Sosok.ID - Beberapa hari banyak kelompok-kelompok masyarakat baik di Jakarta maupun di daerah-daerah ramai memprotes Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Protes tersebut hampir bersamaan dengan protes yang dilakukan sejumlah massa setelah RUU KPK disahkan.
Sedangkan Rapat Paripurna DPR mengenai RKUHP sendiri akan dilaksanakan pada tanggal 24 September mendatang.
Namun polemik telah dihasilkan dari ramainya pemberitaan mengenai kejanggalan-kejanggalan dalam RKUHP tersebut.
Pasal tersebut bahkan dianggap mengancam kebebasan rakyat dalam berdemokrasi di Indonesia.
Dilansir dari Kompas.com, Baik RUU KPK maupun RKUHP yang akan segera diketok palu pada 24 September mendatang bukanlah sebuah titik akhir.
Dengan kata lain pengesahan maupun sebelum di sahkan, Rancangan Undang-undang tersebut dapat dilawan bahkan oleh masyarakat biasa.
Ada beberapa cara untuk melawan penggodogan RUU di dalam rapat DPR tersebut dalam mekanisme demokrasi di Indonesia.
Berikut adalah salah satu cara yang dirangkum oleh Sosok.ID mengenai jalur melawan RKUHP ataupun RUU KPK yang telah disahkan DPR.
Judicial review
Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. dalam buku Hukum Acara Pengujian Undang-Undang adalah pengujian yang dilakukan melalui mekanisme lembaga peradilan terhadap kebenaran suatu norma.
Lebih lanjut, Jimly Asshiddiqie menjelaskan dalam bukunya bahwa dalam teori pengujian (toetsing), dibedakan antara materiile toetsing dan formeele toetsing.
Baca Juga: Ingin Bayinya Tidur, Seorang Ibu Diduga Menggosok Zat di Gusi Anaknya yang Membuatnya Tewas
Pembedaan tersebut biasanya dikaitkan dengan perbedaan pengertian antara wet in materiile zin (undang-undang dalam arti materiil) dan wet in formele zin (undang-undang dalam arti formal).
Kedua bentuk pengujian tersebut oleh UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dibedakan dengan istilah pembentukan undang-undang dan materi muatan undang-undang.
Hak atas uji materi maupun uji formil ini diberikan bagi pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang.
Hak tersebut terdapat pada Pasal 51 ayat [1] UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Bahkan dalam pasal tersebut tertulis siapa saja yang berhak menempuh jalur Judicial Review.
Tertulis ada empat: perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.
Ketiga adalah badan hukum publik ataupun privat, dan terakhir adalah lembaga negara.
Sehingga dalam menghadapi situasi dimana rakyat dirugikan dalam RUU tersebut, sudah tercantum dalam undang-undang mengenai bagaimana hal tersebut bisa dilawan.
Bahkan perseorangan yang termasuk warga negara Indonesia pun bisa melawan melalui jalur Judicial Review di Mahkamah Konstitusi. (*)