26 Tahun Kayuh Gerobak Bareng, Pasangan Lansia Penjual Bakso Ini Setiap Hari Boncengan Hingga Belasan Km Demi Menyambung Hidup

Selasa, 15 Oktober 2019 | 20:17
TribunSolo.com/Adi Surya - Tangkapan layar IG @saiff_food

Slamet Parmin Hadiwiyono (78) sedang melihat gerobak dagangannya yang terparkir di halaman rumahnya, Kenteng Baru RT 02 RW 07, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Minggu (13/10/2019). Parmin bersama istrinya berkeliling menjejakan dagangannya.

Sosok.ID- Walaupun usia pasangan suami istri asal Solo, Jawa Tengah ini sudah memasuki wayah senja, mereka tetap berjuang bersama untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang kian menghimpit.

Slamet Parmin Hadiwiyono (78) dan Painem (60) masih tetap semangat berjualan bakso.

Bermodalkan gerobak yang dijalankan dengan sepeda, Slamet memboncengkan Painem sambil menjajakan baksonya.

Kisah kedua sejoli ini rupanya telah menyita perhatian banyak warganet di media sosial Instagram.

Akun @saiff_food mengunggah foto dan video pasangan lansia itu pada 24 September 2019 lalu.

Baca Juga: Kisah Cinta Wayan, Pelayan Restoran yang Rela Jalani LDR Sejak SMA Hingga Sukses Luluhkan Hati Turis Australia

Dilansir dari Tribun Solo, kedua pasangan itu rupanya tinggal di Kenteng Baru RT 02 RW 07, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo bersama cucu mereka, Rifa'i (18).

Slamet dan Painem telah menempati rumah sederhana yang bersekat triplek itu sejak tahun 1993.

Sejak saat itu pula, keduanya memutuskan untuk menua bersama dan menyambung hidup dengan berjualan bakso.

Mereka akan mengayuh sepeda gerobaknya menempuh belasan kilometer untuk berkeliling mencari pelanggan yang telah menantinya.

Di tempat-tempat tertentu, pasutri lansia itu akan berhenti untuk mangkal.

Baca Juga: Kisah Cinta Berakhir Tragis! Niat Hati Ingin Lamar Kekasih dengan Cara Unik, Pria Ini Malah Tewas Dalam Aksinya, Postingan Pacar Bikin Terharu

Diantaranya di kawasan SD Kanisius Semanggi II, SD Al-Fajar Semanggi, dan Kantor Majelis Tafsir Alquran (MTA) Semanggi.

"Kami berputar-putar paling jauh di kawasan Alun-Alun Kidul Keraton Solo, Gladag, Balaikota, terkadang sampai Pasar Gedhe," tutur Painem, seperti dikutip dari Tribun Solo.

Menurut pengakuan Painem, ia dan suaminya akan selalu mendatangi titik-titik keramaian untuk berjualan.

Bahkan, bila ada acara, sepasang lansia itu bisa berjualan hingga malam hari.

"Kalau ada keramaian di Pasar Gedhe, terlebih saat ada banyak lampion, bisa pulang jam 11 malam, kadang ya jam 5 sore, kalau jualan di alun-alun biasa jam 10 malam," terang Painem.

Baca Juga: Awal Kisah Cinta Sehidup Semati Habibie dan Ainun, Kala sang Presiden ke-3 RI Berdegup Hatinya di Hadapan si 'Gula Jawa'

TribunSolo.com/Adi Surya
TribunSolo.com/Adi Surya

Parmin dan Painem di rumahnya di Kenteng Baru RT 02 RW 07, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Minggu (13/10/2019).

Slamet menambahkan, ia dan istrinya tak akan berjualan jauh-jauh bila kondisi kesehatan sedang menurun.

"Kalaupun jualan, gak jauh-jauh jualannya," tutur Slamet.

Sementara untuk dagangannya sendiri, Slamet mengatakan akan membeli bahan-bahan di Pasar Gemblekan, Kecamatan Serengan, Solo.

Adapun, bahan utama yang ia gunakan untuk membuat bakso adalah daging ayam dan sapi yang sudah digiling serta tepung pati.

Setidaknya, Slamet dan Painem harus mengeluarkan uang sebesar Rp 550 ribu setiap harinya untuk membeli bahan-bahan tersebut.

Baca Juga: Kisah Cinta Irma dan Azmil, Bertemu Akibat Game Online Hingga Mahar Pernikahan PS 4

Sementara penghasilan yang mereka dapatkan setiap harinya hanya Rp 600-700 ribu.

"Biasanya kami dapatnya Rp 700 ribu, ya kadang Rp 600 ribu itu pun kalau dagangannya habis," ungkap Slamet.

"Kalau dirata-rata setiap hari dapat laba bersih sekitar Rp 50 ribu," jelas Slamet.

Slamet dan Painem menghargai Rp 1.000 untuk tiap tiga buah bakso ketika berjualan di luar kawasan sekolah.

Sementara di sekolah, Rp 1.000 itu bisa mendapat empat buah bakso.

Baca Juga: Sepotong Kisah Cinta Mantan Menteri Cosmas Batubara yang 53 Tahun Setia Simpan Foto sang Istri di Dalam Dompetnya: 'Untuk Abang Tersayang'

"Biasanya, kalau di sekolah itu pada beli Rp 2.000 hingga Rp 3.000 saja," ujar Slamet.

Belajar dari orang

Slamet mengaku sbelum berjualan sendiri, dirinya pernah bekerja pada seorang juragan bakso bernama Hartono.

Dari sanalah, ia belajar membuat bakso dan kemudian bisa membuka usahanya sendiri.

Slamet juga mengatakan bahwa juragannya itu pernah mengajaknya untuk berjualan bakso di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Baca Juga: Naik Haji Bareng, Kisah Cinta Sejati Kakek Mahmud, Cemburu Bukan Main Saat Kursi Roda Istrinya Didorong Orang Lain

"Terus dulu itu, juragan mau buka usaha bakso di Sumbawa, saya diajak tapi ndak mau, saya milih disini, buka sendiri," terangnya.

Masa awal-awal berdagang, Slamet berjualan dengan cara dipikul berkeliling Solo mulai pukul 14.00 WIB.

"Itu sekitar tahun 1970-an, dan sempat berhenti jualan dan coba untuk menjadi tukang becak," kenang Slamet.

"Terus baru stabil jualan bakso tahun 1993, dan saat itu istri juga sudah membantu jualan keliling," tambahnya.

(*)

Editor : Tata Lugas Nastiti

Sumber : Instagram, Tribun Solo

Baca Lainnya