Letusan Gunung Kelud di Hari Kelahirannya Seolah Jadi Pertanda, Soekarno Rupanya Sudah Diprediksi Jadi Presiden Pertama RI, Keyakinan Ibu Bung Karno Ini Menjelma Jadi Kenyataan

Jumat, 04 Juni 2021 | 18:31
ist/Tribun Jabar

Soekarno dan tongkat komando miliknya

Sosok.ID - Tanggal 6 Juni 1901 adalah hari lahir Soekarno.

Tentunya hari itu adalah hal bersejarah bagi Indonesia.

Mengingat hari itu, terlahir Presiden Pertama Republik Indonesia sekaligus sang proklamator kemerdekaan bangsa ini.

Tentang hari kelahirannya itu, Soekarno memandangnya sebagai suatu pertanda baik karena serba 6.

Baca Juga: Bawa Pancasila ke Panggung Dunia, Soekarno Pernah Gemparkan Sidang PBB Gegara Minta Dasar Negara Indonesia Juga Jadi Dasar Organisasi Dunia

"Hari lahirku ditandai oleh angka serba enam. Tanggal 6 bulan 6," kata Bung Karno dalam autobiografinya yang disusun oleh Cindy Adams 'Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat'.

"Adalah menjadi nasibku yang paling baik untuk dilahirkan dengan bintang Gemini, lambang kekembaran. Dan memang itulah aku sesungguhnya. Dua sifat yang berlawanan," sambung dia.

Kejadian lain yang dianggap sebagai pertanda nasib oleh Soekarno adalah meletusnya Gunung Kelud saat ia lahir.

Menurut dia, orang yang percaya takhayul meramalkan letusan itu sebagai penyambutan bayinya.

Baca Juga: Bukan Soekarno, Ternyata Sosok Pelukis Pangeran Diponegoro Ini Lebih Awal Dikenal Banyak Orang Eropa Bahkan Jauh 90 Tahun Sebelum Bung Karno Lahir, Ternyata Bukan Sosok Sembarangan!

Namun, masa kecil Bung Karno banyak dilaluinya dengan penuh kekurangan dan sakit-sakitan.

Masa kecil Bung Karno

Harian Kompas, 1 Juni 2001, memberitakan, pengalaman traumatis terjadi di masa lima tahun pertamanya.

Ia pernah menderita penyakit berturut-turut, seperti tifus, disentri, dan malaria yang berujung pada penggantian namanya dari Kusno menjadi Karno.

Baca Juga: Kisah Politikus Ternama Mati Terpotong 18 Bagian setelah Inginkan Tongkat 'Sakti' Soekarno, Diiming-imingi Dukun Ilmu Hitam yang Mati Digantung dengan Senyum Mengerikan

Penggantian nama Kusno menjadi Karno pun memberi satu mitos lagi dalam diri Soekarno kecil tentang dirinya sebagai calon pejuang dan pahlawan bangsanya.

Karno (Karna) merupakan nama seorang tokoh pewayangan putra Kunti yang berpihak pada Kurawa demi balas budi dan kewajiban membela negara yang menghidupinya.

Masa kecil Soekarno juga banyak dilaluinya dalam kemelaratan, sehingga tak dapat menikmati benda-benda yang diidamkannya.

Selain itu, di lingkungan sekolah ia harus berhadapan dengan anak-anak Belanda yang sudah terbiasa memandang lemah pribumi.

Baca Juga: Diberi Tiga Pilihan oleh Soeharto, Terungkap Jawaban Dewi Soekarno yang Jadi Penentu Nasib Kepemimpinan Soekarno

Bahkan, pengalaman itu tampak membekas kuat dalam ingatan Bung Karno.

Menurut Cindy Adams, Bung Karno menafsirkan kegemarannya bersenang-senang sebagai kompensasi dari masa lalunya yang dirampas kemiskinan.

Keyakinan sang ibu Meski dengan keterbatasan itu, ibunya, Ida Nyoman Rai, meyakini bahwa anaknya akan menjadi orang mulia dan pemimpin rakyat.

Harian Kompas, 6 Juni 1991 memberitakan, ucapan ibunya itu terlontar saat Soekarno baru berumur beberapa tahun.

Baca Juga: Dijuluki Janda Perawan, Terungkap Awal Mula Siti Oetari Jatuh Cinta dengan Soekarno, Nenek Maia Estianty Ternyata Sempat Dibuat Klepek-klepek oleh Rayuan Maut Bung Karno

Ia terbangun bersama ibunya sesaat sebelum matahari terbit.

Konon, ibunya segera memandang ke arah timur seraya menunggu matahari terbit.

Sambil memeluk Soekarno, ibunya berbisik: "Kelak engkau akan menjadi orang yang mulia, engkau akan menjadi pemimpin dari rakyat kita, karena ibu melahirkanmu jam setengah enam pagi di saat fajar mulai menyingsing," kata ibu Soekarno.

"Kita orang Jawa mempunyai suatu kepercayaan, bahwa orang yang dilahirkan di saat matahari terbit, nasibnya telah ditakdirkan terlebih dulu. Jangan lupakan itu, jangan sekali-kali kau lupakan, Nak, bahwa engkau ini putra dari Sang Fajar," sambung ibu Bung Karno.

Ucapan itu pun benar, kelak Soekarno memimpin rakyat Indonesia dalam memproklamirkan kemerdekaan dan dikenang sepanjang masa.

(*)

Editor : Dwi Nur Mashitoh

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya