Kisah Wardi, Kakek Tunanetra yang Rela Tinggal di Pos Kamling dan Berjualan Barang Rongsok dengan Alasan Tak Mau Repotkan Keluarga

Rabu, 21 Agustus 2019 | 07:00
KOMPAS.COM/SUKOCO

Wardi (76) warga Desa Jambangan Kabupaten Ngawi hidup terlunta lunta dan meglamai buta terpkasa tinggal di pos ronda karena miskin. Untuk memenuhi kebutuhan hidup dia harus kerja dari menjadi kuli penggali pasir hingga berjualan barang rongsok.

Sosok.ID- Sebuah sepeda tua dan beberapa barang rongsokan terlihat berceceran di bawah dipan usang berlapis plastik bekas baliho kampanye.

Itulah susasana di dalam pos kamling berukuran 2x3 meter yang berlokasi di Desa Jambangan, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur itu.

Hanya terlihat Wardi, kakek berusia 76 tahun yang mengalami kebutaanpada kedua matanya tersebut.

Kakek sebatang kara itu menghuni pos kecil itu sendirian.

“Kalau tidak ada, biasanya keliling nyari rosok atau nyari pasir di sungai. Coba cari di sungai diutara desa,” ujar Marinem, tetangga di kediaman Mbah Wardi, mengutip Kompas.com Senin (19/8/2019).

Baca Juga: Seorang Kakek Tega Menggauli Cucunya Bahkan Seranjang dengan Istrinya yang Sedang Sakit Stroke

Kompas.com kemudian menyusuri jalan desa menuju arah yang ditunjukkan Marinem.

Di sebuah hamparan persawahan di utara desa terlihat Wardi menenteng sebuah tape recorder tua dengan dibonceng sepeda motor warga desa.

Setelah berbincang sejenak terkait tujuan Kompas.com bertemu, Mbah Wardi mempersilakan berkunjung ke kediamannya.

“Saya sudah hampir 20 tahun tinggal di pos ronda ini. Sebelumnya tinggal di samping pagar warga,” katanya.

Yatirin, pemilik warung di depan pos ronda yang ditinggali Mbah Wardi, mengaku lebih dari 7 bulan pria yang kedua matanya buta tersebut tinggal di bawah pagar warga.

Karena sering kehujanan, Mbah Wardi kemudian pindah ke pos ronda di Dukuh Mbebegan yang sudah lama tidak difungsikan sampai saat ini.

Baca Juga: Baru Sebulan Keluar dari Penjara Karena Kasus Pencurian, Seorang Kakek Nekat Lakukan Aksinya Lagi Hingga Tusuk Warga

“Sifatnya itu tidak mau merepotkan orang lain. Ini pos ronda juga bocor kalau musim hujan. Dia tidur di emperan rumah saya, disuruh masuk ya tidak mau,” ucapnya.

Mbah Wardi memilih hidup menggelandang dari pos ronda ke posa ronda lain setelah istrinya meninggal saat dia berusia 35 tahun.

Dulu, Mbah Wardi memiliki gubuk di lahan pinjaman di Dukuh Jambangan Kulon.

Namun, karena gubuk roboh, dia akhirnya menggelandang tak tentu arah.

“Rumah warisan orangtua yang ninggali kakak saya. Daripada merepotkan orang lain, saya tinggal di pos ronda saja,” katanya.

Dari perkawinannya, Wardi mempunyai 3 anak, satu di antaranya meninggal dunia. Karena kemiskinan, kedua anak Wardi dipelihara oleh adiknya di luar kota.

Baca Juga: Video Kakek Tunawisma Diikat dan Dibully Sejumlah Pemuda Viral, Polisi Langsung Amankan Korban

Saat ini, kedua anaknya tak ada di Ngawi, sementara anak keduanya tinggal di Kota Jambi.

“Saya tidak mau merepotkan anak karena saya dulu tidak bisa membahagiakan mereka karena tidak punya apa-apa.

Saya kerja keras tapi tidak cukup untuk memberi penghidupan yang layak kepada mereka,” katanya.

Buta karena kerja terlalu keras

Wardi mengalami kebutaan ketika berumur 35 tahun.

Dari diagnosis dokter mata di Kota Madiun, kebutaan yang dialami karena saraf mata Wardi mengalami kerusakan yang diakibatkan kerja yang terlalu keras.

Karena lahir dari keluarga yang tidak mampu, Wardi harus bekerja keras sebagai buruh tani dan buruh penggali pasir.

Baca Juga: Viral Kisah Kakek Sebatang Kara, Rela Jualan Bubur Siang-Malam Sampai Tinggal di Bangunan Bekas Kebakaran Demi Bertahan Hidup

Beban kerja semakin berat karena harus menghidupi keluarga.

