Sosok.ID -Isi dakwaan yang dibacakan JPU di Persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatanungkap jika Ferdy Sambo minta tim CCTV KM 50 tangani CCTV di Komplek Rumah Dinas Duren Tiga.
Pada awalnya jaksa penuntut umum mengungkapkan bahwa Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, serta Kuat Ma'ruf mendukung niat jahat Ferdy Sambo habisi nyawa Brigadir Yosua Hutabarat.
JPU mengatakan eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo sempat menembak kepala Brigadir Yosua untuk memastikan ajudannya itu sudah tewas.
Tembakannya berakibat pada rusaknya bagian otak jasad Brigadir J.
Fakta ini terungkap pada surat dakwaan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, menyeret Ferdy Sambo.
Perkara tersebut juga melibatkan Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, dan Kuat Ma’ruf.
Keempatnya akan dituntut terpisah.
Dalam dakwaan jaksa terungkap pada Jumat (8/7/2022) pukul 17.11 WIB, Ferdy Sambo tiba di rumah dinas Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Setelah sampai, Sambo dengan emosi memanggil Bripka Ricky Rizal dan Brigadir J.
Dia memerintahkan Bharada E untuk mengokang senjatanya.
Emosi tersebut tak lepas dari cerita sepihak Putri Candrawathi yang mengaku dilecehkan oleh Brigadir J di Magelang.
Ketika bertemu, Ferdy Sambo lalu memegang leher Brigadir J dan mendorongnya ke depan agar posisinya bisa saling berhadapan.
Sambo kemudian memerintahkan Brigadir J untuk berjongkok.
Brigadir J sembari mengangkat tangannya mempertanyakan perlakuan tersebut. Perintah untuk menembak Brigadir J pun keluar.
“Woy! Kau tembak! Kau tembak cepaaat! Cepat woy kau tembak!’,” ujar JPU soal perintah Sambo ke Bharada E yang diungkapkan saat persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (17/10/2022).
Bharada E kemudian menembak dengan Glock 17 sebanyak tiga atau empat kali ke Brigadir J yang membuatnya jatuh dan bersimbah darah.
Tembakan tersebut timbulkan luka pada dada sisi kanan yang menembus paru-paru.
Tembakan menimbulkan luka di bahu kanan, bibir sisi kiri, lengan, sampai merusak jari manis dan kelingking tangan kiri.
JPU mengungkapkan, Brigadir J sempat meronta kesakitan selepas ditembak.
Ferdy Sambo pun menembak sebanyak satu kali ke kepala Brigadir J untuk memastikan ajudannya itu sudah tewas.
Sambo menembak kepala Brigadir J dengan mengenakan sarung tangan hitam.
“Menembak sebanyak satu kali mengenai tepat kepala bagian belakang sisi kiri korban Nofriansyah Yosua Hutabarat hingga korban meninggal dunia. Tembakan Ferdy Sambo tersebut menembus kepala bagian belakang sisi kiri korban,” tutur JPU.
Tidak hanya mengungkap jika Ferdy Sambo ikut menembak Brigadir J, JPU juga mengungkap Ferdy Sambo meminta tim CCTV KM 50 tangani CCTV Kompleks Duren Tiga.
Sehari setelah pembunuhan Brigadir Yosua, Sambo meminta Hendra Kurniawan agar tangani CCTV.
Hendra Kurniawan lalu menghubungi Ari Cahya dan memintanya mengecek CCTV Komplek Duren Tiga yang diperintah dari Ferdy Sambo.
Ari Cahya menyebut total ada 20 CCTV di sekitar rumah dinas Sambo.
Pada Sabtu 9 Juli pukul 07.30, Ferdy Sambo menelepon Hendra Kurniawan dan meminta pemeriksaan saksi-saksi terkait kasus tewasnya Brigadir J dilakukan di Biro Paminal agar tidak gaduh.
Ferdy pun memerintahkan Hendra untuk mengecek CCTV di Komplek Duren Tiga, tempat pembunuhan Yosua terjadi.
