Sosok.ID - Penembakan massal yang terjadi di Amerika Serikat (AS) menewaskan 31 orang.
Dua penembakan massal masing-masing terjadi di Dayton, Ohio dan El Paso (Texas).
Dua pelaku penembakan bahkan masih berusia 20-an.
Mengutip Sky News, Rabu (7/8/2019) presiden Amerika Serikat, Donald Trump memerintahkan jajaran aparat keamanan AS agar segera mendeteksi adanya potensi apakah kejadian ini bakal berulang kembali melalui media sosial.
Namun Trump tidak mengambil tindakan apapun mengenai peredaran senjata di negaranya yang bisa dibeli dengan mudah oleh masyarakat.
Presiden berusia 73 tahun tersebut mengatakan penyebab penembakan massal ini adalah video game dan penyakit jiwa.
" Penyakit jiwa dan kebencian telah memicu pelatuknya ditarik. Bukan senjata api," ujar Trump dalam pidatonya sebagaimana diberitakan Sky News pada Senin (5/8/2019).
Trump menambahkan harus ada undang-undang yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi individu dengan gangguan jiwa yang berpotensi jadi teroris harus dikurung.
"Saya dan rakyat Amerika muak dengan kejahatan yang mengerikan ini, kekejaman, kebencian, pertumpahan darah, dan aksi teror di negara ini," kata Trump.
Trump menambahkan sekarang saatnya bagi publik AS mengutuk segala bentuk rasisme, supremasi kulit putih dan terakhir video game yang dianggap mengerikan.
Diketahui sebelumnya tersangka penembakan massal bernama Patrick Crusius melakukan aksi pembantaian yang menewaskan 22 orang di El Paso pad Sabtu pagi (3/8/2019).
13 Jam kemudian giliran pemuda bernama Connor Bets menyerang kawasan hiburan malam populer bernama Oregon yang membunuh sembilan orang.
Betts yang masih berusia 24 tahun ditembak mati oleh polisi kurang dari semenit setelah beraksi membantai orang-orang.
Sementara Crusius berhasil dibekuk hidup-hidup sesudah melakukan penembakan. (*)