Sebelum Jadi Pejuang HAM, Munir Rupanya Dikenal Suka Ngeyel dan Pandai Berdiskusi di Mata Guru dan Teman-temannya

Minggu, 08 September 2019 | 14:00
Kolase (KOMPAS/YOUTUBE)

Kisah Munir, Hobi dan Kebiasaan Pembentuk Karakter Si Pejuang HAM

Sosok.ID - Munir Said Thalib, atau yang lebih dikenal dengan nama Munir.

Pria asal Batu, Malang itu adalah aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus meregang nyawa tanpa tahu siapa dalangnya.

Munir meninggal dalampenerbangan ke Amsterdam pada 7 September 2004, tepat 15 tahun yang lalu.

Ia mengehembuskan nafas terakhir dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol Amsterdam.

Baca Juga: Pasca 14 Tahun Penjara, Pollycarpus Mantan Tersangka Kasus Pembunuhan Munir Kini Banting Setir Jadi Juragan Telur Asin Hingga Gabung ke Partai Besutan Tommy Soeharto

Hasil penyelidikan polisi Belanda dan Indonesia menemukan bahwa Munir meninggal akibat di racun.

Terdapat racun arsenik yang berada di tubuh Munir ketika diotopsi.

Munir berangkat dari Indonesia ke Belanda adalah untuk menimba ilmu atau melanjutkan studi S-2 nya di negara kincir angin.

Namun, ternyata perjalanan tersebut adalah perjalanan yang terakhir baginya dan harus menghembuskan nafas terakhir.

Baca Juga: Niat Hati Pamer Mobil Mewah ke Wanita Cantik, Pria Sombong Ini Malah Tak Sengaja Tabrak Pohon Hingga Kendaraannya Remuk

Aktivis yang sering menyerukan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat tersebut meninggal di udara saat menumpang pesawat Garuda GA-974.

Menjadi aktivis yang menyerukan kebenaran adalah sebuah jalan panjang yang dilewati oleh Munir.

Ternyata hobi dan kebiasaan sejak kecil yang dilakukan oleh Munir Said Thalib inilah yang membentuk karakternya sebagai aktivis.

Munir adalah anak dari pasangan Said Thalib dan Jamilah yang tinggal di Batu, Malang, jawa Timur.

Baca Juga: Kejam! Dalam Pengaruh Narkoba, Pasutri Tega Bunuh Bayi Sendiri dan Sembunyikan Jasadnya di Dalam Kotak Pendingin Hotel

Munir memang dikenal anak yang aktif walaupun memiliki badan yang kecil dibanding kawan-kawan sebayanya.

Dilansir dari Film Dokumenter yang berjudul Kiri Hijau Kanan Merah, di dalamnya menceritakan kisah kehidupan Munir dari kecil hingga dewasa dan menjadi aktivis HAM.

Munir kecil masuk menjadi siswa di Sekolah Dasar (SD) Muhamadiyah Batu tahun 1967 silam.

Tangkapan Layar Chanel Youtube Watchdoc

Munir kala masih SMA

Menurut Farida, guru Munir kala itu memang tak berbeda dengan murid yang lain.

Namun ia tergolong siswa yang cerdas di kelas tersebut.

Tak sampai disitu saja, Munir memiliki sifat yang kelak membentuknya menjadi sosok pemberani dan kuat.

Menurut Farida dalam film dokumenter Kiri Hijau Kanan Merah, pernah satu ketika Munir diganggu oleh kawan sekelasnya ketika ia sedang konsentrasi mengerjakan soal.

Baca Juga: Destria Wibowo, Hanya Diupah Rp 150 Ribu Menjadi Alasan Tinggal di Ruang Guru Sebuah Sekolah Selama 14 Tahun

Kawannya tersebut sudah diperingati oleh Munir namun tetap nekat mengganggunya.

Walau berbadan kecil, ia tak segan menempeleng kawannya tersebut kata Farida, guru yang menjadi saksi mata kejadian tersebut.

