Sosok.ID - Sebagai kesatuan Parako, personil Korps Baret Merah Kopassus dibekali segudang taktik pertempuran.
Close Quarters Battle, Gerilya, Anti-Gerilya, Pathfinder, pelolosan dan kamp tawanan, Anti-Teror hingga Jungle Survival harus dipunyai seorang prajurit komando.
Tujuan diberikannya materi diatas tentu untuk membentuk individu manusia yang tahan banting demi meladeni pertempuran berlarut sekalipun.
Mengutip buku Sintong Panjaitan : Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, saat Sintong Panjaitan masih berumur 24 tahun dan menjadi prajurit muda Kopassus, ia langsung diberikan perintah turun ke medan perang.
Perwira muda Korps Baret Merah itu ditugasi sebagai komandan Peleton 1 dimana tim yang akan dipimpinnya berisikan tentara yang sudah kenyang asam garam perang di berbagai penjuru tanah air.
Sebut saja penumpasan PRRI di Sumatera dan Trikora pernah dialami oleh anggota tim Peleton 1 pimpinan Sintong.
Sedangkan Sintong nihil akan war experience alias nol pengalaman perang.
Walau demikian dirinya tetap dipercaya sebagai komandan tim.
Tugas Sintong dan tim ialah melibas pemberontakan DI/TII pimpinan Kahar Muzakkar yang sudah melakukan penyerangan ke pos polisi dan mengganggu penduduk setempat.
Segera tim meluncur ke medan operasi di Sulawesi Selatan dan Tenggara untuk melakukan kontak tembak dengan para pemberontak.
Namun apes yang didapat, Sintong dan timnya malah terkepung rapat oleh pemberontak.
Hujan tembakan bertubi-tubi menyiram Peleton 1.
Bagai neraka dunia, 3 hari 3 malam pemberontak mengepung rapat Peleton 1.
Akan tetapi ada saatnya pula pemberontak menghentikan gempuran, capek mungkin nembak-nembak terus tapi musuh tetap tangguh tak menyerah.
Disaat itulah Sintong menyuruh anak buahnya mengumpulkan Mortir yang sengaja dibawa timnya namun belum sempat digunakan.
Sintong ingin menggunakan artileri itu untuk memberikan tembakan bantuan dan memecah kepungan musuh.
Baru bisa bernafas sebentar saja, tembakan pemberontak kembali menyiram Sintong dan anak buahnya dan musuh semakin mendekat.
Cepat-cepat anak buah Sintong memasukkan mortir ke laras peluncur sebelum mereka habis digencet musuh.
Sial tujuh turunan, Mortir macet tak mau meluncur!
Tak berpikir panjang, Sintong langsung mengambil alih posisi penembak mortir.
Ajaib ketika mortir dimasukkan olehnya langsung meluncur menghantam menggelegar posisi musuh.
Pemberontak kaget bukan kepalang mendapat serangan artileri dadakan. Tak ambil resiko mereka memilih mundur, kabur menyelamatkan diri.
Tak mau menyia-nyiakan momentum, Sintong memerintahkan anak buahnya yang belum tidur tiga hari tiga malam merangsek maju memburu para pemberontak yang sudah mengepung mereka.
Kesetanan anggota Peleton 1 memburu musuhnya.
Drama akhir pengepungan itu dimenangkan oleh Peleton 1 walau pemberontakan belum sepenuhnya dipadamkan. (Seto Aji/Sosok.ID)