Follow Us

Sampai Buat Dunia Tercengang, Ketika 30 Anggota Kopassus Kalahkan 3000 Pasukan Musuh Bersenjata Lengkap

Seto Ajinugroho - Jumat, 12 Juli 2019 | 13:54
Kopassus Indonesia
Kompas.com/Kristian Erdianto

Kopassus Indonesia

Sosok.ID - Indonesia adalah negara yang ikut memelihara perdamaian dunia.

Maka tak ayal Indonesia melalui TNI akan selalu mengirimkan pasukan Garuda yang merupakan bagian dari pasukan perdamaian Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dimanapun diperlukan.

Tidak semua negara bisa mengirimkan pasukan perdamaiannya dibawah panji PBB.

Hanya yang terlatih, berdisiplin baik serta humanis yang bisa mengemban misi mulia tersebut.

Namun bukan berarti Pasukan Garuda yang menjadi bagian PBB tersebut tak mempunyai kemampuan tempur.

Baca Juga: Gagal Naik Haji Gara-gara Kesalahan Sistem, Calon Jemaah Asal Jawa Timur Akhirnya Pilih Mengurung Diri Usai 3 Kali Ikut Manasik

Justru sebaliknya, jika mereka diberi misi tempur maka seperti kesetanan memberangus musuh-musuhnya.

Salah satu misi tempur yang dilakukan pasukan Garuda saat berada di negara Kongo.

Kejadiannya berawal pada tahun 1962 di negara Kongo yang waktu itu sedang bergejolak, TNI kembali diminta oleh United Nations/Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk kembali mengirim pasukan perdamaian ke Kongo.

Di bawah pimpinan Letjen TNI Kemal Idris pasukan perdamaian indonesia tersebut diberi nama Kontingen Garuda III (Konga III) yang anggotanya diambil dari Batalyon 531 Raiders, satuan-satuan Kodam II Bukit Barisan, Batalyon Kavaleri 7, dan unsur tempur lainnya termasuk Kopassus yang waktu itu masih bernama Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD).

Baca Juga: Pernah Jadi Idaman dan Bela Timnas Garuda di Usia Muda, Sekarang Pemain Bola Ini Malah Jadi Begal!

Konga III berangkat dengan pesawat pada bulan Desember 1962 dan akan bertugas di Albertville, Kongo selama delapan bulan di bawah naungan UNOC (United Nations Operation in the Congo).

Daerah yang menjadi medan operasi pasukan Garuda terkenal sangat berbahaya karena di situ terdapat kelompok-kelompok milisi atau pemberontak pimpinan Moises Tsommbe yang berusaha untuk merebut daerah tersebut karena kaya akan sumber daya mineral.

Hubungan interaksi antara pasukan Konga III dengan pasukan perdamaian negara lain terjalin sangat erat, mereka terdiri dari pasukan perdamaian Filipina, India dan bahkan dari Malaysia yang pada tahun 1962 Indonesia sedang gencar-gencarnya menyerukan konfrontasi Ganyang Malaysia dikobarkan, tapi di bawah bendera PBB sikap tersebut hilang karena profesionalitas personel Konga III.

Kontingen pasukan perdamaian India merupakan yang terbesar dan terbanyak jumlahnya di UNOC dan terorganisir dengan baik, sedangkan pasukan Garuda hanya berkekuatan kecil akan tetapi mampu melakukan taktik perang gerilya dengan baik.

Baca Juga: Viral di Facebook! Rela Dimadu, Istri Pertama Kenakan Baju Pengantin Demi Dampingi Suaminya Nikah Lagi

Bukan hanya soal perang melulu, Konga III juga mengajarkan masyarakat setempat untuk mengolah berbagai macam tumbuhan yang berada di sekitar mereka untuk dijadikan makanan, seperti cara mengolah daun singkong sehingga enak dikonsumsi.

Suatu hari terjadi serangan mendadak di markas Konga III yang dilakukan oleh para pemberontak yang diperkirakan berkekuatan 2000 orang.

Markas Konga III tersebut dikepung rapat oleh para pemberontak.

Baku tembak sengit terjadi dari jam 24.00 malam hingga dini hari, tidak ada pasukan Garuda yang meninggal pada kejadian itu hanya beberapa luka ringan dan segera ditangani oleh tim medis.

Sedangkan para pemberontak setelah melakukan serangan itu langsung mundur ke wilayah gurun pasir yang gersang.

Tak mau berdiam diri saja seluruh pasukan perdamaian di Kongo dari semua negara peserta langsung melakukan rapat koordinasi untuk melakukan pengejaran terhadap gerombolan pemberontak.

