Sosok.ID - Pandemi Covid-19 menggulung segala sektor perekonomian di tanah air.
Hal ini tentu saja berdampak buruk bagi keberlangsungan perekonomian tanah air.
Masalahnya bukan cuma usaha besar yang kena imbas pandemi.
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) juga kena imbas akibat hal ini.
Jelas saja UMKM yang bergerak dengan berbagai keterbatasannya juga tutup usaha.
Untuk meminimalisir pailit ini, pemerintah melakukan beragam tindakan.
Salah satunya ialah Bantuan Subsidi UMKM.
Harapannya UMKM Indonesia bisa bertahan ditengah 'pageblug' Covid-19.
Ada sekitar 12,8 juta pelaku UMKM yang disasar pemerintah untuk mendapatkan Bantuan Subsidin UMKM.
"Program bantuan dari pemerintah ini ditujukan kepada para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) agar tetap bisa bertahan selama masa pandemi. Pada rencananya ada sekitar 12,8 juta pelaku UMKM yang menjadi target sasaran program bantuan ini," lapor smesta.kemenkopkum.go.id pada 9 November 2022.
Anggaran yang disediakan cukup besar, total mencapai Rp15,36 triliun.
Bantuan Subsidi UMKM lantas dibagi menjadi tiga jenis, yakni Kredit Usaha Rakyat (KUR), LPDB KUKM dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (Program PEN).
Untungnya saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia awal tahun 2020, pada 22 Oktober 2020 Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi Nasional Tahun 2020 menjelaskan jika pemerintah akan senantiasa melindungi UMKM.
Pemerintah memberikan stimulus agar roda-roda UMKM Indonesia tak macet.
"Inflasi tahun 2020 harus dipertahankan agar tidak Fokus Utama terlalu rendah dan dijaga pada titik keseimbangan agar memberikan stimulus kepada produsen untuk tetap berproduksi,” ujar Presiden Jokowi dikutip dari wantiknas.go.id.
Jika sampai gulung tikar maka akan merugikan ekonomi Indonesia itu sendiri.
Sebab sektor UMKM menyumbang 60 persen PDB Indonesia dan menyerap 90 persen tenaga kerja.
Selain itu pemerintah juga mendorong agar pelaku UMKM lebih melek teknologi digital.
Alasannya masih banyak pelaku UMKM yang gagap teknologi.
Pemanfaatan teknologi digital di lingkup UMKM Indonesia masih rendah, cuma berkisar 13 persen saja.
Banyak platform e-commerce yang belum dimaksimalkan pelaku UMKM.
Anggota Tim Pelaksana Dewan TIK Nasional (Wantiknas) Ashwin Sasongko menjelaskan jika pandemi ini haruslah jadi momentum pelaku UMKM untuk hijrah ke platform digital menjajakan dagangannya.
“Beberapa waktu lalu Presiden Jokowi telah menyampaikan hal yang menarik sekali terkait transformasi digital dan UMKM. Bahwa pandemi ini harus dijadikan momentum untuk percepatan transformasi digital yang memang telah menjadi bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Maka hal ini harus diberikan perhatian yang serius oleh para stakeholder,” ujar Ashwin.
Meski demikian Ashwin mengingatkan jika jaringan internet haruslah bisa diakses dimanapun untuk melaksanakan hal ini.
Misal pelaku UMKM di pelosok desa, mereka harus mendapat dukungan jaringan internet supaya produk UMKM Indonesia bisa bersaing di pasar global.
“Perlu diperhatikan dua hal ini, memiliki akses dan juga kemampuan talenta digital. Ini agar produk Indonesia bisa bersaing dan meningkatkan kualitas serta kemampuan bersaing mereka, sebab Indonesia mengikuti pola perdagangan bebas. Supaya bangga buatan Indonesia berhasil, harus ditingkatkan kualitasnya dan bersaing harus didukung dengan IPTEK. Tantangannya bukan hanya UMKM go digital, tapi juga supaya bisa go global, jangan lupa bahwa dalam kerangka global, produk dari luar juga bisa masuk ke kita,” beber Ashwin.
Sementara itu salah satu anggota Himpunan Bank Milik Negara yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) juga mendukung optimalisasi UMKM.
BRI menjadi agent of development bagi majunya UMKM di Indonesia.
Pakar kebijakan publik dari Harvard Kennedy School Jay K Rosengard menjelaskan jika BRI ialah lokomotif perekonomian Indonesia terutama di segmen UMKM.
Jay menilai BRI telah sukses memberdayakan UMKM di Indonesia.
"BRI dengan jaringannya di Indonesia merupakan bank yang paling unggul di sektor mikro. Berbagai lembaga lain di dunia pernah mencoba untuk memfokuskan di sektor tersebut, tapi tidak ada yang sesukses BRI," ujarnya dalam acara Trade Investment and Industry Working Group (TIIWG) Road to G20: SOE International Conference di Bali, Selasa, (18/10/2022) dikutip dari kompas.com.
Soal transformasi digital, menurut Jay BRI punya program holding ultra mikro (UMi) bersama PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) untuk mengintegrasikan 23,5 juta nasabah dengan total outstanding pembiayaan sebesar Rp 183,9 triliun per Agustus 2022.
Hal inilah yang membuat Jay kagum.
"Holding ultra mikro merupakan terobosan yang inovatif dalam mendorong perekonomian masyarakat. Teknologi tidak dapat menggantikan manusia, tetapi melengkapi keberadaan human touch dalam kaitannya inklusi keuangan," jelasnya.
Sejalan dengan Jay, Medium Business Development BRI Arie Sus Miyanti yang turut hadir dalam acara tersebut menjelaskan memang saat ini pihaknya tengah melakukan akselerasi transformasi digital.
"BRI melakukan akselerasi digital di tengah pandemi. Pandemi menjadi momentum transformasi bagi BRI untuk melakukan digitalisasi bisnis proses, mengembangkan digital ekosistem dan digitalisasi untuk sumber pertumbuhan baru," ungkap Arie.
Begitu pula dengan Direktur Bisnis Kecil dan Menengah BRI Amam Sukriyanto dimana pihaknya selalu berusaha 'menggawangi' agar UMKM Indonesia tetap eksis di masa pandemi.
"BRI melakukan akselerasi digital di tengah pandemi. Pandemi menjadi momentum transformasi, seperti digitalisasi bisnis proses, mengembangkan digital ekosistem, dan digitalisasi untuk sumber pertumbuhan baru,” kata Amam.
Mau tak mau memang pelaku UMKM di Indonesia harus melek teknologi supaya masa depan usahanya semakin terjamin.(*)
Baca Juga: Kisah Zainab, Janda Mantan Budak yang Jadi Istri Nabi Muhammad