Melansir dari The Guardian, (16/10/2020) data menunjukkan semua anak di kota tersebut harus berpisah setidaknya dengan salah satu orang tuanya lantaran ditahan oleh pemerintah China.
Orang tua dari bocah-bocah malang tersebut kini harus mendekam di sebuah pusat penahanan yang juga disebut sebagai pusat pendidikan ulang.
Zenz mengatakan, "Strategi Beijing untuk menundukkan minoritas yang tidak patuh sedang bergeser dari penahanan ke mekanisme kontrol sosial jangka panjang. Di garis depan upaya ini adalah perebutan hati dan pikiran generasi selanjutnya."
Oleh penahanan tersebut hampir semua anak di kota Yarkand harus ditempatkan di panti asuhan negara atau sekolah asrama dengan keamanan tingkat tinggi.
Hampir semua kelas dan interaksi harus menggunakan bahasa Mandarian, bukan Uighur.
Menurut penelitian Zenz, ada total 880.500 anak yang hidup di fasilitas asrama pada tahun 2019.
Jumlah itupun disebut meningkat sebesar 76 persen sejak tahun 2017 karena sistem penahanan China diperluas.
Dampak penahanan terhadap anak-anak dan struktur keluarga menjadi salah satu aspek yang kurang diperhatikan dalam kebijakan China di Xinjiang.
Laporan saksi yang berada di luar China menunjukkan adanya hal yang disebut para pakar sebagai kebijakan sistematis pemisahan keluarga.