Sosok.ID - Putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka dipasangkan dengan Teguh Prakoso dalam Pemilihan Wali Kota Solo pada 9 Desember 2020.
Pencalonan Gibran telah memunculkan banyak spekulasi, mulai dari Presiden dituding membangun dinasti politik, hingga kekhawatiran melawan kotak kosong.
Kendati demikian, muncul lawan yang berani menantang Gibran di Pilkada mendatang.
Mereka adalah Bagyo Wahono-Supardjo, atau yang biasa disebut dengan pasangan Bajo.
Keduanya muncul dari kalangan orang biasa, yang mana Bagyo Wahono merupakan seorang penjahit, dan Supardjono adalah Ketua RW.
Kemunculan pasangan Bajo menjadi kontroversi, Refly Harun bahkan menuding KPU sengaja meloloskan keduanya demi menghindari sentimen kotak kosong.
Sebagai calon Wali Kota Solo, Bagyo Wahyono dinilai kurang mumpuni karena tidak memiliki dasar berkecimpung di dunia politik.
Bagyo menyebut, alasannya berani melawan putra dari orang nomor satu di Indonesia adalah bermodalkan tata krama.
Baca Juga: Gibran Rakabuming Raka Punya Hutang Rp 895 Juta, Putra Jokowi: Yang Penting Nyicilnya Lancar
Hal itu disampaikannya dalam tayangan Mata Najwa di kanal YouTube Najwa Shihab, Rabu (30/9/2020), melansir TribunWow.com.
Najwa Shihab dalam kesempatan tersebut menanyakan alasan pasangan Bajo maju di Pilkada 2020.
"Sebelum proses pencalonan ini Pak Bagyo sudah pernah bertemu dengan lawan Mas Gibran ini?" tanya Najwa Shihab, dikutip dari TribunWow.com.
"Belum, belum pernah," jawab Bagyo, mengaku sebelumnya tak pernah bertemu dengan Gibran.
"Jadi enggak berani ketemu tapi berani nantang di pilkada?" telisik Najwa.
Bagyo lantas menjawab, bahwa ia berani maju di Pilkada untuk mematahkan omongan yang beredar, dimana menurutnya, tanpa pendidikan yang tinggi pun rakyat kecil bisa maju untuk menjadi pemimpin.
"Itu karena Tikus Pithi Hanata Baris. Selama ini kita ingin mendobrak ke lapangan, salah satunya bahwa image sekarang itu yang harus jadi pemimpin atau tokoh itu harus orang yang berduit, sekolah yang tinggi," tutur Bagyo.
Najwa pun penasaran tentang apa yang membuat pasangan Bajo berbeda hingga percaya diri melawan Gibran-Teguh.
Bagyo menyebut dirinya telah mencanangkan program untuk Kota Solo.
"Kita sudah punya program-program untuk Solo masa depan," jawab Bagyo singkat.
Jawaban itu membuat najwa mengungkit keseriusan pasangan Bajo di Pilkada 2020, sebab tak sedikit yang menduga Bajo sengaja diloloskan agar Gibran tidak melawan kotak kosong.
Tudingan itu dengan tegas dibantah Bagyo. Menurutnya, majunya ia di Pilkada tak ada urusannya dengan isu-isu settingan.
"Masyarakat sudah cerdas, masyarakat Solo sudah tahu semua. Nuwun sewu, bahwa yang namanya Bajo dengan kata-kata settingan itu rasanya kok terlalu naif," katanya.
Bagyo mengklaim telah memiliki banyak masa pendukung yang tersebar di seluruh Indonesia.
Ia tak menampik tentang tak adanya pengalaman berpolitik.
Pria yang berprofesi sebagai tukang jahit ini pun mengaku mendapat biaya pencalonan berkat gotong-royong warga di Komunitas Tikus Pithi.
"Jadi kelebihan Pak Bagyo, kualitas sebagai pemimpin, dibandingkan kualitas dengan calon satunya, Gibran, yang bisa ditawarkan ke pemilih apa?" singgung Najwa.
Pertanyaan Najwa tidak dijawabnya dengan Gamblang, Bagyo melemparkan jawaban kepada orang yang menilainya.
"Kalau saya, saya orang biasa. Saya tidak punya kapasitas untuk menilai diri saya. Itu yang menilai adalah Komunitas Tikus Pithi Hanata Baris," jelas Bagyo.
Sontak Najwa menganggap Bagyo tak tahu kelebihannya sendiri.
"Kalau Pak Bagyo saja tidak tahu kelebihan Pak Bagyo, bagaimana strategi meyakinkan pemilih?" tanya Najwa.
"Saya 'kan orang Solo. Orang Solo itu simpel, artinya harus nguwongke, kita unggah-ungguh, tata krama," jawab Bagyo. (*)