Sumpah Palapa Bukan yang Pertama, Gajah Mada Ternyata Tiru Tujuan Sosok Ini Untuk Satukan Nusantara di Bawah Majapahit!

Kamis, 07 Juli 2022 | 17:17
tribunnews.com

Ilustrasi Patih Gajah Mada

Sosok.ID-Bila menilik soal jejarah berdirinya Majapahit, sosok yang tak bisa dikesampingkan soal kejayaan salah satu kerajaan termasyur di Tanah Air itu adalah Gajah Mada.

Nama Gajah Mada sendiri cukup fenomenal di perjalanan kejayaan dari kerajaan Majapahit meski dirinya bukanlah raja.

Menjabat sebagai seorangpatihdanpanglima militerbagiMajapahit, Gajah Mada sukses membuat kerajaan yang diyakini berpusat di Trowulan itu menguasai Nusantara.

Proses Gajah Mada dalam membuat panji-panji Majapahit berkibar di seantero Nusantara bermula dari Sumpah Palapa.

Sebagai seorang pejabat tinggi di Majapahit, Gajah Madabisa mengeluarkan prasastinya sendiri dan ia juga berhak memberi titah membangun bangunan suci bagi tokoh yang sudah meninggal.

Melansir dari Intisari, salah satu bukti pendirian prasasti yang dilakukan oleh Gajah Mada adalah prasasti bertarikh 1273 Saka, atau tahun 1351.

Dalam prasasti tersebut menerangkan tentangpembangunan bangunan suci bagi Raja Singasari, Kertanegara, penddahulu Gajah Mada.

Sebagai informasi, Kertanegaramerupakanraja terakhir Singasari yang gugur di istananya bersama patihnya, Mpu Raganatha, beserta para brahmana Shiwa dan Buddha.

Gugurnya Kertanegara kala itu disebabkan akibat serangan tentara Jayakatwang dari Kediri.

Pendirian bangunan suci untuk Raja Singhasari oleh Gajah Mada tersebut pun menjadi tanda tanya besar.

Kini teka-teki alasan Gajah Mada membangun bangunan suci untuk mengingat sosok Kertanegara tersebut akhirnya terbongkar.

Seperti penjelasanarkeolog Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar, ia menyebutkan ada alasan khusus Gajah Mada membangun candi untuk Kertanegara.

Dalam buku berjudul'Gajah Mada, Biografi Politik', Agus menulis jika kemungkinan candi yang didirikan atas perintah Gajah Mada adalah Candi Singasari di Malang.

Hal ini karena ditemukan Prasasti Gajah Mada di halaman Candi Singasari.

Candi lain yang dihubungkan dengan Kertanegara yaitu Candi Jawi di Pasuruan.

Pakar sejarah mengatakan candi ini sangat mungkin didirikan tidak lama setelah Kertanegara tewas di Kedaton Singasari.

Data prasasti, karya sastra, dan peninggalan arkeologis membuat Agus yakin ada dua alasan mengapa Gajah Mada memuliakan Kertanegara sampai mendirikan candi bagi Kertanegara.

Pertama, Gajah Mada mencari legitimasi guna membuktikan Sumpah Palapa.

Berkaitan dengan ambisi Gajah Mada agar seluruh wilayah Nusantara mengakui kejayaan Majapahit, maka Gajah Mada ingin mengambil hati Kertanegara, sosok raja yang memiliki wawasan politik luas.

Wawasan Dwipantara Mandala milik Kertanegara membuatnya memperhatikan daerah-daerah lain di luar Pulau Jawa.

"Dengan demikian Gajah Mada seakan ngalap berkah (minta restu), kepada Raja Kertanegara yang telah menjadi bhattara (hyang) bersatu dengan dewa. Gajah Mada meneruskan politik pengembangan mandala hingga seluruh Dwipantara (Nusantara) yang awalnya telah dirilis oleh Kertanegara," demikian penjelasan Agus.

Penyebab kedua adalah dalam masa Jawa Kuno, candi tokoh selalu dibangun oleh kerabat atau keturunan langsung tokoh tersebut.

Contohnya Candi Sumberjati untuk Raden Wijaya dibangun tahun 1321 pada masa pemerintahan Jayanegara; dan Candi Bhayalango untuk Rajapatmi Gayatri dibangun oleh cucunya, Hayam Wuruk, tahun 1362.

Ini artinya seperti ditafsirkan Agus, Gajah Mada masih keturunan dari Raja Kertanegara atau masih mempunyai hubungan darah dengan Kertanegara.

Itulah sebabnya Gajah Mada mempunyai perhatian khusus kepada raja itu yang memang leluhurnya.

Agus berpendapat, ayah Gajah Mada kemungkinan besar adalah Gajah Pagon yang mengiringi Raden Wijaya ketika berperang melawan pengikut Jayakatwang dari Kediri.

"Interpretasi selanjutnya, Gajah Pagon sangat mungkin anak dari salah satu selir Kertanegara," lanjut Agus.

Agus menganggap tidak mungkin Gajah Pagon orang biasa, sebab namanya disebut secara khusus di kitab Pararaton.

Disebutkan Raden Wijaya begitu mengkhawatirkan Gajah Pagon yang terluka dan dititipkan kepada seorang kepala desa.

"Kepala desa Pandakan saya titip seseorang, Gajah Pagon tidak dapat berjalan, lindungilah olehmu," kata Raden Wijaya dalam Pararaton.

Sangat mungkin menurut Agus jika Gajah Pagon kemudian menikah dengan putri kepala desa Pandakan dan kemudian memiliki anak, yaitu Gajah Mada.

"Jadi, Gajah Mada mungkin memiliki eyang yang sama dengan Tribhuwana Tungga Dewi. Bedanya Gajah Mada cucu dari istri selir, sedangkan Tribhuwana adalah cucu dari istri resmi Kertanegara," jelas Agus.

Lantaran hal tersebut, tak bisa dipungkiri ada kemungkinan Sumpah Palapa juga lahir karena konsepsi Dwipantra Mandala milik Kertanegara yang menginspirasi Gajah Mada.

(*)

Baca Juga: Lekat Dengan Perayaan Lebaran, Ternyata Istilah Mudik Berasal Dari Jaman Kerajaan? Ini Penjelasannya!

Baca Juga: Mudik Lebaran, Tradisi Pulang Kampung di Indonesia yang Ternyata Sudah Dilakukan Rakyat Sejak Zaman Majapahit

Tag

Editor : Andreas Chris Febrianto Nugroho

Sumber intisari