Sosok.ID - Sebagai orang tua pastilah bertanggung jawab atas kehidupan anaknya.
Namun kejadian dibawah ini tidak pantas ditiru oleh orang tua manapun.
Mengutip Kompas.com, Kamis (8/8/2019) pemuda bernama Teguh Waluyo (21) warga RT 005 RW 003, Dusun Ngepreh, Desa Kepoh, Kecamatan Sambi, Boyolali, Jawa Tengah, harus ekstra sabar dan bekerja keras.
Pasalnya, Teguh harus menghidupi kedua adiknya, Indah Puspitasari (18) dan Dedi Prasetyo (16).
Baca Juga: Tak Peduli Sudah Punya Suami, Mahasiswa Ini Nekat Nyatakan Perasaan Sayang Kepada Dosennya
Teguh sekarang menjadi tulang punggung keluarga usai sang ayah, Munatah meninggal dunia sejak empat tahun silam.
Keadaan semakin runyam tatkala sang ibu, Mulyati (50) minggat dari rumah sejak Mei 2019 lalu.
Kini Teguh harus pontang-panting banting tulang demi mencukupi kebutuhan hidup adik-adiknya.
"Ibu pamit pergi ke Jakarta sejak puasa. Pamitnya hanya empat hari mau mengurus surat-surat nikah. Lama tidak ada kabar. Terus pulang terakhir empat minggu lalu hanya 1 jam di rumah terus pergi lagi," kata Teguh, ditemui di rumahnya, Kamis (8/8/2019) seperti dilansir dari Kompas.com.
Baca Juga: Sosok Pelukis Wajah Pangeran Diponegoro, Ternyata Bukan dari Indonesia
Saat itu maksud kepulangan Mulyati ke rumah ialah mengajak sang adik, Indah Puspitasari pergi ke Jakarta.
Namun Indah menolak dan akhirnya sang ibu pergi lagi entah kemana sekarang.
"Pas pulang itu mau ngajakin adik (Indah) ke Jakarta. Tapi adik tidak mau. Ibu terus pergi lagi hanya ninggalin uang Rp 100.000," kata Teguh.
Teguh bekerje serabutan setiap harinya dengan pendapatan yang tak mesti.
Dengan demikian tanggungannya semakin berat lantaran masih membiayai adik bungsunya yang masih duduk di bangku SMK.
"Saya tidak setiap hari kerja. Kadang diminta tetangga bantu kerja di bangunan, angkat kayu, tani dan lain-lain. Hasilnya juga tidak seberapa. Untuk biaya sekolah adik dibantu sama saudara," katanya.
Pernah suatu hari ketiga bersaudara itu tidak makan sama sekali karena tak mempunyai beras maupun lauk.
Beruntung besoknya ada tetangga yang memberi mereka makanan.
"Sehari bisa makan sekali saja sudah cukup. Lauknya seadanya. Kadang hanya nasi sama sambal saja," ungkap Teguh.
Keadaan semakin menjepit Teguh lantaran ijazahnya belum bisa diambil karena tunggakan SPP di SMK Kristen Simo.
Padahal dirinya berharap dengan ijazah itu ia bisa mendapat pekerjaan yang lebih baik.
"Tiga tahun saya nunggak biaya SPP di sekolah. Jadi, ijazah saya sampai sekarang belum bisa diambil. Sebenarnya, ingin bisa kerja di tempat yang lebih baik biar dapat penghasilan tetap," ujarnya.
Teguh berasal dari keluarga kurang mampu.
Saat masih hidup, ayah Teguh bekerja sebagai peminta-minta (pengemis) dan ibunya bekerja menjadi pemulung.
Keadaan semakin diperparah dengan kondisi rumah Teguh yang memprihatinkan.
Juga sudah lima bulan Teguh belum bisa bayar tunggakan listrik.
"Sekitar lima bulan saya belum bisa bayar listrik karena tidak ada biaya," katanya.
Sementara itu tetangga Teguh, Lanjar (50) mengungkapkan Mulyati minggat sejak puasa Ramadan tepatnya Mei 2019.
Awalnya Mulyati pamit mau bekerja ke ibukota.
"Pernah sekali pulang. Hanya sebentar terus pergi lagi sampai sekarang. Saya tanya anak-anaknya katanya tidak ditinggalin (uang) sama sekali," kata Lanjar.
Tetangga kanan-kiri dan kelurahan yang mengetahui hal ini juga mengulurkan bantuan kepada Teguh dan kedua adiknya.
"Tetangga sekitar yang kasihan ngasih bantuan ke mereka. Ada bantuan dari kelurahan juga tiap 3 bulan sekali. Untuk makan, biaya sekolah. Tetangga yang butuh bantuan tenaga mengajak Teguh untuk membantu, kemudian dikasih uang," beber Lanjar. (*)