Sosok.ID - Ini dia profil Nyonya Meneer yang ternyata merupakan seorang keturunan Tionghoa.
Nyonya Meneer sendiri memiliki nama asli Lauw Ping Nio.
Nyonya Meneer lahir di Sidoarjo, Jawa Timur pada 1895.
Melansir dari Tribunnews.com, nama Nyonya Meneer sendiri berasal dari sebutan beras berbutir halus sisa tumbukan padi, yakni menir.
Karena mengikuti ejaan bahasa Belanda, dari 'menir' menjadi 'meneer'.
Kabarnya, ibu Nyonya Meneer ngidam beras menir saat mengandung.
Nyonya Meneer merupakan pendiri pabrik jamu yang legendaris di Indonesia.
PT Nyonya Meneer didirikan oleh wanita kelahiran Sidoarjo, Jawa Timur itu sejak 1919.
Awal mula Nyonya Meneer mendirikan pabrik jamu ialah saat suaminya sakit.
Pada 1900-an, suami Nyonya Meneer sakit karena menjadi korban kekejaman kolonial Belanda.
Penyakit suami Nyonya Meneer tak kunjung sembuh dalam waktu yang lama.
Tak tinggal diam, Nyonya Meneer pun meracik jamu untuk mengobati penyakit suaminya itu.
Tak disangka, ramuan jamunya manjur dan suaminya sembuh.
Usaha bernama "Jamu Cap Potret Nyonya Meneer" lantas didirikan di Semarang pada 1919.
Usahanya semakin berkembang setelah salah satu anak Nyonya Meneer, Nonnie membuka gerai di Jalan Juanda, Pasar Baru, Jakarta.
Dari situ, usaha jamu berlogo wanita berpakaian adat Jawa itu pun semakin meluas ke seluruh penjuru Tanah Air.
Sejak 1967 Nyonya Meneer menjadi direktur utama di perusahaannya.
Ia memasrahkan tanggung jawab perusahaan kepada salah satu anaknya, Hans Ramana.
Seiring berjalannya waktu, Nyonya Meneer memiliki saingan.
Setelah Hans Ramana meninggal dunia (1976) disusul Nyonya Meneer pada 1978, perusahaan mulai goyah.
Konflik di antara cucu Nyonya Meneer semakin memperparah kegoyahan perusahaan.
Walaupun sempat stabil kembali dan memperluas daerah pemasarannya hingga Taiwan, PT Nyonya Meneer akhirnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 3 Agustus 2017.
Untuk mengetahui seluk beluk pembuatan jamu, didirikan Museum Nyonya Meneer di Semarang sejak 1984.
Baca Juga: Siapa Sangka Deretan Sosok Artis Ini Ternyata Keturunan Tionghoa
(*)