Sosok.ID-Sudah bukan rahasia lagi salah satu produk mie instan buatan dalam negeri, Indomie memang dikenal hampir di seluruh penjuru dunia.
Bukan hanya di Tanah Air, banyak masyarakat di negara lain yang mengakui kelezatan mie instan buatan Indonesia tersebut.
Tak sedikit pula yang lebih memilih Indomie ketimbang mie buatan negara mereka masing-masing.
Karena kelezatannya tersebut, ternyata Indomie sampai mampu masuk dalam jajaran brand kenamaan di tingkat internasional.
Seperti yang dilansir dariSeasia.co,Indomie masuk ke dalam 10 merek yang paling digemari di seluruh dunia selama tahun 2021.
Melansir dari akun Instagram @seasia.co (9/10), diumumkan 16 merek yang termasuk ke dalam yang paling banyak dipilih masyarakat dunia selama tahun 2021.
Tak disangka-sangka, pada urutan ketujuh ada merek mie instan asal Indonesia yang berhasil mengalahkan merek-merek besar dari Inggris, Swedia hingga Jerman.
Sementara itu, berdasarkan riset, yang menjadi produk paling dipilih di urutan pertama adalah Coca Cola yang dikatakan mampu menarik perhatian hingga 5.9 miliar kali dalam satu tahun.
Unggahan yang diterbitkan oleh Instagram @seasia.co ini semakin membuktikan bahwa kelezatan Indomie tidak bisa diragukan.
Tak hanya di Indonesia, tetapi kelezatan Indomie telah berhasil menyihir orang di seluruh dunia untuk ikut merasakan kelezatan rasanya.
Sayang, hal yang harusnya menjadi kebanggaan ini ternyata menjadi boomerang bagi Indomie juga, lantaran begitu terkenal sampai menjadi alat tukar untuk hubungan tidak senonoh.
Hal ini terjadi di Ghana, terkuak dalam acara dialog nasional mengenai kekerasan berbasis gender dan seksual di tengah pandemi Covid-19.
Dialog yang diadakan STAR-Ghana Foundation itu mengundang pakar gender dan ketenagakerjaan Bashiratu Kamal, ia memaparkan temuannya tentang lonjakan kehamilan para remaja.
Wabah Covid-19 membuat kemiskinan meningkat, sampai-sampai banyak gadis muda dipaksa untuk berhubungan intim.
Nah, para pria hidung belang menggunakan bahan pokok seperti mie instan Indomie, beserta uang dan kartu kredit untuk dijadikan alat tukar hubungan intim.
"Dalam beberapa kasus, 'seks transaksional' ini justru mendapat dorongan dari orangtua si perempuan agar mereka mendapatkan makanan," jelas Kamal.
Naas, ada orangtua yang mendorong putrinya agar bisa mencukupi kebutuhan hariannya melalui hubungan seks tersebut.
Dilansir World of Buzz Jumat (25/12/2020), Kamal memaparkan orangtua korban tidak bekerja dan hanya berada di rumah saja selama wabah.
"Mereka perlu sesuatu untuk bertahan hidup. Karena itulah, mereka harus melakukannya demi mendapatkan uang," papar si pakar dalam dialog itu.
Kamal melanjutkan, temuan ini menunjukkan kemiskinan tidak hanya menimpa orang dewasa, namun juga generasi muda demi bertahan hidup.
(*)