Sosok.ID - Masyarakat Suku Baduy, meminta daerahnya dihapuskan dari peta destinasi wisata Tanah Air.
Diskusi terkait hal tersebut sebenarnya telah mencuat Sejak 16 April 2020 lalu.
Dikutip dari Kompas.com, Lembaga Adat Baduy di Banten telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo terkait permohonan itu.
Surat tersebut dikirimkan pada 6 Juli 2020 melalui Heru Nugroho, perwakilan yang ditunjuk oleh Lembaga Adat.
Surat itu juga ditujukan untuk Gubernur Banten, Bupati Lebak, dan sejumlah kementrian terkait.
Menurut Heru, surat tersebut dibuat seiring banyaknya permasalahan yang dirasakan warga Baduy Dalam usai wilayah mereka diserbu wisatawan.
"Pada tanggal 16, Jaro Alim memberi amanah ke saya, barangkali bisa membatu mencarikan solusi terhadap persoalan-persoalan yang ada," kata Heru melalui pesan singkat, Selasa (7/7/2020), dikutip dari Kompas.com.
"Saat itu kami sepakat, sebaiknya Baduy dihapus dari peta wisata nasional," lanjutnya.
Banyak sampah dan Risih jadi tontonan
Masalah-masalah yang muncul dari wisatawan misalnya banyaknya sampah tertinggal, dan foto-foto Baduy Dalam yang tersebar di internet.
Seperti diketahui, Baduy Dalam memiliki aturan-aturan tertentu yang harus dihargai.
Seperti tidak diizinkannya mengambil foto, lebih-lebih sampai tersebar ke internet.
Hal ini tak lain karena Baduy Dalam merupakan wilayah yang sakral dan mestinya dihormati.
Selain itu, masayarakat mengaku risih dengan datangnya wisatawan yang seperti tidak memiliki tujuan selain melihat-lihat.
"Membanjirnya wisatawan yang tujuannya enggak jelas, cuma nontonin orang Baduy, sebenernya membuat mereka risih. Belum lagi masalah sampah dan lain-lain," kata Heru.
Disahkan Jaro Lembaga Adat Baduy
Surat permohonan itu sendiri disahkan di kediaman salah satu Jaro Lembaga Adat Baduy pada 6 Juli 2020.
Baca Juga: The Real Sultan, Bosan Piknik di Dunia, Taipan AS Bayar Rp 309 Miliar untuk Wisata ke Luar Angkasa
Melansir sumber yang sama, mereka yang membubuhkan cap jempol yakni Jaro Saidi sebagai Tangunggan Jaro 12, Jaro Aja sebagai Jaro Dangka Cipati dan Jaro Madali sebagai sebagai Pusat Jaro 7.
Surat itu diserahkan kepada Heru Nugroho, Henri Nurcahyo, Anton Nugroho dan Fajar Yugaswara untuk diserahkan ke orang nomor satu di Indonesia.
Pemerintah setempat justru tidak tahu
Munculnya kabar permohonan dihapusnya Baduy dari peta destinasi wisata sontak menuai pro kontra.
Pasalnya, pihak pemerintah setempat malah tidak mengetahui soal adanya diskusi tersebut.
Jaro Saija yang selaku Kepala Desa Kanekes mengatakan, ia justru baru mengetahui kabar itu lewat pemberitaan media.
"Saya tidak tahu, tidak diberitahu kalau ada pertemuan seperti itu. Saat ini lagi mencari tahu siapa yang kirim surat tersebut," kata Saija.
Saija pun menuturkan, bahwa penutupan Kawasan Baduy saat ini tak lain disebabkan karena pandemi Covid-19.
Namun tidak ada rencana untuk menutup destinasi wisata secara permanen.
Selain itu, dinas pariwisata setempat juga tidak mengetahui permintaan Baduy Dalam.
Pihaknya berencana meminta keterangan dari Kepala Desa Baduy setelah mendapat kabar ini.
Bupati Lebak Iti Octavia pun mengatakan hal serupa. Ia menyebut belum ada pemberitahuan resmi dan koordinasi dari tokoh Baduy dengannya.
"Kami baru mendengar keluhan dari medsos, biasanya langsung disampaikan ke saya. Tapi, ini enggak ada komunikasi, belum dipastikan ini resmi dari Puun (pimpinan tertinggi adat Baduy)," kata Iti, Selasa (7/7/2020).
Menurut Iti, apa yang dikeluhkan Suku Baduy dalam surat bisa dimusyawarahkan terlebih dulu.
"Mungkin nanti perlu diperketat, misalnya pengunjung harus membawa kantong sampah sendiri dan ada maklumat untuk tidak membawa sampah plastik," kata Iti.
Saat ini, pemerintah Lebak juga belum dapat menindaklanjuti permintaan warga Baduy, karena masih harus berkoordinasi dengan para tokoh Baduy di Cibeo, Cikeusik, dan Cikartawana. (*)