"Saksi Hendra Kurniawan ditelepon oleh terdakwa Ferdy Sambo dan mengatakan 'Bro, untuk pemeriksaan saksi-saksi oleh penyidik selatan di tempat Bro aja ya, biar tidak gaduh karena ini menyangkut Mbakmu masalah pelecehan dan tolong cek CCTV komplek."
Lalu sekira pukul 08.00 WIB, Hendra Kurniawan menghubungi saksi Ari Cahya Nugraha alias Acay yang merupakan tim CCTV pada saat kasus KM 50.
Demikian Jaksa Penuntut Umum saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (17/10/2022).
Jaksa juga membacakan dakawaan, Hendra Kurniawan langsung menghubungi Ari Cahya yang merupakan tim CCTV pada saat menangani kasus KM 50.
Hendra meminta Ari Cahya untuk segera melakukan screening CCTV di rumah dinas Ferdy Sambo.
"Akan tetapi saksi Ari Cahya Nugraha alias Acay menjelaskan dia sedang berada di Bali dan menyampaikan nanti biar anggotanya, maksudnya saksi Irfan Widyanto yang melakukan pengecekan CCTV," kata Jaksa.
Ari Cahya yang saat itu tengah berada di Bali, kemudian memerintahkan anak buahnya yakni Irfan Widyanto untuk mengecek CCTV.
Setibanya di Komplek Duren Tiga, Irfan Widyanto mendapat perintah dari Agus Nurpatria untuk menghitung jumlah CCTV yang berada di Komplek Polri Duren Tiga.
"Selanjutnya saksi Irfan Widyanto, menghubungi saksi Agus Nurpatria Adi Purnama maksudnya Kaden A Paminal dan menyatakan bahwa saksi Irfan Widyanto adalah anggota Ari Cahya Nugraha alias Acay dan meminta menghadap saksi Agus Nurpatria Adi Purnama, dan selanjutnya saksi Irfan Widyanto, agar melakukan screening dengan cara menghitung jumlah CCTV yang berada di Komplek Polri Duren Tiga," ujar Jaksa.
Jaksa menyebut Irfan Widyanto saat itu temukan ada 20 CCTV yang berada di Komplek Polri Duren Tiga.
Irfan laporkan jumlah CCTV itu ke Agus Nurpatria untuk dilaporkan ke Hendra Kurniawan.
"Dan menemukan bahwa terdapat sebanyak 20 CCTV di Komplek Polri Duren Tiga, setelah itu saksi Irfan Widyanto, melaporkan hal tersebut kepada saksi Agus Nurpatria Adi Purnama dengan menggunakan telepon bahwa hasil pengecekan CCTV di seputaran komplek perumahan Polri Duren Tiga ada sebanyak 20 CCTV, selanjutnya saksi Agus Nurpatria Adi Purnama juga melaporkan jumlah CCTV di seputaran komplek perumahan Polri Duren Tiga tersebut kepada saksi Hendra Kurniawan," beber jaksa.
Hendra Kurniawan meminta Agus Nurpatria mengambil CCTV yang memuat bagian penting terkait peristiwa di rumah dians Ferdy Sambo.
Agus Nurpatria pun menyanggupinya.
"Kemudian Agus Nurpatria Adi Purnama mengatakan "Bang, izin anak buahnya Acay laporan ke saya ada sekira 20 CCTV".
Kemudian Hendra Kurniawan mengatakan "Oke jangan semuanya, yang penting-penting saja."
Jaksa juga menyebut Agus Nurpatria juga meminta Irfan Widyanto mengambil DVR CCTV di pos security Komplek Perumahan Polri dan menggantinya dengan DVR yang baru.
Atas ulahnya, Ferdy Sambo dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal 340 mengatur soal pembunuhan berencana dengan ancaman pidana penjara 20 tahun, seumur hidup, atau hukuman mati.
Sedangkan Pasal 338 mengatur soal pembunuhan biasa dengan ancaman hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun.
Baca Juga: 'Siap Komandan,' Jawaban Bharada E Setelah Dengar Cerita Ferdy Sambo Soal Pelecehan pada Putri