Sosok.ID -Dunia internasional kini tengah soroti meningkatnya aktivitas militer di kawasan bekas negara Komunis terbesar, Uni Soviet.
Bahkan baru-baru ini, niat untuk membangun kembali kejayaan Uni Soviet tengah digencarkan oleh Rusia.
Salah satu buktinya dikaitkan dengan rencana invasi Rusia ke negara tetangga, Ukraina baru-baru ini.
Kabar tersebut langsung direspon oleh Amerika Serikat (AS) soal invasi yang bakal digencarkan Rusia.
Bahkan AS secara terang-terangan mengaku memiliki tanggung jawab untuk membela Ukraina jika negara itu diserang oleh Rusia.
Tak hanya AS saja, bahkan NATO juga disebut bakal turun tangan jika terjadi peperangan, di kawasan bekas Uni Soviet tersebut.
Mengutip dari Intisari-Online yang melansir dari AS The Hill, konflik Rusia-Ukraina sudah dimulai sejak Rusia mencaplok semenanjung Krimea pada 2014.
Dan saat sekarang ini disebut hanyalah kelanjutan dari operasi militer Rusia pada sejumlah wilayah sengketa dengan Ukraina.
Baca Juga: Berita Militer : Kekuatan Masif USAF, Angkatan Udara Paling Superior di Bumi
Konflik tersebut bermula dari Rusia yang tidak menerima Ukraina yang semakin condong ke Barat.
Rusia kini bahkan mengambil langkah untuk memusatkan pasukan di perbatasan Ukraina.
Hal itu memberi Presiden Rusia Vladimir Putin lebih banyak pilihan militer jika situasinya tidak terkendali.
Salah satu pensiunan Jenderal Angkatan Darat AS Kevin Ryan mengatakan ada banyak solusi bagi AS untuk menghadapi agresi dari Rusia.
Termasuk solusi diplomatik, sanksi ekonomi, hingga tindakan militer jika memang benar diperlukan.
Sedangkan mengenai tindakan militer, Jenderal Ryan menuturkan, ini dapat membuat Rusia memikirkan kembali peluang keberhasilannya jika meluncurkan operasi di Ukraina.
Secara terang-terangan, Joe Biden pun mengkonfirmasi bahwa dia tidak akan mengirim pasukan AS untuk berperang di Ukraina.
Hal itu berarti, AS tidak akan berhadapan langsung dengan militer Rusia untuk menghindari risiko eskalasi konflik nuklir.
Namun ternyata AS tidak tinggal diam.
Terbukti dari dukungan militer yang didapatkan dari Georgia dan Moldova dalam meluncurkan kampanye militer ke daerah-daerah otonom yang disponsori Rusia.
Termasuk Abkhazia yang berbatasan dengan Laut Hitam, Ossetia di utara Georgia, dan Republik Transnistria yang berbatasan dengan Ukraina.
Menyerang daerah otonom ini pada dasarnya tidak mengancam Rusia, karena itu bukan wilayah Rusia, kata Jenderal Ryan.
Tetapi Rusia harus membubarkan pasukannya untuk melindungi daerah-daerah ini, membantu mengurangi tekanan terhadap Ukraina.
AS pun juga mengambil tindakan dengan cara blokade militer di Kaliningrad, yang merupakan wilayah Rusia yang terpisah, dikelilingi oleh Polandia dan Laut Baltik.
Solusi militer ini akan merugikan sumber daya militer Rusia yang signifikan, kata Jenderal Ryan.
Selain itu sebagai solusi terakhir, AS juga perlu membujuk Turki untuk berurusan dengan Rusia, melarang kapal perang Rusia melewati Selat Bosphorus.
Baca Juga: Berita Militer : Diklaim Punya Daya Ledak Tinggi, Deretan Rudal Milik Iran Ini Siap Hujam Israel
Diketahui selat Bosphorus adalah satu-satunya jalur pelayaran yang menghubungkan Laut Hitam dengan Laut Mediterania.
Satu-satunya pintu keluar Armada Laut Hitam Rusia.
Di bawah Konvensi Montreux, Turki memiliki hak untuk melarang kapal apa pun melewati selat itu jika "merasakan tanda bahaya atau ancaman".
Menurut Jenderal Ryan, Turki dapat menggunakan alasan bahwa konflik di Ukraina mengancam kepentingannya.
Sehingga perlu untuk melarang kapal Rusia melewati selat, tetapi tetap memastikan hak lintas kapal Amerika dan Barat.
(*)