Sosok.ID - Bukan hanya penduduknya saja, hewan peliharaan yang tinggal di Korea Utara juga memiliki nasib yang tragis.
Dilansir Sosok.ID dari Daily Star, para pimpinan Korea Utara telah melarang kalangan elit untuk memelihara anjing.
Larangan itu dibuat menyusul semakin tipisnya stok makanan di negara yang dipimpin oleh Kim Jong Un itu.
Dalam kebijakan yang diambil untuk melawan "dekadensi" kapitalis itu, para pemimpin Pyongyang berharap dapat menenangkan warga Korea Utara yang marah pada situasi saat ini.
Sebuah sumber dalam negeri mengatakan, Kim Jong Un mengeluarkan larangan itu bulan lalu karena memiliki ideologi kapitalis yang "tercemar".
Mereka mengatakan kepada surat kabar sayap kanan Korea Selatan The Chosun Ilbo:
"Pihak berwenang telah mengidentifikasi keluarga yang memelihara anjing.
"Mereka dipaksa menyerahkan peliharaannya."
Baca Juga: Tak Gunakan Masker, Warga Korea Utara Bakal Dihukum Kerja Paksa Selama 3 Bulan oleh Kim Jong Un
Beberapa anjing akan dikirim ke kebun binatang yang dikelola negara.
Sementara lainnya dibawa ke restoran.
Menurut publikasi tersebut, pemilik hewan peliharaan di negara itu "mengutuk Kim Jong Un di belakangnya".
Tetapi hanya sedikit yang bisa mereka lakukan, klaim sumber itu.
Sejak lama memiliki hewan peliharaan dianggap sebagai dedensi Barat, tetapi sudah pudar belakangan ini.
Para elit Pyongyang bahkan secara terbuka memamerkan anjing peliharaannya sejak negara itu menjadi tuan rumah Festival Pemuda dan Pelajar Dunia pada tahun 1989.
Tapi, sumber itu mengatakan "orang biasa memelihara babi dan ternak di beranda mereka.
"Tapi pejabat tinggi dan peliharaan anjingnya yang mahal lah yang memicu kebencian."
Seorang pembelot mengatakan kepada publikasi itu bahwa larangan tersebut tidak diberlakukan dengan serius, tapi kali ini lebih ketat.
Muncul mata-mata Korea Utara melancarkan serangan dunia maya terhadap anggota dewan PBB awal tahun ini, kata panel ahli dalam laporan yang belum dirilis.
Sebanyak 11 pejabat dari enam anggota Dewan Keamanan menjadi sasaran serangan dunia maya yang dirancang untuk mengekstraksi informasi sebanyak mungkin dari mereka.
Badan intelijen Korea Utara memimpin peretasan tersebut, menurut laporan yang dikirimkan ke komite organisasi di Korea Utara.
Perangkap muncul setelah penyerang mengirim pesan ke target mereka melalui Gmail dan WhatsApp dengan menyamar sebagai orang lain.
(*)