Sosok.ID - Menhan Indonesia lirik deretan kapal selam canggih macam Scorpene Prancis, A26 Swedia hingga KSS-III Korea Selatan (Korsel) demi memenuhi akan hadirnya unsur penggebuk bawah laut negeri ini.
Selain membeli dalam UU Pertahanan, Indonesia wajib menerima Transfer of Technology (ToT) dari negara penjual agar kemandirian alutsista dalam negeri segera tercapai.
Progress kemandirian itu sudah terlihat sekarang meski belum sepenuhnya maksimal.
Misal joint production kapal selam Chang Bogo class Indonesia-Korsel, pembangunan Light Fregate Martadinata class, Proyek jet tempur KFX/IFX, medium tank Harimau Pindad, hingga masih banyak lagi yang sedang on progress.
Terkhusus kapal selam Indonesia amat getol membangun siluman bawah air ini karena inilah alutsista paling strategis untuk menjaga luasnya laut Ibu Pertiwi.
Maka Indonesia menjalin kerjasama dengan berbagai negara dan mengincar tiga jenis kapal selam diatas agar mendapatkan teknologi apa itu yang namanya Air Independent Propulsion (AIP).
Boleh jadi semua kapal selam terkini harus dilengkapi dengan AIP agar lebih senyap saat beroperasi.
Mengutip public.navy.mil, AIP sendiri adalah sebuah sistem dimana kapal selam dapat dibuat menyelam lebih lama.
Seperti diketahui jika kapal selam diesel-elektrik memerlukan tenaga baterai untuk menggerakkan baling-balingnya.
Nah baterai ini bakal habis dipakai dalam waktu 4-5 hari saja saat mode menyelam.
Untuk mengisi baterai maka kapal selam harus muncul ke permukaan dan menyalakan mesin dieselnya demi men-Charge baterai.
Kenapa harus muncul ke permukaan? tentu saat menghidupkan mesin, maka diesel akan membuang gas buang ke udara dan tak mungkin jika dilakukan dibawah permukaan air.
Cara ini dinilai tak praktis dan bisa membahayakan awak kapal selam jika muncul ke permukaan akan ketahuan dan diserang oleh musuh.
Maka diciptakanlah AIP tadi, jika baterai habis kapal selam tak perlu muncul ke permukaan untuk mengisi daya baterainya.
Baca Juga: Tak Perlu Beli Scoprene, Gegara Ulah Kapal Selam Indonesia Angkatan Laut Prancis Pernah Dibuat Geram
Cukup nyalakan AIP maka baterai akan terisi kembali dan kapal selam bisa lebih lama menyelam tanpa takut ketahuan musuh.
Lantas bagaimana cara kerja AIP?
Sebelumnya ada banyak sistem AIP, jika Indonesia beli Scorpene maka akan mendapatkan sistem AIP Modul d’Energie Sous-Marine AUTONOME / Otonomi Submarine Energi Module (MESMA).
Jika dari Swedia maka akan mendapatkan Sterling Cycle Engines layaknya Gotland class.
Jika melanjutkan program kapal selam bersama Korsel (dan ini yang paling mungkin) maka Indonesia akan mendapatkan sistem Fuel Cells.
Baca Juga: Disergap Secara Tiba-tiba, Kisah Empat Kapal Selam Indonesia Runtuhkan Moral Para Pelaut Inggris
Fuel Cells sendiri merupakan sebuah perangkat yang mengubah energi kimia menjadi muatan listrik.
Craanya dengan menggunakan bahan bakar dan pengoksidasi dimana hidrogen (fuel) dikonversi bersama oksigen (oksidator) menjadi listrik.
Dua sel elektroda diatas tadi, positif (anoda) dan negatif (kanoda) dipisahkan oleh penghalang elektrolit.
Maka keduanya akan bereaksi menghasilkan arus listrik yang akan digunakan untuk mengisi daya baterai kapal selam.
Dengan demikian hanya reaksi kimia saja yang terjadi disini dan tak ada perangkat yang bergerak sehingga tidak menimbulkan kebisinga dan kapal selam jadi lebih senyap.
Jerman-lah yang menemukan dan mengembangkan Fuel Cells ini kemudian melakukan alih teknologi kepada Korsel.
Tanpa menimbulkan gas buang, ramah lingkungan, ringkas dan bisa disesuaikan diberbagai jenis kapal selam, AIP Fuel Cells menjadi pilihan rasional untuk dicangkokan ke kapal selam TNI AL.
Kelemahannya Fuel Cells hanya satu, harganya tergolong sangat mahal. (Seto Aji/Sosok.ID)