Jeritan Pekerja Migran Indonesia di Tengah Lockdown Malaysia, Bertahan dalam Kuncian dan Kenestapaan: Setiap Hari Makan Tikus demi Pangkas Biaya Belanja

Rabu, 08 April 2020 | 11:00
KOMPAS.COM/AMIR SODIKIN

Menara Kembar Petronas di Kuala Lumpur, Malaysia, salah satu ikon di negara tersebut.

Sosok.ID - Sejumlah pekerja migran ilegal Indonesia ikut merasakan imbas lockdown Malaysia.

Mereka berjuang untuk hidup di antara kenestapaan kehabisan bahan pokok makanan.

TKI Ilegal di Malaysia bahkan sampai rela makan tikus berhari-hari demi memangkas biaya kebutuhan dasar.

Kisah tersebut disampaikan oleh Mujianto, pekerja migran resmi yang bekerja di sebuah pertambangan batu di Serawak, Malaysia.

Baca Juga: Menteri Luhut Buka Suara Alasan Utama Presiden Jokowi Enggan Perlakukan Lockdown Seperti Malaysia, Sebut Karena Latar Belakang RI 1

Melansir Kompas.com, Mujianto yang berasal dari Blitar, Jawa Timur ini mendapat cerita dari seorang temannya yang merupakan pekerja migran Ilegal.

Dalam situasi kuncian Nasional, migran ilegal di Negeri Jiran tak mendapat gaji penuh dari majikannya.

Beberapa dari mereka sampai makan tikus demi bertahan hidup.

Nasib pilu itu juga dialami teman Mujianto asal Flores, NTT, yang merupakan TKI Ilegal.

Baca Juga: Ekonomi Menurun Gegara Corona dan Terjepit Lockdown Malaysia, Singapura Terancam Krisis Moneter Pertama dalam Sejarahnya

(P3WNI Malaysia)

Pekerja migran asal Indonesia di Malaysia berharap bantuan pemerintah, Kamis (26/3/2020).

Mujianto bahkan mempertontonkan foto tikus dibakar di atas pemanggang, bukti ia tak mengada-ada.

"Sampai ada yang seperti ini, Mas, keadaan teman di Sarawak untuk mengurangi biaya belanja," ujar Mujianto memperlihatkan foto itu, dikutip dari Kompas.com, Rabu (8/4/2020).

Menurut Mujianto, para TKI Ilegal yang bekerja di Malaysia, umumnya mendapat upah harian dari sektor informal.

Mereka bekerja sebagai sopir truk, tukang potong buah, dan hal-hal serupa dengan upah yang didapat adalah sumber pemasukan utama bagi migran ilegal.

Baca Juga: Malah Semakin Mewabah, Lockdown Malaysia Berimbas dengan Tambahnya Pasien Corona Menjadi 1000 Kasus

Kendati demikian, ia dan rekan-rekan migran resmi ikut turun tangan membantu nasib sesama warga Indonesia.

Mujianto mengungkapkan, perwakilan RI di Malaysia masih belum melakukan pertolongan apapun, baik untuk TKI resmi, maupun ilegal.

Adapun Malaysia telah melakukan kuncian Nasional alias lockdown sejak 18 Maret 2020.

Demi mengurangi laju sebaran virus corona, pemerintah Malaysia akan memberlakukan aturan lockdown hingga 14 April mendatang.

Lockdown akibat Covid-19 ini telah menyebabkan kota-kota di Negeri Jiran dijaga ketat oleh polisi dan tentara.

Baca Juga: Untuk Pertama Kali! Didesak dari Kalangan Rakyat hingga Pejabat, Jokowi Akhirnya Blak-blakan Ungkap Alasan Tak Lockdown Indonesia

MALAY MAIL
FARHAN NAJIB

Malaysia melakukan kuncian Nasional alias lockdown sejak 18 Maret 2020, rencananya lockdown akan berakhir pada 14 April mendatang.

Otoritas setempat juga memberlakukan izin belanja hanya boleh dilakukan pada jam-jam tertentu sesuai kebijakan pemerintah.

Sementara itu, Kementrian Luar Negeri (Kemenlu) segera bergerak cepat seusai menerima informasi adanya TKI Malaysia yang kekurangan bahan pokok.

Plt Juru Bicara (Jubir) Kemenlu Teuku Faizasyah mengatakan, perwakilan RI di Malaysia telah menghubungi salah seorang TKI di Sarawak.

"Sebagai info, Konjen kita baru saja mengontak Pak Jihan (Mujianto, TKI di Sarawak) dan Konjen merencanakana akan segera menemui mereka," ujar Faizasyah, Selasa (7/4/2020).

Baca Juga: Tegal Langsung Lakukan Lockdown Usai Satu Warganya Positif Corona, Jalan Akses Masuk Ditutupi Beton

Menurut Faizal, perwakilan RI di Malaysia telah bekerjasama dengan tokoh wilayah setempat guna mengidentifikasikan WNI yang terdampak lockdown.

Faiza mengatakan, Pemerintah Indonesia melalui perwakilannya telah mengirimkan sebanyak 49.394 paket sembako sebagai bantuan untuk WNI yang telah tercatat.

Sebaliknya, adanya pekrja migran yang masih kesulitan makan menunjukkan bahwa distribusi bantuan belum terjangkau sepenuhnya.

"Informasi ini menunjukan masih ada yang belum terjangkau karena satu dan lain hal," katanya. (*)

Editor : Rifka Amalia

Baca Lainnya