Cerita Mantan Narapidana Teroris Ikut Upacara Peringatan HUT RI ke-74: Saya Rasakan Getaran yang Beda dalam Jiwa

Selasa, 20 Agustus 2019 | 07:00
KOMPAS.COM/HAMZAH ARFAH

Ali Fauzi (kanan) bersama Kapolres Lamongan AKBP Feby DP Hutagalung, usai upacara bendera 17 Agustus di Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP), di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan.

Sosok.ID- Tak hanya masyarakat umum, para mantan narapidana teroris (napiter) juga turut merayakan HUT ke-74 RI.

Mereka menggelar upacara 17 Agustus di sebuah desa.

Tepatnya di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan, Jawa Timur, pada Sabtu (17/8/2019).

Pesertanya adalah mantan napiter dan eks kombatan yang tergabung dalam Yayasan Lingkar Perdamainan (YLP) di bawah komando Ali Fauzi.

Berbeda dengan dua periode sebelumnya, kali ini mereka menggelar agenda tersebut dengan khidmat.

Baca Juga: Modus Buat Laporan Pengaduan, Terduga Teroris Bacok Anggota Polisi di Polsek Wonokromo

Tidak hanya sebagai peserta, namun beberapa di antara mereka juga dipercaya sebagai personel upacara, mulai dari aktor pembaca teks proklamasi, komandan upacara, pengibar bendera, hingga pembaca ikrar setia akan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Selepas agenda, beberapa di antara mereka pun memiliki beragam perasaan ketika dipercaya dalam mengemban tanggung jawab sebagai personel upacara tersebut.

Mulai dariAli Fauzi yang bertugas sebagai pembaca teks proklamasi, dengan komandan upacara dipercayakan kepada Yoyok Edi yang merupakan bekas anggota Jamaah Islamiyah (JI), dan perwira upacara dijabat oleh Asadullah alias Sumarno yang merupakan mantan napiter dalam kasus bom Bali 1.

Adapun petugas pengibar bendera, dipercayakan kepada Saiful Abid mantan napiter kasus penembakan polisi di Poso, Hendra yang tak lain adalah anak kandung dari Amrozi, dan Mustain anak dari mantan napiter Nor Minda yang juga tersandung dalam kasus bom Bali 1.

Baca Juga: Kisah Istri Pemimpin Jaringan Teroris Poso, Menolak Tunduk pada NKRI dan Pengalaman Masa Kecilnya di Hari Kemerdekaan

Begitu pula dengan petugas untuk pembacaan ikrar setia kepada NKRI, yang sebelumnya merupakan mantan napiter dan eks kombatan.

Kendati inspektur upacara masih diemban oleh Kapolres Lamongan, AKBP Feby DP Hutagalung.

"Ini persiapan seminggu sebelum acara, jadi ada dari polisi yang mengajari kami di sini seminggu sebelumnya, jadi agak optimal juga," ujar Asadullah alias Sumarno, ditemui selepas upacara bendera.

KOMPAS.COM/HAMZAH ARFAH
KOMPAS.COM/HAMZAH ARFAH

Asadullah alias Sumarno (kiri) usai pelaksanaan upacara bendera 17 Agustus di asrama Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP), di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan.

Was-was

Ia pun mengaku, mendapat ilmu baru saat dirinya dipercaya sebagai perwira upacara dalam agenda tersebut.

Sebuah tugas dan jabatan yang belum Sumarno rasakan atau alami sebelumnya. "Alhamdulillah dapat ilmu baru.

Tetap kita was-was karena enggak pernah menjadi petugas upacara dan kemudian disaksikan banyak orang.

Baca Juga: 2 Anggota TNI Ditembak KKB Papua, Pangdam Cendrawasih Sebut OPM Diduga Manfaatkan Momen HUT RI untuk Aksi Teror

Terutama kita yang dulunya mengucap Republik Indonesia saja repot, susah, lebih mudah menghafal (bahasa) Arab ya sekarang harus mengucap teks seperti itu," kata dia.

Namun Sumarno yang sempat diamankan karena terlibat dalam jaringan bom Bali 1 ini mengakui, jika apa yang sudah diperbuat olehnya ternyata salah dan kini berikrar setia kembali kepada NKRI.

"Dulu saya bagian pengirim eksplosive (bom) ke Bali dan juga menyimpan beberapa pucuk senjata," tutur Sumarno.

"Saya imbau kepada teman-teman, kita kembali kepada NKRI," sambungnya.

Getaran dalam jiwa

Baca Juga: 6 Bulan Berlalu, Polri Ungkap Teroris Pengebom Gereja di Filipia Januari Silam Adalah Pasutri Asal Indonesia

Sementara itu, Ali Fauzi yang didapuk sebagai pembaca teks proklamasi, juga mengaku merasakan getaran berbeda ketika membacakan.

Meski pembacaan teks proklamasi, bukan pertama kali dilakoni olehnya.

"Saat saya membaca teks proklamasi tadi, ada getaran dalam jiwa, dan ini saya sudah tiga kalinya membaca teks proklamasi.

Ini yang akan kami tularkan kepada kawan-kawan yang masih kekeh (memegang kuat prinsip lama) dan tentu nanti tidak lepas dari kerjasama dengan Polres Lamongan dan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme)," terangnya.

Adapun Hamim Thohari yang bertugas sebagai anggota pembaca ikrar setia dalam upacara mengajak, supaya menjaga keselamatan dan kedamaian NKRI dengan menghindari serta tidak melakukan aksi-aksi terorisme.

Baca Juga: Geronimo, Orang yang Pertama Kali Dilabeli Pemerintah Amerika Serikat Sebagai Teroris

"Kita merasa negara kita ini, sudah menjadi tugas bagi kita semua untuk menjaga dan mengamankan," kata dia.

"Saya pesan kepada rekan-rekan, yang saat ini masih belum bergabung dengan kami, segera lah bergabung. Mari kita ciptakan persatuan, kita ciptakan indonesia ini lebih bagus, lebih kondusif dan lebih aman," ucap Hamim, yang sempat diamankan pihak kepolisian lantaran keikutsertaannya dalam agenda bom Bali 1.

(Hamzah Arfah/Aprillia Ika)Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul : Sepenggal Cerita Usai Para Mantan Teroris Laksanakan Upacara 17 Agustus: Mulai Was-was hingga Rasakan Getaran Dalam Jiwa

(*)

Editor : Tata Lugas Nastiti

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya