Sosok.ID - Ujang Margana (25) menjadi salah satu sosok paling berpengaruh bagi perdagangan bukan hanya diwilayahnya saja tapi juga di Indonesia.
Bahkan ia bisa melawan pasar impor yang bisa merugikan banyak petani sampai beberapa tahun.
Hal itu ia lakukan semata bukan mencari keuntungan pribadi namun untuk petani seperti dirinya.
Pria yang baru menginjak usia 25 tahun itu sempat diundang oleh Presiden Jokowi ke Istana pada medio 2018 lalu.
Undangan itu datang kala dirinya telah berhasil menjadi orang yang mengendalikan harga pangan di masa-masa menjelang lebaran.
Salah satu warga kampung Cikawari RT 04 RW 11, Desa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung ini mengukir sejarah.
Orang desa dan bukan dari kalangan pejabat pemerintah pertama yang dapat mengontrol harga pangan.
Ujang bukanlah seorang sarjana pertanian ataupun sarjana perdagangan, disiplin ilmu yang ia tempuh saat di jenjang kuliah bahkan tak bersinggungan dengan pertanian.
Pria lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Al-Ghifari Bandung ini justru erat dengan kehidupan berkebun.
Kiprahnya menjadi seorang pemuda petani yang sukses telah ia mulai dari bangku Sekolah Menengah Atas.
Kala itu dirinya dipinjami sebidang tanah oleh ayahnya untuk ia tanami komoditi pertanian, khususnya bawang.
Tak disangka, keuletannya kala itu menghasilkan uang yang tak sedikit.
Tanah garapannya menghasilkan panen sebesar Rp 35 juta dalam 70 hari penggarapan mulai dari tanam hingga panen raya.
Hasil keringat Ujang itu pun diberikan padanya oleh sang Ayah seluruhnya.
“Hasil Rp 35 juta itu untuk sekali tanam sekitar 70 hari,” imbuhnya.
Alumnus SMA Guna Dharma itu menjadi semakin tertarik di bidang pertanian hingga tak berniat meninggalkan statusnya sebagai petani.
Sembari belajar dibangku kuliah dirinya pun masih menggarap tanah garapan sepulang dari kampus.
Setelah lulus kuliah, dirinya lebih memilih menjadi petani dan tak mau mencari pekerjaan dengan ijazah sarjana yang telah ia dapatkan itu.
Benar saja, apa yang ia tekuni akhirnya menuai hasil yang tak sembarangan hingga diakui oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.
Pada Bulan Mei 2016 silam, tepat menjelang Idul Fitri, harga-harga barang pokok melonjak drastis.
Bahkan termasuk komoditi bawang merah yang ia geluti bisa mencapai harga Rp 40.000 - Rp 50.000 yang normalnya hanya Rp 20.000 per kilo.
Oleh melonjaknya harga pasaran bawang merah akan membuat banyak pengusaha bakal mengimpor bawang atau komoditi bahan pokok lainnya dari luar negeri.
Hal itu dimaksudkan untuk tetap bisa untung namun dibalik impor tersebut banyak petani yang bakal merugi.
Berangkat dari pandangan itu, Ujang beranikan diri untuk mengumpullkan petani-petani bawang merah di lingkungannya.
“Saat itu kami punya 120 ton bawang merah. Kalau kami ikut harga pasar, kami akan untung besar, tapi kemudian bawang impor masuk,” tuturnya.
Setelah berhasil meyakinkan kelompok taninya, Ujang membawa 120 ton bawang merah tersebut ke Jakarta.
Ia membantu Kementerian Pertanian melakukan operasi pasar.
“Saat itu keuntungan saya dan kelompok tani saya hanya Rp 4.000 per kg. Tapi alhamdulillah, harga bawang di pasaran bisa ditekan,” tuturnya.
Keberhasilannya menstabilkan harga bawang merah membuat Ujang dipanggil Presiden Joko Widodo ke Istana Negara.
Ujang mendapatkan penghargaan tingkat nasional sebagai pemuda tani teladan.
Sebelumnya, Ujang terpilih menjadi petani teladan tingkat kabupaten dan provinsi. (*)