Kisah M, Anak Penderita HIV/AIDS yang Mendapat Diskriminasi dari Masyarakat

Selasa, 23 Juli 2019 | 08:43
Wartakota Tribunnews/Istimewa

Ilustrasi anak pengidap HIV/AIDS

Sosok.id - Hari ini, tepatnya tanggal 23 Juli, diperingati sebagai Hari Anak Nasional.

Hari Anak Nasional yang diperingati setiap tanggal 23 Juli selalu menjadi momentum untuk mengingatkan pemenuhan akan hak-hak anak.

M adalah salah satu dari banyak anak di luar sana yang mengharapkan hak-haknya sebagai anak.

Namun, cita-citanya tersebut belum tercapai juga.

Karena M dan adiknya adalah seorang anak pengidap HIV/AIDS.

Mereka selalu didiskriminasi oleh lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

Walaupun ia juga tak tahu persis, kapan ia tepatnya ia positif mengidap penyakit tersebut.

Baca Juga: Memeluk Erat Sang Ibu dan Sang Anak, Kisah Tukini, TKW yang Akhirnya Pulang Setelah 21 Tahun Hilang

Saat ini, M dan adiknya tinggal di Solo, Jawa Tengah.

Tepatnya di sebuah shelter yang dikelola oleh Yayasan Lentera

Dilansir dari Kompas.com, Pendiri Yayasan Lentera, Yunus Prasetyo mengatakan bahwa M dan adiknya berasal dari Kediri.

Sebelumnya, M dan adiknya tinggal di sebuah ruangan di kelurahan.

Hal tersebut dimaksudkan demi menghindari diskriminasi dari masyarakat.

"Mereka diberi ruang di kelurahan, sebelum kami bawa ke Lentera", ujar Yunus saat ditemui, Kamis (18/7/2019).

Baca Juga: Kisah Budak Seks ISIS, Dijual di Pasar Ternak Hingga Tak Sengaja Makan Bayinya Sendiri

M saat ini duduk di bangku kelas VII di salah satu SMP negeri di Solo.

Walaupun ia mengidap penyakit yang serius, hal itu tak menghalanginya untuk tetap berprestasi.

Bahkan, terakhir kali ia berhasil mendapatkan peringkat pertama dari 26 siswa yang ada di kelasnya.

Gadis remaja ini mengaku kalau prestasinya sejak SD memang cukup baik.

"Dulu waktu SD memang dapat peringkat dua atau empat," akunya.

"Terus kemarin pas kelas sat SMP, dapat ranking satu," tambahnya.

Baca Juga: Akhmad Mundholin, Anak Panti yang Kini Sukses Jadi Dirut Sebuah Bank, Semasa Sekolah Harus Menempuh Jarak 7 Km Berjalan Kaki

Prestasi tersebut didapatnya karena ia selalu rajin belajar.

Ia berusaha disiplin untuk selalu belajar setiap malam.

Terkadang, setiap musim ujian tiba, ia juga menyempatkan diri untuk belajar di pagi hari.

Hal itu dilakukan untuk menyegarkan ingatannya sebelum berangkat ke sekolah.

"Kalau akau (minta bantuan) pelajaran Matematika saja," ungkapnya.

"Kalau ada yang tidak bisa itu baru tanya mbaknya (pengasuh)," jelasnya.

M, mengaku bercita-cita sebagai seorang pengajar.

Menjadi guru adalah profesi yang ia idam-idamkan.

Baca Juga: Kisah Inspiratif, Marsan 'Kusir Andong' Dedikasikan Dirinya Untuk Urusi Orang Bergangguan Jiwa

Harus mandiri

M dan adiknya, serta anak-anak lain yang juga tinggal di Yayasan Lentera dididik untuk mandiri.

Walaupun semua kebutuhan mereka sudah dipenuhi oleh yayasan, namun mereka tetap harus bisa mengurusnya sendiri.

Merapikan dan membersihkan kamar, menyetrika baju, dan membantu mengasuh adiknya yang bayi, adalah beberapa tugas yang harus mereka lakkan sendiri.

Untuk perggi ke sekolah pun, mereka juga dilatih untuk dapat pergi sendiri.

M mengaku, setiap berangkat ke sekolah ia diantar oleh pengasuh.

Baca Juga: Kisah Nunung Saat Hartanya Ludes Dikuras Mantan Suami dan Pacar Brondongnya: Keluar Rumah Cuma Bawa Badan dan Anak

Kemudian saat pulang, M harus naik angkutan umum.

"Saya sudah berani," ungkapnya.

"Harus mandiri," tegasnya.

Harus disiplin minum obat

Sebulan sekali, M harus kontrol di salah satu rumah sakit di Solo.

Setiap kontrol juga ia harus ikut hadir.

"Harus ikut kalau kontrol," tegasnya.

Baca Juga: 4 Fakta Mahershala Ali, Mantan Pemain Basket Yang Bakal Jadi Superhero Pembasmi Vampir

Karena kalau ia tidak ikut, maka obatnya tidak akan bisa diambil.

"Karena kalau (anaknya) tidak ikut, obatnya tidak bisa diambil," jelas M.

Ia dan anak-anak lain di Yayasan Lentera terpaksa harus izin tidak masuk sekolah saat hari kontrol tiba.

Obat yang mereka konsumsi pun adalah fasilitas yang diberikan oleh pemerintah.

M sendiri harus minum obat dua kali dalam sehari.

Pada siang hari dan malam hari secara rutin.

Baca Juga: Kisah Pilu Julia Pastrana, Wanita Jelek yang Dijadikan Pohon Uang Sampai Akhir Hayatnya

Anak pengidap HIV/AIDS di Indonesia

Dilansir dari Kontan.co.id, Temuan anak pengidap HIV/AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan tahun 1994.

Kasus itu ditemukan di Bojonegoro, Jawa Timur.

Ia adalah seorang anak perempuan yang lahir dari seorang ibu pengidap HIV.

Hingga tahun 2018, pengidap HIV untuk kategori anak sampai remaja mencapai 2.881 orang.

Jumlah tersebut mneingkat dari tahun 2010 yang berjumlah 1.622 anak.

Dari jumlah tersebut, anak dengan rentang usia 15-19 tahun adalah yang paling banyak jumlahnya.

Baca Juga: Kisah Kakek Uhi, Lansia 130 Tahun yang Keinginannya Naik Haji Dikabulkan Raja Arab Saudi Sampai Dijanjikan Ibadah dengan Kawalan Petugas Keamanan Kerajaan

Tahun 2018 jumlahnya mencapai 1.434 anak, yaitu 49 persen dari total anak.

Kemudian diikuti dengan anak dengan rentang usia 0-4 tahun sebanyak 988, atau 34 persen.

Sementara untuk populasi, pulau Jawa merupakan wilayah paling banyak terdapat anak pengidap HIV/AIDS.

Kemudian diikuti Pulau Sumatera, Bali, dan Nusa Tenggara, Papua dan Maluku, Kalimantan, serta Sulawesi.

Setidaknya terdapat 2.223 anak terinfeksi HIV di Pula Jawa yang menjalani terapi antiretroviral pada 2018. (*)

Baca Juga: Kisah Inspiratif Akhmad Mundholin, Direktur Utama BPR Kendal yang Pernah Menjadi Anak Panti Asuhan

Tag

Editor : Seto Ajinugroho

Sumber Kompas.com, Kontan.co.id