Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Muhammad Arief, Sosok Pencipta Lagu Genjer-genjer yang Nasibnya Berakhir Tragis Usai Peristiwa G30S PKI

Dwi Nur Mashitoh - Jumat, 01 Oktober 2021 | 19:31
Foto Sinar Syamsi putra Muhammad Arief pengarang lagu Genjer-genjer yang identik dengan G30S PKI.
KOMPAS.com/IRA RACHMAWATI

Foto Sinar Syamsi putra Muhammad Arief pengarang lagu Genjer-genjer yang identik dengan G30S PKI.

Sosok.ID - Inilah sosok Muhammad Arief, pencipta lagu Genjer-genjer yang sering diidentikkan dengan peristiwa G30S PKI.

Hal itu dikarenakan saat kejadian G30S PKI, lagu Genjer-genjer sangat populer lantaran dinyanyikan oleh banyak orang.

Melansir dari Grid.ID, lagu ini sendiri mengisahkan tentang penderitaan rakyat Indonesia di zaman penjajahan Jepang.

Adapun, judul Genjer-genjer sendiri merujuk pada sayur genjer.

Baca Juga: Pernah Menjabat Jadi Orang-orang Penting yang Lindungi Presiden Soekarno, Nasib Eks-Cakrabirawa Berubah Total Semenjak G30S/PKI: Diburu Sampai Jadi Biksu Dadakan

Sayur ini memiliki cita rasa pahit dan umum digunakan sebagai pakan bebek.

Berbeda dengan lagunya yang masih sering diputar hingga kini, sosok Muhammad Arief selaku penciptanya justru tak bernasib baik.

Melansir dari Tribun Jambi, Muhammad Arief dikabarkan menghilang pasca kejadian G30S PKI.

Menurut cerita Sinar Syamsi sang anak, kala itu ayahnya pamit pergi keluar.

Baca Juga: DN Aidit, Sosok Pemimpin Partai Komunis Indonesia

Namun, Muhammad Arief justru ditangkap oleh Corps Polisi Militer atau yang biasa disebut CPM.

Sejak saat itu, Muhammad Arief dipindahkan dari satu kota ke kota lainnya.

"Bapak ditahan tentara, dan itu terakhir saya bertemu dengan dia.

"Sempat dengar, katanya bapak dipindah ke Kalibaru, dan dengar lagi bapak sudah dipindah ke Malang," cerita Syamsi.

Baca Juga: Kesaksian Personel KKO AL Pengangkat Jenazah Korban G30S/PKI di Lubang Buaya, Bau Busuk Mayat Sampai Buat Tak Bisa Makan 2 Hari

Walaupun ia dan sang ibu pernah mengunjungi Muhammad Arief, namun kini ia tak tahu-menahu perihal keberadaan sang ayah.

Muhammad Arief pun tak pernah pulang ke rumah sejak saat itu.

"Teman bapak yang cerita. Sampai saat ini saya tidak tahu bapak ada di mana. Dia tidak pernah kembali," kata Syamsi.

Bak jatuh tertimpa tangga, Syamsi dan keluarganya juga harus merasakan pedihnya dirundung oleh masyarakat sekitar.

Baca Juga: Keberadaan Soeharto Saat Pecah Peristiwa G30S/PKI Terungkap, Ternyata Berhubungan Dengan Keadaan Tommy

Dalam sebuah artikel Kompas.com yang terbit 2014 silam, Syamsi mengaku rumahnya masih sering dilempari batu oleh orang.

"Kasihan ibu saya. Stigma sebagai keluarga PKI membuat ia tertekan. Ibu meninggal pada tahun 1997.

"Sampai hari ini, sering ada yang melempari rumah menggunakan batu. Saya kepikiran untuk menjual rumah ini, dan pindah ke mana gitu.

"Capek dicap sebagai keluarga PKI," keluhnya.

Baca Juga: Jarang Diekspos, Aksi Istri DN Aidit Kibuli Aparat Keamanan Indonesia Usai Meletusnya G30S/PKI

Penderitaan Syamsi tak berakhir di situ.

Stigma keluarga PKI karena statusnya sebagai anak pencipta lagu Genjer-genjer membuatnya kesulitan mendapat pekerjaan.

Syamsi bahkan harus merasakan pedihnya di-PHK berkali-kali karena statusnya tersebut.

"Saya bekerja ke sana kemari, selalu saja diberhentikan. Saya sampai stres. Akhirnya sempat jualan, tetapi ya sama saja," akunya.

Baca Juga: Selain AH Nasution, Inilah Sosok Jenderal TNI yang Lolos Pembantaian Jenderal Saat Peristiwa G30S/PKI, Ternyata Disegani Agen CIA

Karena hal itu, Syamsi sampai terbesit untuk pindah negara.

"Sempat terpikir saya pindah negara agar tidak mengalami tekanan seperti ini," lanjutnya.

Tak hanya Syamsi sendiri, penderitaan bahkan sampai menurun ke anak-anaknya.

Demi memutus rantai stigma tersebut, Syamsi sampai harus tinggal terpisah dengan anak-anak dan istrinya.

Baca Juga: Bukan Hanya Mau Diracun Tikus, Soeharto Juga Dikirimi Barang yang Jadi Isyarat Bakal Meletusnya G30S/PKI

Bahkan, ia ikhlas tak diakui sebagai ayah agar anak-anaknya bisa hidup tanpa tekanan seperti dirinya.

"Mereka tinggal di sana. Kasihan jika tinggal di Banyuwangi, mereka tertekan karena dicap PKI.

"Kalau bisa, mereka tidak perlu mengaku sebagai anak saya. Sekarang mereka sudah bekerja," sambung Syamsi.

(*)

Source :Kompas.comGrid.IDTribun Jambi

Editor : Sosok

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

x