Sosok.ID - Tak bisa dipungikiri, Korps Baret Merah Kopassus hampir selalu hadir di palagan pertempuran di seluruh Tanah Air.
Mulai dari operasi penumpasan berbagai pemberontakan, Trikora, Dwikora, Operasi Seroja, DOM Aceh hingga masih banyak lagi.
Saking banyaknya operasi militer itu, wajib bagi Kopassus menyiapkan sumber daya manusia mumpuni demi mengawal kedaulatan Republik.
Mengutip Operasi Sandi Yudha karangan AM Hendropriyono via Intisari yang mengkisahkan pada tahun 1968-1974 gerakan pemberontak Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) sedang marak-maraknya di Kalimantan.
Kegiatan mereka dinilai menganggu Indonesia walau aksi kedua gerakan tersebut lebih condong merongrong kepada pemerintah Malaysia.
Maka dari itu dibentuklah Satgas gabungan Indonesia-Malaysia dalam memadamkan gerakan PGRS/Paraku.
TNI kemudian menerjunkan Tim Halilintar yang anggotanya adalah 11 personil Kopassandha (Kopassus) pimpinan Kapten Hendropriyono.
Tugas mereka menangkap petinggi PGRS/Paraku dengan jabatan Sekretaris Wilayah III Mempawah bernama Siauw Ah San.
Namun dalam operasi ini ke-11 personil bersenjatakan sebilah pisau komando dan hanya Hendropriyono yang bawa pistol untuk jaga-jaga saja.
Hal ini bertujuan agar tim bisa melakukan teknik bunuh senyap (silent kill) kepada musuh supaya keberhasilan operasi lebih terjamin.
Pada 3 Desember 1973 pukul 4 sore operasi segera dilaksanakan.
Tim Halilintar mulai merayap ke sasaran yang jauhnya sekira 4,5 Km, melewati hutan rimba Kalimantan yang lebat.
Diprediksi tim akan sampai ke sasaran pukul 10 malam dan melakukan serbuan secara kilat, senyap, tepat ke gubuk markas tempat Ah San pukul 4 pagi.
Belum juga sampai ke sasaran, jantung tim halilintar sudah berdegup kencang karena secara tak sadar mereka merayap melintasi sarang ular kobra.
Tim baru menyadari hal ini saat sudah berada tepat di atas sarang ular.
Untung dalam pelatihan Pasukan Khusus di Batujajar, personil Kopassus sudah terbiasa taklukan ular kobra sehingga mereka tak dipatuk.
Dalam perjalanan, tim juga berhasil melumpuhkan beberapa penjaga Ah San secara senyap.
Sempat mendapat kabar bahwa sasaran tak berada di lokasi, tim sempat hilang semangat.
Namun pukul 2 pagi tim mendapat kabar intelijen jika Ah San berada di tempatnya.
Gembira mendengar kabar ini, tim Halilintar segera melesat menuju sasaran dan mendapati pondok kayu tempat Ah San berada.
Namun seketika ada anjing penjaga pondok mengonggong dan berlari ke arah tim Halilintar. Tak mau sasaranya kabur, Hendro langsung meneriakkan komando ke anak buahnya "serbuuu!!!"
Mendapati hal ini sebelas personil Kopassus merangsek secepat mungkin ke dalam pondok dan menghajar siapapun yang bakal menghalangi menangkap Ah San.
"Abdullah alias Pelda Kongsenlani mendahului saya lima detik untuk tiba di sasaran. Dia mendobrak pintu dengan tendangan mae-geri dan langsung masuk. Saya mendobrak jendela dan meloncat masuk," tutur Hendro.
Ah San yang tak mau menyerah begitu saja terlibat duel satu lawan satu melawan Hendropriyono.
"Dengan sigap, saya lemparkan pisau komando ke tubuh Ah San. Tapi tidak menancap telak, hanya mengena ringan di dada kanannya," kata Hendro menggambarkan peristiwa menegangkan itu.
Bahkan Ah San yang bersenjatakan bayonet berhasil melukai lengan dan jari Hendro hingga hampir putus.
Ingat akan pistol yang dibawanya, Hendro berusaha meraih senjata api itu yang melorot di dalam celananya.
Akhirnya, Hendro berhasil meraihnya. Perwira baret merah ini menembak dua kali. Tapi hanya sekali peluru yang meletus, satunya lagi macet.
Peluru itu mengenai perut Ah San. Membuatnya limbung, Hendro yang juga kehabisan tenaga membantingnya dengan teknik o-goshi.
Kemudian Hendro menjatuhkan tubuhnya keras-keras di atas tubuh Ah San.
Duel maut itu selesai.
Ah San tewas, tetapi Hendro pun terluka parah.
Beruntung, anak buahnya segera datang menyelamatkan Hendro.
Misi dianggap sukses walau tak berhasil menangkap Ah San hidup-hidup. (*)