Sosok.ID - Kompleks penjara militer Teluk Guantanamo boleh disebut sebagai rumah penyiksaan.
Jangan harap bisa teriak -teriak HAM disini.
Selagi menjadi tahanan disana, para sipir yang kebanyakan dari AL Amerika Serikat (AS) 'sesuka hati' mau mengapakan mereka.
Mengutip Britannica.com, Selasa (10/9/2019) kepengurusan penjara Guantanamo berada dibawah Joint Task Force Guantanamo (JTF-GTMO) dan menempati sebagian dari pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Teluk Guantanamo, Kuba sejak 2002.
Guantanamo menahan berbagai orang yang dianggap musuh AS seperti anggota Al-Qaeda dan Taliban.
Ingat, tidak semua bahkan rata-rata tahanan di Guantanamo tidak melalui proses persidangan.
Mereka ditangkap oleh aparat AS dan langsung dijebloskan ke sana.
Untuk mengorek berbagai informasi dari mulut tahanan, maka sipir penjara mencoba berbagai metode interogasi.
Bad Cops, Good Cops, kadang tahanan diinterogasi dengan cara halus namun ada pula dengan kekerasan.
Contoh yang memakai kekerasan ialah metode Waterboarding.
Apa itu warterboarding?
Waterboarding sejatinya sebuah cara penyiksaan dengan alat-alat sederhana dan murah.
Meski sangat murah, efek yang ditimbulkannya bagi yang disiksa sungguh mengerikan.
Keadaan ketika disiksa dengan waterboarding digambarkan seperti keadaan hidup dan mati.
Dalam teknik waterboarding, seorang tersangka diikat atau dipegangi dengan posisi terlentang.
Seluruh muka ditutupi dengan kain dan kemudian dituangkan air ke arah mukanya tersebut.
Air tersebut akan menghalangi udara yang akan dihisap oleh tersangka.
Nampak mudah dan sederhana, namun jika bisa memilih tahanan minta langsung mampus saja dari pada otak dan paru-paru mereka rusak akibat waterboarding, lebih menyakitkan!
Teknik menyiksa watreboarding pertama kali ditemukan oleh rezim Raja Ferdinand dan Isabella dari Spanyol pada tahun 1400-an.
Rupanya teknik penyiksaan ini pernah diterapkan oleh VOC di Indonesia saat masa penjajahan tepatnya di Maluku untuk interogasi para tawanan tahun 1600-an.
Salah satu tahanan Guantanamo yang pernah merasakan siksaan ini adalah Khalid Sheikh Muhammed dan Abu Zubaida yang diduga terkait dengan Al Qaeda.
Akan tetapi semenjak tahun 2006 metode ini mulai dinyatakan ilegal oleh Departemen Pertahanan AS. (*)