Usut punya usut, jimat yang dimaksud Mona adalah tongkat dan songkok bekas Presiden pertama Indonesia, Soekarno.
Untuk jimat itu, Mazlan harus membayar RM2,5 juta. Mona mengatakan butuh ongkos untuk menjemput barang kramat itu ke Indonesia.
Mona kemudian diberikan RM500. Sisanya akan dibayarkan Mazlan jika jimat sudah ia pegang. Sebagai jaminan, ia menyerahkan 10 surat kepemilikan tanah.
“Setelah ritual nanti,” jawab Mona mengingatkan kalau rencana hari itu adalah ritual mandi kembang untuk menggandakan uang, bukan untuk jimat.
Ia kemudian mengajak Mazlan masuk ke dalam sebuah ruangan sempir yang hanya muat empat orang. Itu adalah ruang untuk mandi kembang. Di sana terdapat bak dan juga saluran air.
“Duduk di mana?” tanya Mazlan mencari kursi.
“Ritual kali ini, tidak duduk, tapi berbaring di lantai dengan kepala menghadap ke atas,” kata Mona menjelaskan posisinya.
Mazlan menurut. Ia berbaring di atas selimut tebal yang sudah digelar Juraimi sebelumnya. Kepalanya diminta lebih tegak menengadah ke atas.
Mona menyebut itu adalah posisi untuk menyambut uang, yang kata Mona, akan jatuh dari langit sebentar lagi.
“Sekarang tutup matamu,” seru Mona. Mazlan mengikuti perintahnya.
Affandi lalu memicingkan matanya pada Juraimi, memberi tanda. Juraimi menangkap sinyal tatapan mata itu dengan patuh.