Sosok.ID - Pertempuran antara militer Rusia dengan Ukraina kini telah memasuki penghujung bulan Maret 2022.
Hal itu artinya, perang antara militer Rusia degan Ukraina ini sudah berjalan hampir satu bulan lamanya.
Namun sampai detik ini, belum ada tanda-tanda akan adanya perdamaian ataupun gencatan senjata dari dua belah pihak.
Bahkan diketahui meski perundingan tengah dilakukan oleh dua belah pihak, tetapi belum juga menemukan titik temu untuk menyelesaikan perang Rusia vs Ukraina ini.
Lebih lanjut, baru-baru ini nama Indonesia ikut terseret dalam pusara konflik yang terjadi di wilayah Eropa Timur tersebut.
Tak sampai di situ saja, Indonesia di singgung soal obat-obatan yang diterima oleh militer Ukraina.
Disebut-sebut obat-obatan tersebut diberi oleh sekutu negara-negara Barat, yakni Amerika Serikat (AS).
Ternyata Indonesia sempat menerima bantuan serupa seperti apa yang didapatkan oleh Ukraina saat ini.
Hal itu yang menjadi sorotan Rusia terhadap perlakuan AS kepada Ukraina baru-baru ini.
Lalu apa hubungannya dengan Indonesia hingga terseret dalam konflik?
Kepala Pasukan Perlindungan Radiasi, Kimia, dan Biologi Rusia Igor Kirillov mengatakan Amerika Serikat telah menguji obat-obatan yang belum disetujui di AS dan Kanada pada prajurit Ukraina.
Dia menyampaikan, pihaknya akan terus mempublikasikan informasi tentang penelitian yang melibatkan personel militer Ukraina.
"Saya ingin mencatat bahwa pekerjaan seperti itu dilarang di AS dan dilakukan oleh Kementerian Pertahanan (AS) di luar negeri," kata Kirillov, dikutip dari Kantor Berita Rusia, TASS, Kamis (24/3/2022).
"Kami telah menyebutkan studi yang merupakan bagian dari proyek UP-8, yang melibatkan lebih dari 4.000 orang," tambah dia.
Kirillov menjelaskan, menurut data yang dipublikasikan di media Bulgaria, sekitar 20 tentara Ukraina tewas dan 200 lainnya dirawat di rumah sakit selama eksperimen di laboratorium Kharkov saja.
Baca Juga: Dunia Internasional Geger, Rusia Makin Nekat Ratakan Ukraina Dengan Senjata Canggih Ini!
"Dokumen yang diperoleh mengonfirmasi upaya untuk menguji obat-obatan yang sebelumnya tidak diuji, yang tidak menjalani prosedur persetujuan di AS dan Kanada," ungkap dia.
Kirillov mengatakan bahwa pendekatan yang tidak dapat diterima seperti itu, dengan persetujuan diam-diam dari pemerintah AS, merupakan bisnis biasa bagi perusahaan farmasi besar.
“Dengan demikian, pemerintah Indonesia pada 2010 menghentikan kegiatan US Navy Medical Center di Jakarta karena banyak pelanggaran,” kata dia.
"Pekerjaan yang dilakukan Amerika di fasilitas ini melangkah di luar program penelitian yang disepakati, karena mereka melakukan pengambilan sampel biologis dan menolak memberi tahu pemerintah Indonesia tentang hasil yang dicapai," ujar Kirillov.
Kirillov mencatat bahwa bahan yang mereka terima digunakan untuk kepentingan perusahaan farmasi yang berafiliasi dengan Pentagon, Gilead, yang menguji obatnya di negara-negara yang mencakup Ukraina dan Georgia.
"Saya ingin menarik perhatian Anda pada fakta bahwa jumlah laboratorium biologi di AS tidak dapat dibandingkan dengan negara lain," kata Kirillov.
"Menurut Kementerian Luar Negeri China, mereka (AS) mengendalikan 336 laboratorium di 30 negara di luar yurisdiksi nasional," tuding dia.
Menurut Kirillov, Kementerian Pertahanan Rusia percaya bahwa informasi yang masuk membuat perlu untuk mencari klarifikasi dari Washington, sebagai bagian dari penyelidikan internasional, mengenai tujuan sebenarnya yang dikejar oleh laboratorium bio AS.
(*)
Baca Juga: PerangRusia dan Ukraina bakCobaan BagiHubungan AS-China: Ini Berpotensi Jadi Titik Balik!