Sosok.id - Siapa yang tak tahu kisah mengenai KRI Macan Tutul dan kisah gugurnya Komodor Yos Sudarso di Laut Arafuru.
Kisah perjuangan Yos Sudarso itu bahkan membawa namanya dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah Indonesia sebagai pahlawan nasional.
Memang pada masa perjuangan atau masa awal kemerdekaan Indonesia, rakyat Indonesia masih harus berjuang berhadapan dengan Belanda yang masih tak terima atas merdekanya Indonesia.
Pertempuran terjadi dimana-mana, tanpa terkecuali bahkan mungkin sehari takkan luput dari suara tembakan dan gemuruh pertempuran.
Di darat, laut, maupun udara, menjadi medan subur adu kekuatan dari pejuang Indonesia melawan tentara Belanda.
Kisah perjuangan ini adalah kisah mengenai keberanian dan tekat untuk tetap berjuang sampai titik darah penghabisan.
"NKRI Harga Mati", kalimat itu mungkin selalu menggaung di seantero Tanah Air.
Dan mungkin itu juga yang terbersit dipikiran nahkoda kapal dan anak buah kapal ALRI (sebelum TNI AL), Kapal Republik Indonesia 'Gadjah Mada'.
Mungkin terdengar asing ketimbang KRI Macan Tutul, namun kisah KRI Gadjah Mada tak kalah heroik.
Dilansir dari Tribunjambi.com, Kapal RI Gadjah Mada disebut-sebut merupakan kapal jenis Coaster.

:quality(100)/photo/2019/08/04/3897285134.jpg)
Kapal Republik Indonesia 'Gadjah Mada'
Tidak diketahui persis spesifikasi kapal dengan lambung dari kayu ini.
Dinahkodai oleh Letnan Laut Samadikun, pada 1 hingga 5 Januari 1947, kapal ini memimpin latihan gabungan antara Angkatan Laut dan Angkatan Darat di laut sekitar Cirebon.
Selain Kapal Gadjah Mada, ada empat kapal patroli penjaga pantai dari Angkatan Laut yang mengikuti latihan tersebut.
2 unit kapal motor dengan nama Surapringga dan Antareja, 1 kapal tarik dengan nama Semar, juga ikut serta dalam latihan gabungan tersebut.
Baca Juga: Amerika dan Rusia Lewat, Ternyata Negara Inilah yang Pernah Buat Kapal Perang Terbesar di Dunia
Pada 5 Januari 1947, Iring-iringan kapal latihan ini berpapasan dengan kapal buru torpedo milik Belanda, HMS Kortenaer.
Dengan pongah Kaptel kapal HMS Kortenaer meminta konvoi itu untuk berhenti.
Letnan Samadikun dengan tegas menolaknya, seketika itu meriam-meriam kapal Belanda langsung mengarahkan moncongnya ke konvoi kapal Indonesia tersebut.
"NKRI Harga Mati", mungkin kalimat itu yang terbersit dipikiran Samadikun.
Baca Juga: Meriam Si Jagur, Kisah dan Kontroversi Simbol Tangan Mengepal yang Dianggap Vulgar
Ia dengan sigap mengambil langkah berani, memerintah kapal patroli menjauh ke Barat, dan memutar haluan kapal untuk menyongsong musuh.
Senapan mesin berat Oerlikon 20 mm milik KRI Gadjah Mada terus memberondong HMS Kortenaer.
Namun meriam dan torpedo kapal perang Belanda itu jelas bukan tandingan sebuah kapal dagang yang cuma dipasangi senapan mesin.
Sebuah tembakan meriam tepat menghajar Kapal Gajah Mada.
Baca Juga: Demi Sewa PSK dan Beli Narkoba, Pria Ini Tega Curi Uang Pengobatan Anaknya Sebesar Rp 2 Miliar
Ruang mesin terbakar habis, Letnan Samadikun gugur dalam pertempuran.
Tak lama kapal itu tenggelam ke dasar Laut Cirebon.
Dalam pertempuran tersebut Indonesia kehilangan satu kapal, tiga pahlawan gugur serta 26 menjadi tawanan Belanda.
Aksi Samadikun membuat empat kapal patroli lain bisa lolos. Dia gugur demi menyelamatkan kawan-kawannya.
Pada 7 Januari jenazah Samadikun ditemukan.
Buku
KRI Gadjah Mada hanyalah kapal dagang yang dimodifikasi untuk menjadi kapal perang dengan dibubuhi Senapan mesin berat Oerlikon 20 mm.
Dilansir dari laman tnial.mil.id, untuk menghormati jasa dan keberaniannya, pangkat Letnan Samadikun dinaikkan secara anumerta menjadi Kapten Laut.
Nama Samadikun kemudian diangkat sebagai nama kapal perang TNI AL era-70an, yakni Perusak Kawal Samadikun Class (Claud Jones Class).
Setelah karamnya RI Gadjah Mada, pemerintah pada 1951 memberi nama destroyer pertama TNI AL dengan nama KRI Gadjah Mada.(*)