“Berobatnya di Madiun sampai di Yogyakarta. Dokter bilang saraf matanya rusak karena terlalu banyak kerja,” ujarnya.

Meski mengalami kebutaan pada kedua matanya, di usia senjanya Wardi masih harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan makan sehari-hari.

Pekerjaan berat sebagai buruh tani dan mencari pasir di sungai terpaksa masih dilakoni.

Karena saat ini pasir sungai di desanya mulai habis, Wardi memilih bekerja apa saja, termasuk jual beli sepeda bekas, tape recorder, hingga jualan barang rongsok, termasuk makelar sepeda motor.

Tidak bisa dipastikan berapa hasil dari berjualan barang rongsok yang dijalani setiap hari.

Baca Juga: Kakek Mertua Dian Sastro, Ibnu Sutowo Tercatat Sebagai Salah Satu Pendiri Perusahaan Minyak Nasional

Kadang barang dagangannya hanya dibarter dengan barang lain tanpa mendapat uang.

Seperti pagi itu, Wardi rela menukar sepeda mini yang dibawanya keliling kampung dengan sebuah tape recorder karena salah satu warga membutuhkan sepeda mini untuk anaknya.

“Ditukar saja tadi, tidak ada uangnya. Kira-kira harganya Rp 100.000 ini tape, nanti dijual berapalah yang penting di atas Rp 100.000,” katanya.

Meski sering tak mendapat untung dalam jual beli rongsokan, Mbah Wardi enggan merepotkan warga lain saat perutnya lapar.

Dia memilih menahan lapar daripada harus merepotkan orang lain.

“Kalau punya uang, dia pasti beli, tidak mau dikasih. Kadang dia memilih menahan lapar meski kita kasih tidak mau,” ujar Isminah, pemilik warung di depan pos ronda tempat tinggal Mbah Wardi.

Baca Juga: Oemar Barack, Tokoh Anti-Belanda dari Samarinda, Ternyata Kakek dari Suami Syahrini, Reino Barack

Meski mengalami kebutaan pada usia 35 tahun, Mbah Wardi tidak pernah kesulitan bepergian untuk mencari pembeli ataupun mencari barang rongsok untuk dijual keliling kampung.

Dia mengaku cukup hafal dengan jalan-jalan di desanya.

Bahkan, dia masih mengingat jalan di lima desa sekitar Jambangan.

“Rabanya pakai kaki. Kalau arah ke mana seperti diingatkan. Seperti mau ke Desa Kebon itu arahnya ke sana, kalau Desa Jambangan Kulon arahnya ke sana, seperti dituntun. Susahnya kalau ketemu mobil selep padi, dengar suara ribut saya bingung tadi arahnya ke mana,” katanya.

Tak pernah dapat bantuan pemerintah karena tidak punya KTP Meksi hidup terlunta-lunta dan mengalami kebutaan, Wardi tidak pernah menerima bantuan apa pun dari pemerintah.

Baca Juga: Kisah Kakek Uhi, Lansia 130 Tahun yang Keinginannya Naik Haji Dikabulkan Raja Arab Saudi Sampai Dijanjikan Ibadah dengan Kawalan Petugas Keamanan Kerajaan

Dia mengatakan tidak membutuhkan bantuan dari siapa pun selagi dia bisa mencari sendiri kebutuhan hdupnya.

“Kalau dirasakan ya susah, tapi saya ikhlas menjalaninya. Yang penting masih bisa berusaha,” ucapnya.

Meski lahir di Desa Jambangan, Wardi ternyata tak pernah memiliki kartu tanda penduduk (KTP).

Dia mengaku enggan mengurus KTP karena kesulitan untuk mengurus sejumlah persyaratan yang harus dilengkapi.

Dengan kondisinya yang buta, dia hanya pasrah jika tidak memiliki KTP.

Baca Juga: Naik Haji Bareng, Kisah Cinta Sejati Kakek Mahmud, Cemburu Bukan Main Saat Kursi Roda Istrinya Didorong Orang Lainh

Sayangnya, nasib tidak memiliki KTP tidak diketahui oleh perangkat Desa Jambangan.

Penjabat Sekertaris Desa Jambangan Masroh mengaku tahu ada warganya yang mengalami kebutaan dan harus bekerja sebagai buruh penggali pasir.

Namun, dia tidak tahu jika Mbah Wardi tidak memiliki KTP.

Dia mengaku akan meminta kepala dusun untuk memastikan Mbah Wardi memang benar tidak memiliki KTP.

“Tahu saya Mbah Wardi kerjanya mencari pasir, tapi kalau tidak punya KTP, saya baru dengar dari Bapak,” katanya.

(Sukoco)

Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Kakek Buta Ini Hidup di Pos Ronda, Berjualan Barang Bekas dan Angkut Pasir untuk Hidup"

(*)

Editor : Tata Lugas Nastiti

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya