Sosok.ID - Olimpiade Tokyo 2020 menjadi hiburan masyarakat dunia di tengah pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai.
Jepang selaku penyelenggara pun tak main-main menyipakan olimpiade yang tertunda dan baru bisa dilaksanakan di tahun 2021 ini.
Salah satunya soal medali yang ternyata butuh waktu selama dua tahun untuk mengumpulkan materialnya.
Bukannya tanpa sebab, pengumpulan material medali menjadi lama karena Pemerintah Jepang turut melibatkan masyarakatnya.
Ya, material medali berupa emas, perak dan perunggu itu dikumpulkan dari sampah elektronik yang disumbangkan masyarakat Jepang.
Bagi masyarakat Jepang, proyek tersebut merupakan kesempatan bagi mereka untuk menjadi bagian dari Olimpiade Tokyo 2020.
"Kampanye tersebut meminta masyarakat untuk menyumbangkan perangkat elektronik usang untuk proyek tersebut," kata Juru Bicara Olimpiade Tokyo 2020 Hitomi Kamizawa, dikutip dari DW via Kompas.com.
"Kami berterima kasih atas kerja sama semua orang," lanjutnya.
Sebanyak 90 persen kota, kota kecil, dan desa di Jepang berhasil dijangkau berkat adanya situs penjemputan donasi.
Selama dua tahun dikumpulkan, sampah-sampah elektronik itu menghasilkan 70 pon (32 kg) emas, 7.700 pon (3.493 kg) perak, dan 4.850 pon (2.200 kg) perunggu.
Semua material tersebut didapat dari sampah elektronik yang ditotal memiliki berat hampir 80 ton.
Proyek ini pun melibatkan banyak pihak selama pengerjaannya.
Pemerintah pusat, ribuan kotamadya, perusahaan, sekolah hingga komunitas lokal ikut terlibat dalam proyek ini.
Salah satu perusahaan yang terlibat adalah Renet Japan Group.
Perusahaan ini memiliki filosofi bisnis yang berkisar pada keberlanjutan.
"Kami mengembangkan gerakan pengelolaan limbah untuk proyek medali dengan kerja sama dari banyak pemangku kepentingan, dari Pemerintah Jepang hingga masyarakat lokal," kata Direktur Renet Japan Group Toshio Kamakura, seperti dikutip via Kompas.com.
Proyek ini pertama kali diluncurkan pada April 2017 dan melibatkan 600 kota.
Dua tahun kemudian, tepatnya pada Maret 2019, jumlah kota yang terlibat meningkat menjadi 1.600.
Peningkatan tersebut didukung oleh kampanye besar-besaran dan adanya titik pengumpulan untuk memudahkan warga berpartisipasi.
Usai dikumpulkan, sampah elektronik akan melalui tahap-tahap selanjutnya untuk bisa diambil material pentingnya.
Baca Juga: Kisah Kinantan Arya Bagaspati, Tiga Tahun Harumkan Indonesia di Olimpiade Matematika Dunia
Sampah yang kebanyakan terdiri dari ponsel dan laptop itu harus melewati tahap pembongkaran, ekstrasi, hingga pemurnian oleh kontraktor.
Sebelum akhirnya didapat bahan daur ulang yang kemudian dicetak ke dalam konsep desain Junichi Kawnishi.
(*)