"Kengeyelan" Munir sudah terlihat sejak jaman SD, yang mungkin terbawa hingga dewasa menjadi seorang aktivis pemberani saat memperjuangkan kebenaran.

Beranjak SMP, Munir masih tetap seperti saat Sekolah Dasar, namun di tingkat inilah ia belajar menjadi orang yang suka bersosialisasi.

Baca Juga: Inilah Profesi Baru Ucok Baba Setelah Lama Tak Muncul di Layar Kaca

Bukan tergolong orang yang cerdas, bahkan menurut Alimah, salah satu guru SMP Munir kala itu.

Munir bahkan sempat menempati peringkat 180 dari 200 siswa di SMPN 1 Batu.

Bahkan penguasaan bahasa Inggrisnya bisa dikatakan dibawah rata-rata nilai sekolah kala itu.

Dalam film dokumenter tersebut, Alimah juga menuturkan bagaimana kelebihan Munir dibanding teman-temannya yang lain.

Baca Juga: Terseret Perseteruan Nikita Mirzani, Melaney Ricardo Kehilangan 3 Pekerjaan, Elza Syarief : Duit Melulu yang Dipikirin

Munir sangat suka berdiskusi baik dengan teman sebaya maupun dengan guru atau orang yang lebih tua darinya, tutur Sugiono, kawan Munir waktu SMP.

Karna hobinya berdiskusi tersebut ternyata sangat berguna bagi Munir di jenjang pendidikan selanjutnya seperti kala SMA.

Munir yang menimba ilmu di SMA 1 Batu tercatat juga sebagai anggota OSIS di sekolahnya.

Sundjojo, seorang kakak dari kawan Munir waktu SMA mengatakan bahwa Munir muda sering mengadakan diskusi dan rapat OSIS di rumah kawannya tersebut.

Baca Juga: Sukiyat, Sosok Dibalik Mobil Esemka : Kalau Ada Kurang-kurang Dikit, Ya Namanya Juga Pertama

Menginjak bangku perkuliahan, Munir adalah salah satu mahasiswa jurusan Hukum di Universitas Brawijaya Malang.

(KOMPAS/ARBAIN RAMBEY)

Aktivis HAM, Munir Said Thalib (Munir).

Ia lebih mengenai HAM saat menimba ilmu di sana.

Saking sukanya berdiskusi, si kecil Munir datang ke ruang dosen untuk mengajak dosennya berdialog dan berdiskusi mengenai apa yang diajarkan dosen tersebut di kelas sebelumnya.

Munir juga tercatat pernah menjabat senat kampus di Universitas Brawijaya kala itu.

Hobinya berdiskusi dan dibarengi dengan beberapa sifat kerasnya membuat karakter Munir terbentuk hingga ia terjun dalam yayasan bantuan hukum setelah lulus kuliah.

Baca Juga: Bayi Usia 3 Hari Diambil Paksa Ayahnya dari Rumah Sakit, Anaknya Ia Jual Rp 88,9 Juta, Alasannya Tak Masuk Akal

Dari sepak terjangnya di beberapa lembaga bantuan hukum inilah yang membuat nama Munir semakin lama semakin dikenal sebagai aktivis HAM.

Sampai ketika Munir menginisiasi terbentuknya Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan (KONTRAS) pada Maret 1998.

Hobi lain yang tak berhubungan dengan rutinitasnya sebagai seorang aktivis adalah ia pecinta ikan.

Terbukti dalam film dokumenter tersebut, Munir pernah beberapa kali membeli ikan hias untuk dipelihara baik dirumah maupun di kantornya. (*)

Baca Juga: Kisah Zvonimir Boban, Pesepakbola yang Tendang Polisi Demi Selamatkan Suporternya Ketika Pertandingan Ricuh

Editor : Andreas Chris Febrianto Nugroho

Sumber : Kompas.com, YouTube

Baca Lainnya