Entah dengan apa pertimbangannya, semua sepakat jika dibentuk tim berkekuatan 30 orang yang berasal dari RPKAD/Kopassus untuk melakukan pengejaran hingga ke markas pemberontak sekalipun.

Mungkin karena para personil Korps Baret Merah tersebut sudah terlatih melakukan penyergapan di misi-misi tempur sungguhan.

Baca Juga: Sosok Gubernur Kepri Nurdin Basirun Sebelum OTT KPK, si Kapten yang Jago Arungi Lautan dan Gemar Bersedekah

Raut wajah bersemangat tinggi terlihat berkobar di tiap-tiap personel prajurit RPKAD yang terpilih untuk melakukan pengejaran itu.

Iringan doa dari semua pasukan perdamaian menyertai mereka menuju wilayah yang disebut "no man’s land" alias wilayah tak bertuan yang merupakan daerah terlarang bagi pasukan PBB.

Padahal sebelumnya di kawasan tersebut pasukan dari india pernah ditembaki sampai habis tak bersisa oleh pemberontak.

Ke 30 pasukan RPKAD yang menyusup ke sarang pemberontak itu dipimpin oleh seorang kapten dan 5 orang letnan.

Mereka menyamar layaknya penduduk setempat, badan dan wajah digosok arang sehingga hitam menyerupai kulit orang Afrika, ada juga personel yang berpakaian layaknya wanita membawa bakul sayuran.

Menurut informasi, para pemberontak berkekuatan 3000 orang bersenjata lengkap termasuk kendaraan lapis baja.

Para personel RPKAD itu juga mendengar informasi bahwa penduduk setempat termasuk pemberontak sangat percaya takhayul, takut dengan apa yang dinamakan Hantu Putih yaitu sosok berpakaian putih berbau bawang putih.

Nah, mendapati hal ini para personel RPKAD langsung mempunyai ide nyeleneh.

Mereka mengubah penampilan penyamaran dengan menggunakan jubah putih yang mengembang apabila ditiup angin.

Baca Juga: Sempat Tipu Polisi dengan Dalih Pamit Makan, Galih Ginanjar Diciduk Ngumpet Bareng Barbie Kumalasari di Hotel

Persiapan penyamaran selesai, lantas waktunya beraksi!

Isyarat serangan pun diberikan oleh komandan saat denting jam menunjukkan jam 24.00 malam, dengan sangat cepat para personel RPKAD yang menggunakan kapal bercat hitam-hitam menyerang melintasi danau Tanganyika yang tidak berada jauh dari "no man’s land".

Ke 30 personel RPKAD yang sudah menyamar menjadi "Hantu Putih" ini atau yang dikenal oleh masyarakat setempat Spiritesses berhamburan keluar dari kapal.

Selain mempunyai ciri khas serbuan komando, personil Kopassus juga dibekali teknik bunuh senyap (silent kill)
Angkasa

Selain mempunyai ciri khas serbuan komando, personil Kopassus juga dibekali teknik bunuh senyap (silent kill)

Tanpa babibu Korps Baret Merah merangsek tak kenal takut ke konsentrasi pasukan pemberontak.

Pemberontak yang kaget dan memercayai jika yang dihadapi mereka adalah hantu langsung hilang semangat, ketakutan kocar-kacir.

Baca Juga: Potret Buram Pendidikan Negeri Ini, Gegara Gagal PPDB, Seorang Bocah dari Keluarga Miskin Terancam Putus Sekolah

Bahkan ada seorang pemberontak yang sedang membakar ayam karena kaget digerebek satuan komando itu langsung melempar ayam bakarnya dan mengenai salah satu anggota RPKAD.

Selang 30 menit markas pemberontak sekaligus keluarga mereka menyerah dan dapat dikuasai.

Korban operasi ini hanya satu orang di pihak RPKAD yang cedera terkena pecahan proyektil granat namun tak membahayakan nyawanya.

Hasil ini langsung diinformasikan yang selanjutnya kontingen besar pasukan perdamaian yang lain datang untuk mengamankan daerah tersebut.

Panglima PBB Kongo Letjen Kadebe Ngeso sampai tercengang melihat apa yang dilakukan pasukan kebanggaan Indonesia tersebut.

Ia mencap operasi militer RPKAD tersebut sinting, nekat namun penuh perhitungan sampai akhirnya sukses besar.

Sejak saat itu anggota Kontingen Garuda III dikenal oleh orang-orang Kongo dengan julukan Les Spiritesses/Hantu Putih, bisa dibayangkan hanya berkekuatan 30 orang berhasil menawan 3000 orang pemberontak bersenjata lengkap, 30 vs 3000! (Seto Aji/Sosok.ID)

Source : Kompas.com, grid.id

Editor : Seto Ajinugroho

Baca Lainnya

Latest