Sosok.ID - Kabar duka harus diterima bangsa Indonesia dengan meninggalnya inspirator bangsa, Baharuddin Jusuf Habibie.
Presiden ketiga Indonesia meninggal pada hari Rabu (11/9/19) di RSPAD Gatot Subroto pukul 18.05 WIB.
Kabar duka tersebut disampaikan langsung oleh tim dokter yang menangani mantan Menristek yang menjabat selama 20 tahun tersebut.
Menjadi sebuah pukulan berat bukan hanya bagi keluarga namun juga bagi bangsa Indonesia.
Sebab belum lama kondisi kesehatan Habibie sempat dikabarkan membaik hingga akhirnya dikabarkan meninggal dunia pada hari Rabu kemarin.
Bahkan dua hari sebelum meninggal, kabar membaiknya Rudy Habibie sapaannya, disampaikan oleh Sekretaris Menteri Sekretaris Negara, Setya Utama dalam pertemuannya dengan wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta (9/9/19) lalu.
"Alhamdulillah tadi pagi saya mendapat berita dari kabag bagian kesehatan yang menyampaikan update dari ketua tim dokter kepresidenan Prof dr Arsil Sani bahwa kondisi beliau membaik," kata Setya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin siang, dikutip Sosok.ID dari Kompas.com.
Ada yang mengkaitkan kondisi membaiknya seeorang sebelum beberapa saat meninggal dunia tersebut sebagai bentuk ucapan perpisahan dan ucapan terakhir sebelum berpulang.
Menurut dunia medis, gejala yang ditunjukkan saat seseorang tiba-tiba membaik namun selang tak begitu lama dikabarkan meninggal dunia memiliki banyak sebutan.
Sebelum disebut dengan istilah Terminal Lucidity, beberapa ahli kesehatan menyebut kondisi membaiknya pasien yang kemudian berselang dikabarkan meninggal sempat disebut dengan istilah "The End of Life Sory", "The Final Goodbye" hingga "The Last Hurrah".
Dikutip dari Kompas.com, gejala kematian memang tak selalu tampak sama satu denan yang lainnya.
Ahli medis sempat mengabaikan mengenai fenomena tersebut bahkan sejak masa Hippocrates hingga Ibnu Sina.
Dilansir dari Intisari.Grid.ID (6/7/19), saat ini fenomena tersebut dikenal dalam ranah medis sebagai "Terminal Lucidity", yang secara harafiah memiliki arti "Kejernihan Menjelang Ajal".
Istilah tersebut dicetuskan oleh seorang pakar biologi dan kesehatan jiwa, Michael Nahm.
Nahm mengartikan Terminal Lucidity sebagai munculnya kejernihan dan ketajaman mental pada pasien yang tak sadarkan diri, mengalami gangguan kejiwaan, atau sangat lemah beberapa saat sebelum ajal menjemput.
Hal tersebut dikemukakan Nahm dan timnya yang ditulis di sebuah jurnal kesehatan yang berjudul "Archives of Gerontology and Geriatrics".
Kondisi ini bisa dialami pasien kira-kira beberapa hari, jam, atau menit sebelum akhirnya meninggal dunia.
Dihimpun dari berbagai studi kasus di seluruh dunia, terminal lucidity paling banyak terjadi pada pasien yang mengidap berbagai penyakit yang menyerang otak.
Namun hingga saat ini, belum ada analisis ilmiah yang cukup kuat untuk menjelaskan mengapa fenomena ini sering terjadi dan apa penyebabnya.
Dari penelitian-penelitian seputar terminal lucidity ini, para ahli berharap bahwa suatu hari nanti hasilnya bisa dipakai sebagai panduan perawatan terbaru bagi pasien dengan penyakit kronis.
Setali tiga uang, kondisi BJ Habibie sebelum meninggal sempat berangsur-angsur membaik.
Namun hal tersebut belum tentu masuk dalam kategori mengalami Terminal Lucidity. (*)