Kue Kering Baru Muncul di Zaman Kolonial Belanda, Ini Tradisi Sajian Lebaran di Masa Sebelumnya!

Selasa, 03 Mei 2022 | 06:00
Dok. Sajian Sedap

Ilustrasi kue kering lidah kucing.

Sosok.ID - Sajian kue kering di atas meja bak suatu hal yang tak bisa dipisahkan dari tradisi Lebaran di Indonesia.

Biasanya, masyarakat Indonesia akan menyajikan beberapa kue kering seperti nastar, kue putri salju, kastengel, dan lain-lain.

Namun tahukah kamu bahwa tradisi semacam itu baru muncul ketika Kolonial Belanda masuk ke Indonesia?

Sebelum masa tersebut, alih-alih kue kering, ada hal lain yang kerap disajikan masyarakat Indonesia. Apakah itu?

Dikutip dari Kompas.com, Sejarawan Kuliner Fadly Rahman mengatakan bahwa kue kering yang dikenal saat ini baru masuk ke Indonesia saat masa kolonial Belanda.

Konon, orang Belanda lah yang pertama kali menyajikannya di Tanah Air.

“Bagaimana prosesnya bisa menjadi hidangan lebaran ini tidak bisa dilepaskan dari interaksi sosial budaya masyarakat Bumi Putera, masyarakat Islam Indonesia, dengan orang-orang Eropa," jelas Fadly Rahman.

"Dan pada masa abad ke-19 hingga 20 pengaruh budaya Eropa dalam hal kuliner itu begitu banyak diserap oleh masyarakat Indonesia. Diantaranya aneka kue yang secara nama saja itu bukan nama Indonesia begitu,” tambahnya.

Adapun sebelum masa kolonial Belanda, masyarakat Indonesia lebih sering menyajikan makanan seperti opak, apem, hinga rengginang saat Lebaran.

Tak jarang di beberapa tempat di pedesaan, sajian semacam itu masih kerap kita jumpai.

“Dulu masyarakat Indonesia menyajikan kudapan-kudapan daerah seperti yang kita kenal sekarang saat Lebaran. Seperti opak, seperti apem, rengginang yang sekarang itu sebetulnya masih ada.

"Namun mereka berada di belakang bayang-bayang kue-kue Eropa ya seperti kastengel nastar yang sering kita jumpai sekarang yang dianggap lebih modern, lebih trendy,” ujar Fadly.

Dengan kedatangan Bangsa Belanda, sebagian masyarakat Indonesia mulai terpengaruh budaya kuliner Belanda dan mengalami perubahan selera.

Menyajikan kue-kue kering di atas meja bahkan sempat dianggap menunjukkan derajat sosial seseorang.

Ketika itu, masyarakat kalangan menengah atas enggan menyajikan makanan dari sagu, tepung, beras, tepung ketan, dan sejenisnya.

“Masyarakat Indonesia mulai merasa kue tradisional itu teksturnya lengket, kemudian tidak awet, tapi kalau kue-kue kering disajikan berhari-hari pun, berminggu-minggu pun akan tetap awet untuk disajikan termasuk dalam momen lebaran,” lanjut Fadly.

Namun seiring berjalan waktu, kue kering bukan lagi patokan derajat sosial seseorang.

Saat ini rumah ke rumah kerap ditemui kue kering. (*)

Baca Juga: Rayakan Lebaran Dengan Makan Ketupat Tapi Takut Cepat Basi? Begini Cara Mengakalinya!

Tag

Editor : Rifka Amalia

Sumber Kompas.com