Sosok.ID -Sosok jenderal bintang empat, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ternyata menjadi sosok yang meminta Irjen Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan 340 KUHP.
Hal ini disampaikan Kepala Pusat Kajian Keamanan Nasional Universitas Bhayangkara dan Penasihat Kapolri, Hermawan Sulistyo, dalam program Kompas Petang di Kompas TV, Jumat (19/8/2022).
“Jangan lupa loh, penetapan (pasal) 340 untuk (Ferdy) Sambo itu yang minta Kapolri, harus bisa dibuktikan 340, bukan penasihatnya, bukan penasihat hukumnya,” ungkap Hermawan Sulistyo.
“Publik kan enggak tahu, masa Kapolri cerita ke publik, eh saya minta loh dihukum segini, pasal ini pasal itu.”
Hermawan Sulistyo juga menyebut, Kapolri meminta siapa pun yang diduga terlibat dalam kasus ini benar-bendar dibuka seterang-terangnya.
Hal ini juga termasuk aliran dana yang disebut-sebut mengalir ke sejumlah pihak dalam pusaran kasus yang dihadapi Irjen Ferdy Sambo.
“Kapolri bilang, dibuka saja kalau saya terima duit, jumlahnya berapa, kapan? Buka-bukaan saja,” ucap Hermawan Sulistyo.
Sebagaimana diberitakanKompas TVsebelumnya, Irjen Ferdy Sambo memang telah ditetapkan sebagai salah satu tersangka pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan pasal 340 KUHP.
Pasal 340 KUHP, memiliki ancaman hukuman maksimal mati.
Sebagai informasi bunyi pasal 340 adalah: “Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun".
Anak buah Ferdy Sambo
Sementara itu, Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, menyebut sejumlah oknum yang terseret kasus pembunuhan Brigadir J adalah mafia geng Ferdy Sambo.
Geng mafia ini disebutnya menggunakan segala cara sampai bekerja sistematis menutupi kematian Brigadir J.
"Geng mafia yang diketuai Ferdy Sambo menutup kasus kejahatan dengan kejahatan lain, dengan suap, rekayasa kasus, narasi bohong dengan intimidasi bahkan dengan perlawanan legal," kata Sugeng dalam wawancara di Kompas TV, Kamis (18/8/2022) sore.
Sugeng mengatakan, apa yang dilakukan geng mafia Ferdy Sambo menunjukkan fakta peristiwa pembunuhan, yang bukan diungkap oleh penyidik justru terjadi penghilangan jejak pidana oleh mereka.
"Ada 62 polisi yang diperiksa 35 terduga pelanggar kode etik dan empat menjadi tersangka. Ini sesuatu yang mebelalakan mata, bahwa ada 62 polisi yang sadar sukarela terjun ke dalam jurang kegagalan dalam kariernya," kata Sugeng.
Sugeng menjelaskan, kata mafia yang digunakan untuk memberikan gambaran kepada masyarakat yang awam terkait pelanggaran kode etik yang dilakukan oknum tersebut.
"Tapi keyword mafia dengan analisis mengidentifikasi sistem kerjanya ini akan memudahkan masyarakat untuk lebih memahami. Bahwa modusnya itu mirip sebagai satu jaringan kejahatan itu klop menurut analisis IPW," katanya.
Komentar Mahfud MD
Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, mengatakan bahwa ada kerajaan Ferdy Sambo di dalam institusi Polri.
Mahfud menyebut kerajaan Ferdy Sambo ini seperti Sub-Mabes dan sangat berkuasa di institusi Polri, menjadi hambatan dalam penyelidikan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat.
“Yang jelas ada hambatan hambatan di dalam secara struktural ya karena ini tidak bisa dipungkiri, ini ada kelompok Sambo sendiri nih yang seperti menjadi kerajaan Polri sendiri di dalamnya, seperti Sub-Mabes yang berkuasa," ujarnya dilansir dari YouTube Akbar Faisal, Rabu (17/8/2022).
“Dan ini yang menghalang-halangi sebenarnya, kelompok ini yang jumlahnya 31 orang itu, yang sekarang udah ditahan.”
Memahami adanya hambatan secara structural di internal Polri. Mahfud MD mengatakan, telah menyampaikan kepada Kapolri untuk segera menyelesaikan persoalan ini.
“Ya, Saya sudah sampaikan ke Polri dan apa Ini harus selesaikan,” ujarnya.
Ada tiga klaster dalam pembunuhan Brigadir J dengan tersangka utama Irjen Ferdy Sambo.
“Satu, pelaku yang merencanakan dan mengeksekusi langsung, nah ini yang kena tadi pasal pembunuhan berencana karena dia ikut melakukan, ikut merencanakan, dan ikut memberi pengamanan di situ,” ucap Mahfud MD.
Lalu klaster kedua adalah, klaster obstruction of Justice. Pihak-pihak dalam klaster ini tidak ikut dalam eksekusi tewasnya Brigadir J.
“Tetapi karena merasa Sambo, (pihak) ini bekerja nih, bagian obstruction of Justice ini membuang barang ini, membuat rilis palsu dan macam-macam, ini tidak ikut melakukan,” ujar Mahfud MD.
“Nah menurut saya kelompok 1 dan 2 ini tidak bisa kalau tidak dipidana ya, kalau yang ini tadi karena melakukan dan merencanakan, yang obstruction of Justice yang menghalang-halangi penyidikan itu, memberi keterangan palsu, membuang barang, mengganti kunci, mengganti barang bukti, memanipulasi hasil autopsi, nah itu bagian obstruction of Justice.”
“Satu, pelaku yang merencanakan dan mengeksekusi langsung, nah ini yang kena tadi pasal pembunuhan berencana karena dia ikut melakukan, ikut merencanakan, dan ikut memberi pengamanan di situ,” ucap Mahfud MD.
Lalu klaster kedua adalah, klaster obstruction of Justice. Pihak-pihak dalam klaster ini tidak ikut dalam eksekusi tewasnya Brigadir J.
“Tetapi karena merasa Sambo, (pihak) ini bekerja nih, bagian obstruction of Justice ini membuang barang ini, membuat rilis palsu dan macam-macam, ini tidak ikut melakukan,” ujar Mahfud MD.
“Nah menurut saya kelompok 1 dan 2 ini tidak bisa kalau tidak dipidana ya, kalau yang ini tadi karena melakukan dan merencanakan, yang obstruction of Justice yang menghalang-halangi penyidikan itu, memberi keterangan palsu, membuang barang, mengganti kunci, mengganti barang bukti, memanipulasi hasil autopsi, nah itu bagian obstruction of Justice.”