Islam Iran, tewas akibat serangan rudal RX9 Ninja dari drone MQ-9 Rapier militer AS atas perintah Donald Trump.
Qassem Soleimani tewas di komplek Bandara Internasional Baghdad, Kamis (2/1/2020) malam waktu setempat.
Operasi pembunuhan ini dijalankan Pentagon atas perintah Presiden Donald Trump.
Baca Juga: Qasem Soleimani yang Tewas, Keluarga Raja Salman yang Ketakutan dan Kabur ke Eropa, Ada Apa?
Qassem Soleimani saat itu baru tiba dari Beirut, Lebanon.
Turut tewas pada serangan udara terencana itu Abdul Mahid al-Muhandis, Deputi Komandan Popular Mobilization Unit (PMU) Irak.
PMU atau nama Arabnya Hasd al-Shaabi merupakan paramiliter Syiah yang sudah diintegrasikan di tubuh militer Irak.
Selama bertahun-tahun, Qassem Soleimani menjalankan operasi rahasia membantu Irak dan Suriah memusnahkan gerombolan kejam ISIS dan jaringan Al Qaeda di kedua negara tersebut.
Pertanyaan menariknya, bagaimana jalan cerita sehingga Trump akhirnya memutuskan mengeliminasi jenderal kharismatik dan terpopuler di Iran serta Timur Tengah itu?
Laman berita Israel, Haaretz.com mengutip artikel Associated Press (AP), Minggu (5/1/2020) menuliskan kronologi situasinya hingga Trump memencet kode merah pembunuhan Qassem. (Muflika Nur Fuaddah)
Artikel Ini pernah tayang di Intisari.ID dengan judul: Kim Jong Un Gugup dan Syok, Untuk Pertama Kalinya Intel AS Ketahui Kondisi Mental Pemimpin Korea Utara Itu yang Kemudian Larang Warganya Menggunakan Ponsel Usai Terbunuhnya Qasem Soleimani