Sosok.ID - Virus corona yang menyebar hingga menelan banyak korban membuat warga kota Wuhan depresi hingga ketakutan.
Kota yang disebut-sebut menjadi kota mati atau sepi itu sepi kegiatan penduduk seperti waktu sebelumnya.
Hal itu lantaran kota dimana awal virus itu menyebar, warganya dihimbau untuk tetap di rumah.
Dengan kata lain, warga kota terisolasi di rumah masing-masing hingga waktu yang belum ditentukan.
Kota yang menjadi tempat tinggal lebih dari 11 juta orang itu ditutup oleh pemerintah ditengah wabah penyakit dari virus corona.
Di tengah frustasi karena terisolasi dan tak bisa berkegiatan di luar rumah tersebut membuat banyak warga merasa harus saling menyemangati.
Bahkan warga negara Indonesia yang tinggal di sana juga ikut menyemangati masyarakat kota.
Sebuah video baru-baru ini viral di media sosial yang menunjukkan gema teriakan "Wuhan Jiayou" dari jendela rumah maupun apartemen.
Dalam bahasa Indonesia, kalimat tersebut dapat diartikan "tetap semangat Wuhan" atau "jangan menyerah Wuhan".
Saling sahut seruan itu pun sempat diabadikan oleh beberapa warga kota lewat jendela tempat tinggal mereka.
Teriakan itu dimaksudkan untuk saling menyemangati di tengah isolasi akibat wabah virus corona.
Video gema teriakan "Semangat Wuhan" itu menjadi viral di media sosial setelah salah satu akun yang diduga milik salah satu warga yang tinggal di kota mati itu mengunggahnya di media sosial.
Melalui media sosial Twitter, @xinyanyu, membagikan momen warga kota Wuhan saling menyemangati satu sama lain.
Melansir dari BBC News, ada beberapa warga Indonesia yang ikut berpartisipasi dalam menyemangati warga kota yang tengah dirundung depresi tersebut.
Yuliannova Chaniago (26) sedang menjalani pendidikan doktoral dalam Hubungan Internasional di salah satu Universitas ternama di Wuhan.
Sebenarnya ia telah diberi pilihan untuk tetap tinggal atau keluar dari China secepatnya.
Namun Yuliannova sadar tak kan mudah untuk dapat pergi dari tempat tinggalnya tersebut.
Sebab beberapa kota di luar Wuhan juga sedang ditutup oleh pemerintah demi mengantisipasi virus corona agar tak menelan banyak korban.
"Sampai saat ini kita belum mendapatkan kabar apa-apa. Tapi orang Indonesia di sini itu saling support, kasih semangat, itu yang kami lakukan disini," ujar Yuli melalui sambungan telepon, Selasa (28/01).
Yuli saat diwawancarai BBC News Indonesia sedang bersama dengan temannya sesama pelajar asal Indonesia, Eva Taibe, 36, yang juga sedang menimba ilmu di universitas yang sama.
"Kita nggak tahu sampai kapan. Itu juga yang sebenernya bikin khawatir, karena kita nggak tahu sampai kapan lockdown ini akan selesai," ujar Eva, yang sedang menjalani pendidikan doktoral psikologi.
Wabah mematikan itu terjadi saat China merayakan salah satu tanggal terpenting dalam kalendernya, yaitu Tahun Baru Imlek.
Akibat lockdown, transportasi umum tidak berjalan di kota itu. Lebih lagi, penggunaan kendaraan yang tidak penting juga dilarang di pusat kota Wuhan.
Eva, yang tinggal di apartemen berjarak sekitar dua kilometer dari asrama kampus di mana Yuli menetap, memilih untuk jalan kaki untuk berkunjung ke rumah rekannya itu di kampus.
Kota Wuhan kini telah menjadi seperti kota mati sebab telah terjadi kasus kematian akibat virus corona lebih dari 100 orang.
Tak tahu kapan akan segera berakhir wabah itu membuat warga kota semakin ketakutan sebab pasokan makanan kian hari kian menipis. (*)